destiny~1 (revisi)

158 11 0
                                    

• • •

"menangislah, karena air mata bukan tanda kelemahan, tapi bukti bahwa kita masih memiliki perasaan"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"menangislah, karena air mata bukan tanda kelemahan, tapi bukti bahwa kita masih memiliki perasaan"





Matahari sudah menampakkan dirinya, pagi ini hawa Bangkok sangatlah bagus untuk beraktivitas di pagi hari tapi tidak dengan gadis yang masih bergelut di dunia mimpinya itu. Iya tak peduli dengan cahaya matahari yang perlahan masuk kedalam kamarnya. Gadis keturunan Tionghoa itu tak sedikit pun terusik.

Driiinn driiin....

Bunya benda persegi pintar yang berada diatas nakas itu berbunyi, sebuah panggilan masuk. Gadis itu meraba di mana letak benda itu.

"Hallo" kata gadis itu setelah menggeser gambar berwarna hijau yang ada di layar ponselnya.

"Mei apa kau belum bangun, kau tahu ini sudah jam berapa?" Teriak orang di seberang sana.

"Iya ma aku sudah bangun dan sedang bersiap, oiya ada apa menelpon?"

"Bukankah seminggu lagi kau wisuda?"

"Iya terus?"

"Aiiss anak ini itu berarti kau akan pulang ke China?"

"Hhmmm"

"Baiklah cepatlah bersiap, ibu akan kesana dengan adikmu setelah lima hari sebelum kau wisuda"

"Baiklah terserah mama saja"

"Baiklah ibu matikan dulu, oiya cepatlah bersiap"

"Iya, Bey mama sayang"

Mei mematikan ponselnya lalu melemparnya ke samping kasur lalu bangun menuju kamar mandi untuk menyegarkan dirinya. Setelah beberapa menit berkutat di dalam kamar mandi Mei pun keluar dengan pakaian yang sudah rapi, iya berjalan ke meja riasnya lalu memoles wajah sedikit lalu berjalan keluar kamar menuju meja makan lalu berangkat menuju kerumah sakit.

Iya menuju halte bus dan duduk manis di bangku yang berada di sana. Beberapa menit pun bus datang dan Mei langsung masuk dan duduk di kursi yang masih kosong.

Saat di dalam bus Mei mendengar dua orang sedang membicarakan sesuatu yang sangat sangat tidak menarik. Mei mendengus kenapa masih ada saja orang yang selalu menghina sesama hanya karena satu kekurangan saja.

Bus berhenti di sebuah halte, Mei turun dan berjalan menuju rumah sakit yang tak jauh di halte tersebut. Mei masuk kedalam rumah sakit yang cukup terkenal di Bangkok dan langsung di sambut oleh pekerja yang ada di rumah sakit itu.

Red thread of destiny | Dong SichengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang