Seperti peluk yang mengizinkanku lebih luas dan tak gundah
Seperti peluk yang memperbolehkanku lebih gundah dan tak luas-Kanyaah (Nadin Amizah)-
🍒🍒🍒
Ganis menyesal setengah mati karena mengabaikan Dewa beberapa hari terakhir ini. Bagaimana tidak, rasanya baru kemarin saat Dewa memberitahu Ganis perihal keberangkatannya, tapi tau-tau saja besok lelaki itu sudah mau pergi.
Sambil mondar-mandir di dalam kamarnya, Ganis memikirkan cara bagaimana mengutarakan maaf pada kakak semata wayangnya itu. Bagaimana ya, di satu sisi Ganis malu dan gengsi, tapi di sisi lain dia tidak ingin kehilangan momen berharga bersama Dewa, apalagi besok kakaknya itu akan terbang dan pergi ke negeri orang untuk waktu yang lumayan lama.
Perhatian Ganis teralih saat suara ketukan pintu terdengar pelan. Sambil mengigit bibir, Ganis melangkah mendekat.
"Nis..." Ganis menghembuskan nafas dalam-dalam begitu mendengar suara Dewa dari balik pintu. Tangannya terulur meraih gagang pintu dan memutarnya perlahan, benar saja, Dewa berdiri memunggunginya di sana.
"Mas... Boleh masuk?" Tanya Dewa yang kemudian di sahuti dengan anggukan kecil Ganis. Atmosfer canggung keduanya benar-benar ketara, Dewa yang masih takut bicara dengan sang adik dan Ganis yang kikuk karena terlalu lama mendiamkan kakaknya.
"Mas—"
"Aku—"
Keduanya terkekeh. Lalu sebelum Dewa mendahuluinya, Ganis memutuskan untuk lebih dulu membuka mulutnya, "aku minta maaf ya Mas. Harusnya... Aku nggak nyuekin Mas kayak kemarin-kemarin."
Dewa tersenyum, menatap sang adik yang kini menunduk sambil sibuk memainkan ujung piyama tidurnya. Pemandangan itu membuat Dewa seolah kembali ke masa lalu saat dirinya melihat Ganis kecil yang menunduk takut karena merasa bersalah setelah tidak sengaja merusakkan mainan miliknya. Rasa haru tiba-tiba saja menyelimuti hatinya.
Ah... Adik kecilnya sudah besar sekarang.
"Mas juga minta maaf ya? Mas salah nggak ngasih tau Ganis duluan. Padahal disini ada Ganis. Ganis mau maafin Mas kan?"
Ganis mengangguk. Perlahan-lahan dia mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar.
"Besok, aku ikut nganterin Mas ya? Boleh kan?"
🍒🍒🍒🍒🍒
"Map berkas-berkasnya udah Mas?"
"Udah."
"Obat-obatan?"
"Nggak usah dek, disana kan ada klinik juga."
Ganis menggeleng, "No no, harus bawa. Nanti kalo Mas nggak cocok sama obat-obatan dari sana gimana?"
Sebelah alis Dewa terangkat heran setelah mendengar ocehan adiknya. Memang apa bedanya obat disini dengan obat disana?
Ya sudah lah, biar saja... Yang penting adiknya senang.
"Bentar, aku siapin dulu." Lanjutnya. Dengan cekatan gadis itu pergi ke kamarnya untuk mengambil sekotak penuh obat-obatan lokal yang sudah dia siapkan sejak kemarin.
Dewa yang sedang merapikan isi kopernya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat adiknya ribut mondar-mandir kesana kemari membantunya menyiapkan perlengkapan yang akan di bawanya besok.
Iya, besok dia akan berangkat ke Melbourne untuk melanjutkan studinya.
Melihat Ganis yang masih sibuk bergerak kesana kemari membuat Dewa tersenyum sendu. Diam-diam isi kepalanya sedang berperang sekarang. Benarkah keputusannya untuk melanjutkan studi ke luar negeri tidak menyakiti hati adiknya? Atau haruskah dia membatalkannya dan meneruskan pendidikannya di sini saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You ✓
FanfictionKepada Rengganis, terima kasih karena sudah hadir di kehidupanku.... ******** Andai Rengganis tidak bertemu dengan Elang di ruang seni musik pagi itu, tentu hidup Rengganis masih baik-baik saja saat ini. Elang yang muncul dan pergi seenaknya setelah...