Terpaut Usia [15]

4.3K 310 2
                                    


Levita baru saja sampai di kampusnya. Tapi saat ia ingin berjalan ke kelasnya, tak sengaja matanya menangkap Violet yang sedang terduduk di Selasar dekat pohon besar sendiri dan termenung. Setelah ulang tahun Naufal beberapa hari yang lalu, Levita belum bertemu Violet lagi, karena gadis itu tidak masuk kelas, yang mana membuat Levita khawatir.

Tentu saja Levi menghampiri sahabatnya itu. Ia dudukkan bokong di depan Violet, menggenggam tangan sahabatnya, lalu memberikan senyum terbaik.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Levita.

Violet langsung menggeleng, dan merubah raut wajahnya.

"Gue kira siapa yang duduk di situ. Eh, gimana pesta ulang tahunnya? Gue gak pamit dulu sama Lo, tapi gue udah titip pesan kok, sama Naufal," kata Violet mengalihkan pembicaraan.

Levita mengangguk. "Vio, kalau Lo ada masalah cerita aja, jangan sungkan. Kita udah temenan dari SMA, Lo masih meragukan gue?" tanya Levita.

Violet menggeleng. "Apaan sih, bukan gitu. Lo tahu kan, gue ini orang gabut, gue bisa jadi orang yang paling menyedihkan di dunia detik ini, dan bisa jadi orang stress beberapa detik selanjutnya. Jadi gak usah di hiraukan," tutur Violet di iringi tawanya.

Beberapa menit kemudian muncul lah Salsa dan Raya yang langsung mengacau dan selalu memberikan info gosip terbaru dari kampus ini. Ya siapa lagi kalau Salsa si biang gosip.

"Sumpah? Terus sekarang Nabila nya gimana? Pasti sedih sih," celetuk Violet.

"Gimana, gue gak paham," tutur Raya.

Raya memang sedikit lama kalau dalam masalah seperti ini, tapi jika masalah pelajaran tidak ada yang bisa mengalahkan Raya.

"Raya sayang, jadi kan si Nabila punya pacar, nah mantan si pacarnya Nabila itu balik. Karena pacarnya si Nabila masih suka sama mantannya, jadi tu si lelaki kardus kek syaiton itu balik lagi sama mantannya," jelas Salsa.

Raya dan Salsa, memang sudah sepaket. Salsa tukang gosip dan cepat memahami tentang beginian, dan Raya yang suka lama. Raya yang pintar dan Salsa yang agak sulit memahami materi.

"Ah, paham. Kesian banget Nabila. Tapi, kalau mantan gue yang paling di sayang balik, ya gue gak munafik sih, gue mau balikan lagi," tutur Raya.

Di setujui oleh Salsa dan Violet. "Apalagi, kalau mantan itu mantan terindah," kata Violet.

"Heh, mana ada mantan terindah. Kalau terindah gak bakal jadi mantan," seka Salsa.

"Ya kalau berpisah karena keharusan, atau gak di restuin itu bisa sih. Soalnya kan gak saling menyakiti," pembelaan Raya.

Mereka terus berbicara mengenai mantan. Tapi tidak di gubris sama sekali oleh Levita. Gadis itu malah sibuk memikirkan tentang Arsen yang beberapa hari ini sibuk dengan sang mantan.

Meskipun Arsen sudah berjanji, tapi tetap saja, Levita ragu akan janji dari seorang pria. Memang ia tidak pernah merasakan di khianati, tapi jika mendengar cerita sahabatnya, pria lebih sering mengkhianati dari pada menepati janji.

"Lev, are you okay?" tanya Salsa yang menyadari sahabatnya itu hanya diam.

Biasanya, Levita akan semangat memberikan kata-kata yang selalu tidak terduga.

"Hah, iya, gak papa kok," jawab Levita.

"Elu lagi, kenapa? Putus Lo sama Jingga?" celetuk Raya yang melihat Violet tiba-tiba diam.

"Bucin kaya Jingga mana mau putus sama Vio. Orang Violet itu seperti putri yang berharga bagi seorang Jingga," tutur Levita.

Tidak di bantah oleh Violet. Memang benar, kekasihnya itu terlalu bucin hingga tidak pernah memberikan lagi perhatiannya.

Levita kembali terdiam, entah kenapa rasa takut itu terus menghantuinya. Rasa takut akan Arsen yang kembali pada Naura. Padahal, malam itu ia bilang tidak apa-apa pada Arsen. Tapi, lain di mulut lain di hati.






*****




Yang di khawatirkan Levita sepertinya tidak benar. Pasalnya, Arsen terus menerus mencueki Naura. Sekarang keduanya sedang makan berdua di luar kantor, dengan alasan rapat penting. Padahal, Naura ingin berbicara serius dengan Arsen.

"Sen, kok kamu jadi beda gini?" tanya Naura.

Arsen diam, kemudian menatap tajam pada Naura. Apakah wanita itu tidak merasa bersalah setelah meninggalkan dan memutuskan sepihak?

"Hah, enggak kok. Beda gimana," jawab Arsen yang langsung mengaduk-aduk ice amerikano yang ia pesan barusan.

Tangan Naura menggenggam milik Arsen. Sentuhan itu, berbeda dari sentuhan milik Naura sebelumnya. Tidak ada yang Arsen rasakan. Jika dulu setiap ia melakukan skinsip dengan Naura jantungnya selalu tidak karuan, tapi kali ini tidak.

Arsen menepis tangan Naura, kemudian menyimpan tangannya di bawah meja. "Langsung ke intinya aja," ujar Arsen yang ingin cepat-cepat pergi.

"Sen, maafin aku. Aku udah ninggalin kamu begitu aja. Aku tahu kamu pasti kecewa. Tapi aku pernah bilang sama kamu, kalau aku bakal kembali," jelas Naura.

Arsen masih diam.

"Sen, aku masih sayang sama kamu," lanjut Naura. "Aku di Amerika gak bisa hidup tenang, aku di sana terus mikirin kamu," kata Naura.

Baru kali ini Arsen mendecih. "Serius? Lalu foto-foto sama para bule ganteng itu siapa sih? Masa ia kembaran kamu? Punya kembaran emang? Gak usah drama ya Na. Kalau aja bukan karena kerjaan, aku gak mau ketemu sama kamu!" kata Arsen yang masih bisa menahan emosi.

Memang semua orang menganggap putusnya mereka itu sederhana. Karena Naura pergi ke Amerika untuk pendidikan. Tapi bagi Arsen, itu tidak biasa. Di mulai dengan kepergian tanpa memberi tahu Arsen, kemudian memutuskan Arsen tanpa sebab dan masih belum memberi tahu dimana ke beradaannya.

Membuat Arsen menjadi frustasi mencari Naura. Dan beberapa bulan setelahnya, seseorang mengirimnya foto Naura tengah bercinta dengan seorang pria asing yang ia yakini adalah orang pribumi.

"Udah, kan? Aku permisi, masih banyak kegiatan yang harus di lakukan," ucap Arsen kemudian pergi.

Tapi Naura sangat cepat mengimbangi Arsen, hingga ia dapat memeluk tubuh Arsen dari belakang, membuat Arsen diam seribu bahasa.

"Arsen, waktu itu aku lagi mabuk, aku gak tahu Arsen. Kamu tahu kan, aku itu sayang banget sama kamu, aku gak bisa jauh dari kamu," Isak Naura.

"Kalau ia kamu gak bisa jauh dari aku, terus kenapa kamu pergi ninggalin aku? Kamu gak ngasih tahu aku keberadaan kamu saat itu. Otomatis kamu udah gak mikirin lagi tentang hubungan kita, Naura!" kata Arsen penuh penekanan.

"Arsenio. Aku ke sana di paksa sama Papa aku, kamu tahu Papa aku? Orang yang paling keras kepala dan keinginannya selalu harus di turuti. Aku di paksa untuk pergi tanpa ngabarin kamu. Sebenernya aku gak bisa, tap-"

"Kalau ia kamu masih sayang sama aku, kamu bakal lakuin segala cara buat ngabarin aku. Lagi pula, ini sudah tujuh tahun berlalu Na. Banyak yang berubah, termasuk perasaan aku!" tegas Arsen melepas pelukan Naura kemudian melengos pergi.

Naura tampak meneteskan air mata, ia tidak percaya dengan ucapan Arsen barusan.

Di dalam mobil, Arsen menghela nafas, menahan agar air matanya tidak jatuh. Bagaimana pun, ia merindukan Naura. Tapi di sisi lain, wajah Levita selalu terbayang di ingatannya, membuat ia mengingat janjinya pada Levita, bahwa ia tidak akan kembali pada Naura.

Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang