'End of a Day'
[Prolog]
Sesuatu terasa menekan rongga pernapasannya hingga ia kesulitan bernapas. Dirinya terbaring sembari menatap langit malam yang penuh dengan bintang. Satu persatu orang datang ke sisinya, wajah-wajah asing dengan ekspresi sama membuat beribu tanya di dalam kepalanya. Sebuah benda hancur tergeletak di sisinya, kendaraan roda empat berwarna silver di sana tampak mengerikan dengan penyok di beberapa sisi dengan pintu depan terlepas hilang entah ke mana.
Dalam ke tidak berdayanya itu ia melihat cahaya merah berkedip-kedip dari kejauhan, ia perlahan mendekat lalu berhenti di sisi trotoar. Lampu lalulintas dengan tiga warna di sana sesekali bergantian, itu tidak lupak dari pengamatannya. Kalah tubuhnya di pindahkan secara serentak oleh orang-orang berseragam putih ia baru sadar ini bukan dirinya. Dirinya di dorong entah kemana, yang ia tahu sedang berada pada sebuah kecelakaan aneh di mana dirinya adalah korban.
Ketika mata ingin terpejam seseorang yang begitu ia kenal berdiri di sana membuat niatnya urung. Gaun putihnya begitu lusuh, rambutnya berantakan dengan lelehan air mata yang membanjir wajahnya. Itu dirinya lalu siapa tubuh seseorang yang ia tempati ini? Apa hubungannya dengan dirinya yang ada di sana? Pertanyaan-pertanyaan aneh kembali menghantam kepalanya, ia tidak peduli pada orang-orang yang perlahan melakukan sesuatu pada tubuh yang sedang ia tempati ini. Yang ia tahu hanyalah dirinya di sana sedang menangisi hal yang tidak ia ketahui dengan orang-orang baru merangkulnya sembari berucap sesuatu yang tidak ia mengerti.
Matanya berat, napasnya tidak karuan tapi ia tidak dapat menjelaskan bagaimana bunyi dari suara napas itu, bagaimana bunyi sekitarnya, bagaimana suara orang-orang yang sedang ada di sisinya ini. Ia tidak tahu, dan tidak bisa tahu. Hal yang ia tahu hanyalah semua yang menekan diri orang ini begitu menyakitkan hingga akan mengambil nyawanya. Matanya kembali berat, lalu semuanya berubah menjadi gelap, dan perempuan itu terbangun, menatap penjuru ruang yang begitu melekat di ingatannya. Melirik jam yang ada di atas meja belajarnya. Ia bisa menebak, pukul empat dini hari tidak lewat sedikitpun. Empat tepat, waktu yang begitu mengerikan di ingatannya.
Ia menyibak selimut tipis yang membalut tubuhnya turun dari ranjangnya lalu mulai mendekat pada meja belajar kusam itu. Ia membuka tasnya mengambil sebuah buku bersampul merah kusam lalu mulai mencari-cari halamannya yang kosong setelah menyingkirkan tasnya agar lebih leluasa nantinya.
Ia menoleh kearah kalender caleg yang ia dapat sepulang sekolah dua bulan lalu. Mulai menulis tanggal di bagian atas lalu memulai semua rutinitas pukul empatnya yang menyebalkan. "Aku atau orang lain?" Ia kebingungan. Menghela napas lalu mulai menulis kembali.
Ia tenggelam dalam lautan kata yang bibirnya ucapkan, dengan penerangan lilin yang remang-remang ia mulai menyalurkan semua kegilaan yang sampai saat ini masih tidak ia mengerti. Berapa kali ia mengalami dan melihat sendiri ia tetap tidak akan paham. Ia tidak tahu harus menyebut apa kegilaan yang di berikan tuhan ini. Apakah itu kutukan ataukah malah sebuah berkat. Tapi sepanjang ia menerima hal gila itu tidak ada bahagia yang menghampirinya. Ia di jauhi dan itu menyiksanya. Mungkinkah itu adalah sebuah kutukan untuknya ataukah itu adalah imbalan dari tuhan kerena ia pernah meminta hidup panjang darinya?
🥾
Jangan lupa baca cerita baru aku ya!
Sampai jumpa lagi.
Jangan lupa vote, komen dan follow akun aku.
Tata 🖐️
KAMU SEDANG MEMBACA
Red thread of destiny | Dong Sicheng
Fanfic©riskawati12345 Takdir seolah mempermainkan beberapa orang. Tersesat dalam hal yang bernama cinta, lalu di pisahkan dalam sebuah maut. Jika bisa memilih, mungkin dari mereka akan meminta 'mari bertemu dan membuat kisah yang terus bahagia. Hingga di...