"Kak Ganis, Mas Elang bangun!!"
Setelahnya, secepat kilat Rengganis langsung berangkat menuju rumah sakit tempat Elang di rawat. Tidak sulit menemukan alamatnya, sebab Elang sudah pernah membawanya ke tempat itu. Iya, tempat Elang di rawat saat ini adalah rumah sakit yang sama dengan yang mereka datangi di hari ulang tahunnya.
Sesampainya di sana, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Tante Diana yang sedang duduk di depan sebuah ruangan. Dan saat Ganis memanggil, wanita paruh baya itu langsung menghampirinya dan memeluknya erat.
"Tante sendirian?" Tanya Ganis saat keduanya mengendurkan pelukan.
"Nggak, ada ayahnya Elang kok tadi. Tapi dia sekarang lagi bicara sama dokter yang menangani Elang di dalam." Tante Diana tersenyum hangat, Ganis bisa melihat rona bahagia dan letih bercampur jadi satu di wajah ayu wanita berusia 40an itu.
Rengganis mengangguk, pandangannya beralih menatap pintu cokelat yang terbuka di depannya. Di dalam sana banyak dokter dan perawat yang sedang mengelilingi tempat tidur Elang.
"Elang... Gimana keadaannya Tante? Aku kaget banget waktu Laras telepon aku tadi."
"Ah, iya. Tadi dia yang bilang mau ngabarin kamu waktu Masnya sadar tapi dia ngantuk katanya, jadi Tante suruh pulang. Elang sekarang lagi di observasi dokter Nis di dalam." Ujar Tante Diana.
Tak lama kemudian keduanya menoleh karena mendengar suara ayah Elang yang mendekat, "Ma... Eh— Lho, Ganis disini? Baru datang apa dari tadi Nis?"
Ganis mengangguk sopan lalu mencium punggung tangan lelaki yang wajahnya mirip dengan Elang versi dewasa itu, "iya Om, baru kok tadi."
Ganis melirik ke dalam, sepertinya semua dokter sudah keluar dari sana.
"Ah, Ganis mau masuk? Kebetulan Om mau bicara sama Tante dulu sebentar."
"Boleh Om?"
Ayah Elang mengangguk, "titip Elang sebentar ya, kami nggak lama kok."
"Iya Om."
🍒🍒🍒🍒🍒
Rengganis menggigit bibirnya yang bergetar menahan tangis sambil menahan nafas agar ia tidak membangunkan Elang yang terlelap di sebelahnya. Ada sesak dan nyeri yang datang bersamaan menghujam jantungnya melihat kondisi Elang saat ini. Kurus dan pucat. Tidak seperti Elang yang menantangnya di lapangan basket beberapa bulan yang lalu. Nyaris tidak ada rona di wajahnya.
Rengganis buru-buru menghapus air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya saat melihat kelopak mata Elang perlahan terbuka.
"Hai.." sapa nya sambil tersenyum tipis.
"Ganis?" Elang menjawab sapaan Ganis, suaranya pelan sekali.
"Kok... Disini?"
"Gue nemenin Lo udah sejak Lo tidur di rumah kali, makanya tidurnya jangan kelamaan." Seloroh Ganis dengan nada bercanda, dia sebenarnya bermaksud membuat Elang terhibur, tapi cowok itu justru menghela nafas dan menatap Ganis dengan tatapan sendu.
"Maaf." Katanya lirih.
Rengganis menggeleng, "gue nggak marah kok."
Hening menyergap keduanya sesaat kemudian. Elang terdiam menatap langit-langit ruangan kamarnya entah sedang memikirkan apa, sedangkan Ganis kini justru sibuk memperhatikan wajah cowok di sampingnya itu lekat-lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You ✓
FanfictionKepada Rengganis, terima kasih karena sudah hadir di kehidupanku.... ******** Andai Rengganis tidak bertemu dengan Elang di ruang seni musik pagi itu, tentu hidup Rengganis masih baik-baik saja saat ini. Elang yang muncul dan pergi seenaknya setelah...