Semesta sepertinya sedang ingin memberi Ganis banyak kejutan hari ini.
Setelah panggilan telepon dari sang bunda, kepulangan Dewa yang tanpa pemberitahuan dan Jovita yang datang di hari pertambahan usianya, kali ini Ganis dibuat kaget dengan Elang yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Hai Nis, gue nggak terlambat dateng kan?"
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Ganis merasakan dua emosi berbeda bercampur sekaligus dan membuat kupu-kupu seperti berterbangan dalam perutnya.
Ganis kesal, ingin marah dan melempar Elang dengan benda apapun yang ada di dekatnya, tapi di saat bersamaan rasa kesal Ganis bercampur dengan bahagia dan lega karena bisa melihat senyuman itu dari jarak dekat lagi.
"Ehm... Kayaknya kita harus balik sekarang Jo." Suara Ghifari yang sengaja di buat lebih kencang membuat Ganis, Elang, dan Jovita menoleh bersamaan.
"O—oh iya! Kita kan mau pulang ga Ghi. Yok yok pulang yok." Jovita menyahut dan langsung sibuk membenahi barang-barangnya. Jelas sekali kalau kedua pasangan aneh itu sedang berakting, Ganis bahkan melihat keduanya menahan tawa sambil saling lirik dengan tatapan penuh arti.
"Loh, udah dateng ternyata." Dewa muncul dari balik pintu bersama dengan Alea.
"Kalian mau pergi juga?" Tanya Ganis setelah memindai penampilan Dewa dan Alea, keduanya tampak rapi. Dewa bahkan membawa kunci mobil di tangannya.
"Kita mau jalan-jalan juga kali, udah lama nggak makan pecel lele. Iya kan yang?" Dewa menoleh ke arah Alea dan langsung di sahuti dengan anggukan.
"Lah terus aku gimana? Ditinggal?"
"Kamu kan mau jalan sama Elang."
"Ha? Gimana, gimana?" Ganis menyipitkan sebelah matanya lalu menatap Elang, "lo kesini mau ngajak gue pergi gitu ceritanya Lang?"
Tapi alih-alih Elang, justru Dewa yang menjawab pertanyaannya, "Iya. Kemarin dia ijin sama Mas mau ajak kamu jalan hari ini. Gih sana buruan ganti baju."
Kedua bola mata Ganis membulat tak percaya mendengar ucapan Dewa.
"Seriusan Mas?!"
Seorang Dewa yang kaku lagi kolot itu mengijinkan dia jalan berdua dengan laki-laki? Malam-malam begini? Yang benar saja!
"Iya Rengganis... Udah sana ganti baju buruan, nanti keburu kemalaman. Mas jalan setelah kamu jalan nanti." Dewa mengibaskan tangannya pertanda dia benar-benar menyuruh Ganis pergi. Melihat Dewa sudah mengibaskan tangannya begitu, Ganis langsung buru-buru kembali ke kamarnya dan berganti baju walaupun di kepalanya ia masih punya banyak pertanyaan.
Sebenarnya sejak kapan Dewa dan Elang saling komunikasi di belakangnya?
🍒🍒🍒🍒🍒
Sudah lima belas menit berada di boncengan motor Elang tapi Ganis masih belum berani membuka suaranya. Padahal dia sudah menyiapkan banyak pertanyaan di kepalanya, tapi entah kenapa pertanyaan-pertanyaan itu menguap begitu saja sejak Elang menyapanya di depan pintu tadi.
"Tumben diem."
"Ha?" Ganis baru tersadar kalau mereka kini berada di persimpangan jalan dengan lampu lalulintas yang menyala merah. Dia mendadak gugup saat menyadari kalau sejak tadi Elang tengah menatapnya lewat spion.
"Lo, tumben diem aja."
"Oh... Nggak kok. Emang lagi pengen diem aja."
"Bukan gara-gara grogi jalan sama gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You ✓
FanfictionKepada Rengganis, terima kasih karena sudah hadir di kehidupanku.... ******** Andai Rengganis tidak bertemu dengan Elang di ruang seni musik pagi itu, tentu hidup Rengganis masih baik-baik saja saat ini. Elang yang muncul dan pergi seenaknya setelah...