Senja ini, ketika langit biru mulai berganti menjadi jingga- menambah nuansa keindahan cerahnya langit. Brian dan Al menikmati waktu sore hari mereka ada Pricilia dan juga Jevan, yang sudah tiba setelah perjalanan bisnis mereka. Pricilia duduk memangku Al sambil sesekali menyuapkan bubur.
"Al terlihat lebih berisi sekarang dari pada waktu pertama kali kita bertemu," ucap Priclia, sambil mencubit pipi gembil Al.
"Tentu saja, Mom. Dia kuat sekali minum susu, apalagi dia suka sekali makan biskuit bayinya itu," Brian berucap sambil terkekeh. Beberapa hari ini Brian tau apa yang disukai oleh Al dan apa yang tidak. Seperti waktu itu Brian mengganti susu formulanya menjadi rasa Vanila, bukannya diminum malah ditumpahkannya. Jika mau tidur Al lebih suka tidur diatas tubuh Brian, kepalanya menempel pada dada Brian.
Jevan dan Pricilia merasa bersyukur melihat perubahan Brian, para pelayan pun memberitahu apa saja yang Brian lakukan bersama Al selama mereka tinggal selama seminggu.
"Mom, senang kau sudah berubah sayang." Pricilia tahu jika putranya akan bertanggung jawab.
"Sekarang Daddy yakin kau bisa menggantikan Daddy di perusahaan," ucap Jevan tiba-tiba membuat Brian sedikit terkejut.
"Tapi Dad, aku belum ingin memimpin perusahaan. Lagipula kuliah ku saja belum selesai apalagi sekarang aku sedang menjaga Al." Bukannya tidak ingin hanya saja ini terlalu cepat, dan waktunya akhir-akhir ini saja terpakai untuk menjaga Al.
"Jangan khawatir tentang Al. Mommy akan meminta Baby sister yang menjaganya, bagaimana?"
"Tidak perlu, Mom. Aku masih bisa membagi waktu ku. Kalo pun aku pergi kuliah, Al bisa dijaga oleh pelayan di rumah. Sisanya biar Brian yang urus." Brian meyakinkan orang tuanya, bukannya tidak ingin hanya saja Brian ingin memberikan yang terbaik untuk putranya.
"Baiklah Son, terserah kau saja." Jevan tidak ingin memaksa biarkan putranya yang menentukan semuanya, Jevan yakin Brian bisa mengatasi semuanya.
"Malam ini kita makan malam diluar saja sudah lama kita tidak dinner bersama," ajak Pricilia.
"Baiklah sayang. Bilang pada Bibi Nana tidak perlu memasak," ucap Jevan yang diangguki oleh Pricilia.
"Uh lahap sekali Al makan." Pricilia mempout bibir Al membuat wajahnya terlihat sangat lucu.
"Jangan cepat besar yah, sayang. Oma masih mau gendong kamu kaya gini terus." Pricilia merasa bahagia, walaupun mereka belum tahu identitas Al sebenarnya namun rasa sayang mereka pada Al sangat besar.
Sesuai janji, Keluarga Stevano makan malam bersama di Restoran yang cukup mewah. Jevan dan Pricilia duduk berdampingan dan didepan mereka ada Brian dan juga Baby Al.
Selama makan malam berlangsung banyak pasang mata yang memperhatikan keluarga mereka, memang keluarga Stevano selalu menjadi pusat perhatian dimana pun mereka berada namun ada yang lain saat ini. Kehadiran anggota keluarga baru ditengah-tengah mereka yaitu, Baby Al.
Belum ada konfirmasi siapa anak yang tengah jadi perbincangan publik ini, tapi banyak yang sudah menebak-nebak jika Baby Al anak adopsi atau anak hasil dari perselingkuhan Jevan yang membuat Pricilia naik pitam namun hanya di balasan kekehan oleh Jevan. Jevan orang yang ditakuti di dunia bisnis dan sifat Jevan menurun pada Brian walaupun Brian belum menekuni dunia bisnis.
"Ingin rasanya aku membungkam mulut mereka!" ucap Pricilia kesal, sebenarnya bisa saja ia melakukan hal itu namun malam ini untuk pertama kalinya setelah Brian keluar dari rumah mereka makan bersama.
"Sudahlah, Mom. Daddy tidak akan tinggal diam saja, kita nikmati saja makan malam kita," balas Brian sambil mengusap pipi Al.
"Tapi kapan?! Mommy sudah kesal melihat mereka seperti itu!" Pricilia cukup terusik dengan pembicaraan mereka yang menuduh keluarga mereka.
"Sabar, sayang. Hasil tes DNA-nya besok sudah keluar dan setelah itu kita akan memberi tahu status Al."
"Bagaimana jika Al bukan anak Brian?" tanya Priclia sendu. Ia sudah jatuh cinta pada Al dan tidak mungkin ia rela melepasnya.
"Apapun hasilnya, Brian tetap mempertahankan Al. Brian sudah berjanji akan menjaga dan melindungi Al. Apalagi surat itu mengatakan jika Brian harus mejaganya." Brian berucap yakin, ia seorang pria dan kata-katanya harus lah di tepati.
"Jangan pernah menyesali keputusan mu itu, Son." Jevan memperingatkan.
"Brian akan bertanggung jawab, Dad. Mom." Brian seorang pria yang tangguh, rasanya memang banyak perubahan yang terjadi setelah kedatangan Al dalam hidupnya.
"Nice," ucap Jevan.
Saat mereka masih menikmati makanan mereka, seorang Wanita datang menghampiri meja keluarga Stevano.
"Selamat malam, Nyonya dan Tuan Stevano," sapa Wanita itu, membuat mereka menatap penuh tanya siapa wanita itu berbeda dengan Brian yang menatapnya jengah.
"Malam. Anda siapa?" tanya Pricilia dengan tatapan sedikit tak suka karena pakaian yang dikenakan wanita itu cukup terbuka.
"Ahh ... perkenalkan saya Laura Quensha Agra, kekasih Brian." Laura memperkenalkan dirinya, membuat Pricilia menatap Brian penuh tanya. Namun, Brian mengelengkan kepalanya tanda mengelak.
Brian menatap tajam kearah Laura, "kekasih? Sejak kapan? Kita tidak punya hubungan apapun!" Brian berucap dingin pada Laura.
Jevan dan Pricilia saling tatap, "Bri, maafkan aku. Aku tidak mau putus darimu." Laura memohon pada Brian sambil memegang lengan Brian.
"Son, jika kau ada masalah selesaikan baik-baik. Jangan lari dalam masalah," pesan Jevan, Brian hanya menganggukan kepalanya.
"Ayok kita bicara!" ajak Brian lalu berdiri meninggalkan meja makan.
"Ikutlah dengannya," perintah Jevan. Laura mengikuti Brian dari belakang, mereka berdua berjalan menuju taman samping Restoran.
"Aku sudah katakan kau dan aku sudah tidak ada hubungan apapun. Kau hanya wanita yang kesekian yang aku pacari. Tidak ada hubungan yang spesial diantara kita!" bentak Brian pada Laura.
"Tapi aku mencintaimu, Bri." Laura ingin memegang lengan Brian namun di sentak oleh Brian.
"Kau pikir aku tidak tau? Kau hanya memanfaatkan diriku saja agar kau terlihat populer?" Brian sudah tahu semuanya, siapa yang tidak ingin menjadi kekasihnya apalagi dengan status Brian sang pewaris ST corp.
"Maksudmu?" Laura menatap sendu ke arah Brian, namun Brian nampak acuh.
"Sudahlah aku tidak mau ada urusan denganmu, dan ingat jangan mendekati ku lagi. Jika kau tidak ingin mendapat masalah!" Ancam Brian dan pergi meninggalkan Laura yang terdiam. Setelah kepergian Brian, Laura tertawa mengejek sambil menghapus jejak air mata palsunya.
"Kau mengancamku? Cih! Kau lihat saja akibat dari perbuatanmu ini Brian Stevano," ucap Laura sinis, lalu pergi dari sana.
Setelah perdebatan panjang dengan Laura, Brian memutuskan untuk pulang karena Al terlihat sudah mengantuk. Brian membawa Al masuk ke dalam kamar dan membaringkan secara perlahan takut tidur nya terusik. Setelah itu, Brian masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tubuhnya. Setelah mandi, Brian membaringkan tubuhnya disamping Al, sudah hampir seminggu lebih mereka bersama dan pertumbuhan Al semakin baik.
"Jika kamu bukan anak Papa. Papa tidak masalah mengadopsimu, entah mengapa setiap melihatmu membuat Papa merasa bersalah. Papa tidak tahu apa yang sudah Papa lakukan, tapi Papa berjanji akan mencari tahu semuanya dan meminta maaf kepada Mamamu," ucap Brian sungguh-sungguh. Mungkin ini karma baginya karena sering mempermainkan wanita dan sekarang dia mendapat ganjaran atas apa yang telah dia perbuat.
Rasanya hari ini cukup melelahkan dan di tambah lagi masalah-masalah kecil yang datang secara bersamaan. Brian mengangkat tubuh Al agar tidur di atas dirinya. Rasanya sudah menjadi kebiasaan diantara keduanya. Al yang tadinya terusik sekarang menjadi tenang, ikatan batin di antara mereka cukup kuat. Brian memejamkan matanya, mengikuti Al yang sudah terbang di alam mimpi.
Tbc ...
Brian Papaable sekali :D
Jangan lupa vote dan komentnya yah jika kalian suka dengan cerita ini :)
See you next part ckckckck
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Daddy [ Selesai ]
Fanfiction"Maafkan aku, Brian. Aku harus pergi tolong jaga anak kita dengan baik, sayangin dia. Sekali lagi maafkan aku." Sepucuk surat yang ditinggalkan oleh seseorang yang mengaku telah melahirkan bayi diduga adalah anak dari seorang pemuda tampan bernama B...