Keesokan harinya, Brian sudah berdiri di depan pintu Apartemen Allisya setelah mengantar Al ke sekolah. Perasaannya sejak tadi malam entah kenapa merasa tidak enak. Brian sudah menunggu 10 menit di depan pintu namun Allisya belum membuka pintunya.
Setelah menunggu beberapa saat pintu terbuka, dan memperlihatkan Allisya dalam keadaan yang cukup mengkhawatirkan. Pakaian yang kemarin masih ia kenakan, serta mata sembab dan wajah sendu.
"Ada apa denganmu? Kau habis menangis?" tanya Brian sambil memegang kedua lengan Allisya. Allisya menggelengkan kepalanya, lalu menunduk dan tak lama ia kembali terisak. Brian yang merasa khawatir membawa Allisya masuk ke dalam. Lalu mengajaknya duduk.
"Minum dulu." Brian memberikan air kepada Allisya, lalu ia menerimanya meneguknya sedikit.
"Kau kenapa, Sya? Apa yang terjadi? Apa karena aku?" Allisya menjawab hanya dengan menggeleng. "Lalu?"
"Aku tidak tahu, Bri."
"Ada apa? Jangan seperti ini, Sya. Kau membuat ku khawatir, kau bukan seperti Allisya yang ku kenal."
"Erga." Satu nama yang keluar dari mulut Allisya membuat Brian mengepalkan tangannya.
"Apa yang sudah dia perbuat? Apa dia melukaimu? Atau dia mengancammu?" tanya Brian dingin membuat Allisya semakin takut. Entah aura yang di keluarkan Brian kali ini membuat Allisya takut.
"Hikss," isakan Allisya semakin terdengar membuat Brian meredam emosinya lalu menarik Allisya masuk ke dalam pelukkannya.
"Jangan takut. Aku ada disini. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu lagi." Allisya semakin mengeratkan pelukkannya pada Brian. Semalaman ia tidak bisa tidur karena perlakuan Erga padanya. Ia takut jika Erga kembali dan berbuat macam-macam padanya.
Cukup lama mereka berdua berpelukan sampai tak terasa Allisya tertidur dalam pelukkan Brian. Brian yang sadar pun mengubah posisi Allisya, menggendong ala bridal lalu membawanya masuk ke dalam kamar. Brian meletakkan Allisya perlahan, lalu menyelimutinya.
"Jika kau tidak bisa cerita tak apa. Aku tidak akan memaksamu, aku akan mencari tahu sendiri apa yang terjadi. Brian mengecup kening Allisya lalu keluar dari kamar, Brian tak mungkin meninggalkan Allisya dalam kondisi seperti ini.
Brian duduk di ruang tamu, lalu merogoh sakunya mencari nomor asistennya dan menelponnya.
"Cari tahu apa saja yang dilakukan Erga dari kemarin. Aku mau semuanya lengkap, jangan sampai ada yang kurang sedikit pun."
"Baik, Tuan."
"Dan bawakan semua berkas-berkas yang perlu aku periksa ke Apartemen xxx."
Setelah menelpon asistennya, Brian beranjak menuju dapur. Mencari sesuatu untuk di masak, ia yakin Allisya belum memakan apapun pagi ini.
Setelah menemukan semua bahan, Brian pun beraksi. Nasi goreng dan omelet, menu yang akan di buat oleh Brian. Memotong semua bahan lalu memasukkan semua serta nasi yang sudah ia siapkan. Tak membutuhkan waktu lama nasi goreng ala Brian pun selesai.
Tak lama terdengar suara bel, Brian pun bergegas ke depan. Ternyata memang Asistennya yang datang.
"Ini Tuan semua berkasnya. Dan saya sudah mengirim semua kegiatan Tuan Erga ke surel anda."
"Baiklah. Terima kasih. Jika ada yang mencariku katakan saja aku sedang ada urusan perkerjaan."
"Baik, Tuan. Saya permisi."
"Hmm."
Brian kembali ke ruang tamu meletakkan semua berkas-berkasnya. Pertama kali yang ia buka adalah laptopnya, ia ingin tahu apa yang sudah Erga perbuat pada Allisya. Ternyata benar Erga semalam mendatangi Allisya, tapi ia tidak tahu apa yang sudah Erga lakukan.
Brian kembali menelpon orang kepercayaannya, meminta rekaman cctv tadi malam. Tak membutuhkan waktu lama rekaman cctv itu pun dengan mudah Brian dapat. Brian membuka rekaman yang berdurasi beberapa menit itu. Saat Allisya ingin membuka pintu, seseorang menarik kasar Allisya dan Brian tahu itu Erga. Lalu di menit berikutnya Erga yang berbuat kasar pada Allisya membuat Brian mengeraskan rahangnya lalu menit berikutnya membuat amarahnya memuncak disana Erga mencoba mencumbu Allisya namun sekuat tenaga Allisya mencoba menghindar.
Sekarang ia tahu mengapa Allisya terlihat sangat syok dan ketakukan. Erga mencoba melecehkan Allisya. Walaupun Erga adalah calon tunangan Allisya tapi bukan berarti ia bisa berbuat seenaknya saja.
Saat Brian masih fokus menonton rekaman itu, Allisya berdiri tak jauhnya. Allisya tahu, tanpa ia cerita pun Brian akan mencari tahu apa yang telah terjadi. Brian yang menyadari kehadiran Allisya langsung menyuruh Allisya mendekat.
"Kemarilah."
Allisya berjalan mendekat ke arah Brian, menariknya duduk di atas pangkuan Brian. Allisya cukup terkejut, namun saat Brian memeluknya dari belakang dan menumpukan kepalanya pada bahu Allisya, ia merasa nyaman.
"Jangan terlalu kau pikirkan masalah itu. Aku janji, dia tidak akan bisa menyakitimu lagi."
"Kau sudah tahu?
"Hmm. Jangan menyembunyikan apapun padaku, Sya. Aku sangat khawatir melihatmu seperti ini. Harusnya kau menelponku tadi malam."
"Maaf."
"Aku tidak menyalahkanmu. Tapi jangan di ulangi lagi." Allisya membalasnya dengan anggukan saja. Saat ini ia tidak terlalu memikirkan masalahnya pada Erga, namun posisi mereka saat ini membuat jantung Allisya tidak baik-baik saja. Ini terlalu dekat, tidak sehat untuk jantung Allisya di pagi hari.
"B-bisakah kau melepaskanku?"
"Kenapa? Bukannya posisi seperti ini sangat nyaman?" Brian mencoba menggoda Allisya dan berhasil wajah Allisya merona.
"Aku belum mandi, Bri. Dan aku lapar."
"Lapar? Baiklah, walaupun aku tahu kau mencoba menghindar." Brian pun merubah posisi Allisya agar menghadap dirinya. Allisya yang terkejut pun hanya bisa terpekik.
"Ayok kita sarapan. Aku sudah membuat nasi goreng spesial untukmu." Belum selesai Allisya terkejut atas perlakukan Brian sekarang dengan seenaknya Brian menggendong Allisya ala Koala.
"Brian! Turunkan aku." Pekik Allisya.
"Shhh. Jangan teriak. Bukannya tadi kau lapar?"
"Iya. T-tapi aku bisa jalan sendiri," cicitnya.
"Sudahlah. Hari ini biar aku memanjakanmu, Al kalau sedang sakit dia akan seperti ini sepanjang hari padaku," ucap Brian santai sambil berjalan menuju dapur.
"Al masih kecil, Bri. Tak masalah ia seperti ini, tapi aku?"
"Kau dan Al bagiku sama, Sya. Kalian berdua sama-sama penting dalam hidupku."
Allisya hanya diam saja, membalas ucapan Brian tak akan ada habisnya. Brian mendudukan Allisya ke kursi lalu ia menyodorkan sepiring nasi goreng besarta omlete yang ia buat tadi.
"Kau membuatnya sendiri?" tanya Allisya.
"Tentu saja. Selama di Jerman Al sering meminta ku memasak, ia tidak terlalu suka dengan makanan yang dibuat oleh orang lain. Tapi sekarang dia sudah mulai terbiasa dengan masakan orang lain."
Allisya memasukkan satu sendok nasi kedalam mulutnya, "Lumayan," ucapnya.
"Hari ini kau tidak perlu kemana-mana."
"Kenapa?" tanya Allisya heran.
"Hari ini aku akan menemanimu di rumah. Semua pekerjaan kantor sudah aku bawa kesini. Sekalian kita menghabiskan waktu berdua," ucap Brian sambil mengedipkan sebelah matanya membuat Allisya tersedak.
Uhuk!
Brian segera memberikan air minum pada Allisya, dan langsung di teguk habis olehnya. "Bisakah kau jangan bercanda disaat makan seperti ini," ucap Allisya kesal walaupun sebenarnya ia sedang malu.
Brian hanya terkekeh lalu ia berdiri, "habiskan makananmu, setelah itu mandi. Ada yang harus aku tandatangani," ucapnya sambil mengelus kepala Allisya.
"Hmm," gumam Allisya. Brian pun meninggalkan Allisya, ia kembali ke ruang tamu. Memeriksa beberapa berkas, sedangkan Allisya masih memandang Brian dari arah dapur.
"Semoga kita bisa bersama," gumam Allisya, ia sangat berharap jika mereka bisa bersama.
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Daddy [ Selesai ]
Fanfiction"Maafkan aku, Brian. Aku harus pergi tolong jaga anak kita dengan baik, sayangin dia. Sekali lagi maafkan aku." Sepucuk surat yang ditinggalkan oleh seseorang yang mengaku telah melahirkan bayi diduga adalah anak dari seorang pemuda tampan bernama B...