ENAM BELAS

77 16 3
                                    

Pencet bel nya atau jangan ya?

Rengganis menatap pagar rumah berwarna putih di hadapannya itu dengan tatapan ragu. Di lihatnya kembali secarik kertas yang sejak tadi di genggamnya erat. Kertas itu berisikan alamat rumah Elang yang dia dapat dari wali kelasnya.

Pencet aja lah, daripada penasaran.

Maka dengan berbekal keyakinan penuh Ganis menekan bel yang berada di samping pagar itu beberapa kali.

Ganis menunggu, tapi sampai beberapa menit berselang penghuni rumah itu belum juga keluar. Karena Ganis berpikir mungkin saja sedang tidak ada orang, akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Tapi baru saja dia membalikkan tubuhnya seseorang berlari dari arah dalam pagar dan memanggilnya.

"Nyari siapa ya?"

Seorang wanita seusia ibunya terlihat mengintip di balik pagar. Ganis mengenali wajahnya, itu wanita yang sama dengan yang ia temui di depan ruang kesiswaan tempo hari.

Jadi mereka keluarganya Elang...

"Permisi Tante... Apa ini benar rumahnya Elang?"

"Iya betul..." Wanita itu mengerutkan keningnya dan menatap Ganis, "owalah.... Kamu yang waktu itu ya?"

Merasa lega karena wanita di hadapannya itu mengingat wajahnya, Ganis tersenyum dan mengangguk, "iya Tante.."

"Ya ampun... Temennya Elang toh ternyata. Ayo masuk, masuk..."

"Eh, iya tante."

"Haduh, maaf ya tadi lama. Tante lagi masak soalnya di dapur."

"Iya nggak apa-apa kok Tan."

"Ganis duduk dulu disini, lihat-lihat fotonya Elang juga boleh kok. Tante ke dapur lagi sebentar ya, takut gorengannya hangus."

"Iya tante silahkan."

"Oh iya, Ganis mau minum apa?"

"Aduh, Ganis sudah minum dirumah tadi tante. Nggak apa-apa nggak usah."

"Heh, nggak boleh gitu. Kan kamu tamunya, masa nggak minum. Tante buatkan sirup ya?"

"Boleh tante. Maaf ngerepotin ya tan."

"Santai, lagian tante juga kan lagi mau ke dapur. Ya sudah, tante tinggal sebentar ya Ganis."

"Iya tante."

Setelah mamanya Elang kembali ke dapur, Ganis mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ternyata seperti ini rumah Elang, tidak terlalu besar memang, tapi rasanya hangat.

Di dinding, Ganis melihat pigura besar yang membingkai foto keluarga Elang. Ada juga beberapa foto masa kecil Elang dan Laras yang berjejer di meja buffet. Sudut bibirnya terangkat saat melihat pigura berisi foto anak laki-laki yang sedang tersenyum lucu seperti kelinci, sekali lihat pun Ganis tau kalau itu adalah Elang semasa kecil.

"Aduh... Maaf ya, jadi sendirian deh." Suara dari belakangnya membuat Ganis menoleh, Mama Elang kembali dengan nampan berisi segelas sirup dan camilan.

"Nggak apa-apa Tante, Ganis yang minta maaf karena merepotkan." Rengganis menyahut sopan. Sementara mama Elang yang sudah lebih dulu duduk dan meletakkan nampannya di atas meja justru mengibaskan tangannya.

"Repot apaan, orang tante cuma nyediain minum gini doang kok. Ayo, di minum dulu."

Rengganis mengangguk dan meminum sirup yang sudah di sediakan itu hingga habis seperempat gelas, sejujurnya dia memang haus sih, sebab lumayan juga dia sempat jalan untuk mencari rumah ini kan tadi.

"Pantes si Elang seneng sama kamu, manis begini... Mana sopan lagi."

Ganis nyaris tersedak mendengar ucapan mamanya Elang. Untung dia sudah selesai minum, kalau tidak bisa-bisa cairan berwarna hijau itu menyembur dari mulutnya.

Dear, You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang