Kali ini, Levita di antar oleh Arsenio ke kampusnya, di dalam mobil Levita tidak bisa diam dan berhenti berbicara, Untung saja mood Arsenio sedang baik. Jika tidak, mungkin Levita akan kena semprot.
"Vit, bisa diem gak sih? Pengeng kuping gue," kata Arsenio.
Levita memiringkan kepalanya, kemudian tertawa. "Om, emang Lo gak pernah denger orang berceloteh, apa?" tanya Levita.
"Gue gak punya temen banyak ngomong kaya Lo. Lo sebelas dua belas sama Naufal," kata Arsenio.
Saat pertama kali bertemu Naufal, Levita mengakui kalau Naufal tampan, lebih tampan dari sang kakak. Kenapa orang tuanya menjodohkan ia dengan Arsen, kenapa tidak dengan Naufal?
"Naufal ganteng," celetuk Levita tertawa.
"Percuma ganteng kalau gak berpenghasilan," sombong Arsenio.
Tawa Levita menggelegar. "Percuma berpenghasilan, kalau pelit," ledek Levita.
Selama tiga hari ini, Levita selalu berbelanja menggunakan kartu pribadinya yang di berikan orang tuanya. Arsen belum memberi sepeser uang pun pada Levita.
Mata Arsen menatap Levita. "Nih ya, yang aku baca, uang suami uang istri, uang istri ya uang istri," cakapnya terkekeh.
Arsenio menghela nafas, ya memang itu kewajibannya. Lagi pula, penghasilan Arsenio perbulan pun lebih dari 100 juta.
"Mau apa sih?" tanya Arsenio.
"Gak tahu, sih. Lagi pula aku gak suka belanja," bangganya.
"Berarti lu bukan wanita," ujar Arsenio.
"Maksud Lo, gue wanita jadi-jadian, gitu? Mana ada wanita jadi-jadian cantik macam gini," sombongnya menyibakkan rambut.
Arsenio malah fokus ke jalanan, tidak menghiraukan yang di ucapkan Levita barusan, membuat gadis itu mencibir kesal.
"Om, kalau Om 30 tahun, berarti kita beda 11 tahun, dong? Aku kan, masih anak-anak," cicit Levita.
"Kalau masih kecil, kenapa udah nikah," sarkas Arsenio.
"Ya kan di paksa. Oh ya, Om. Om lulusan sekolah mana?"
"Bisa berhenti manggil Om gak, sih? Jengah banget gue denger Lo manggil Om," tegur Arsenio.
Levita memutar bola mata malas. "Menolak tua ya. Ya terus, mau aku panggil apa? Masa iya Papah." Tawa Levita lagi-lagi menggelegar.
"Lama-lama gue turunin di jalan juga nih," kesal Arsen.
"Jahat banget sih Lu Om. Gimana kalau dedek imut ini di culik?"
"Gak perduli," kata Arsenio.
Habis itu Arsenio menyalakan MP3, yang membuat Levita diam dan ikut bernyanyi. Tak Arsenio sangka, jika gadis itu memiliki suara yang bagus dan sangat merdu.
"Om—" ucapan Levita menggantung, karena Arsen sudah memberikan tatapan maut. "Hehe, Kak Arsen. Levi mau tanya, ini kamera punya siapa?" tanya Levita.
"Punya gue, kenapa?"
"Om suka fotografi? Ajarin Levita dong, Om," katanya antusias.
Seperti yang kita tahu, Levita sangat suka dengan fotografi, dan memotret. Tapi ia belum terlalu bisa, karena tidak di izinkan untuk mengambil kursus.
"Gak, gue sibuk. Sana turun, udah sampe di kampus." Karena kebanyakan ngobrol sampai-sampai mereka tidak sadar kalau sudah sampai di kampus Levita.
"Cepet banget, pake kekuatan buroq, ya Om?" canda Levita. "Om, Levita pergi dulu, ya. Om jangan kangen, eh Om gak bakal kangen deh, soalnya di hati Om bukan ada aku. Hehe, bye Om!"
Setelah keluar dari mobil, tak lupa ia melambaikan tangan pada Arsenio yang dengan cepat melakukan mobilnya.
Tak sadar ada seseorang di sampingnya, akhirnya Levita terkejut sendiri mendapati Violet yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Siapa?" tanya Violet.
Gelagapan. Akhirnya, ia merasakan takut jika mengatakan yang sejujurnya.
"Om, itu Om gue, hehe," bohong Levita.
"Om? Sejak kapan Lo punya Om? Perasaan Lo gak punya Om, deh. Orang tua Lo kan, anak tunggal juga," selidik Violet.
Drttt... Drttt...
Getaran di saku roknya membuat Levita menggodok saku dan melihat siapa yang meneleponnya. Karena Violet kepo, jadilah ia mengintip siapa yang menelepon Levita.
Om Arsenio🥶
Levita menyimpan telunjuk di bibirnya, memberi peringatan agar Violet diam dan tidak banyak bicara.
"Halo, Om?"
Violet menempelkan telinga di handphone Levita, sehingga membuat si empunya menghindar dan kesal.
"Kalau mau pulang, jangan lupa mampir ke kantor aku dulu, temen-temen aku mau kenalan sama kamu!"
"Wihh... Dalam rangka apa, nih? Boleh lah, pasti banyak cowok ganteng di sa—"
Belum selesai Levita menyudahi ucapannya, pria itu malah menutup telepon dengan sepihak.
"Dasar Om degel," kesal Levita.
"Om Arsenio emot orang pake es sambil kedinginan. Cieee," ledek Violet. "Mainnya sama Om-Om Lo," lanjutnya.
"Bodo, Om-Om banyak duitnya. Dari pada si Jingga, kagak ada duitnya," sarkas Levita pergi mendahului Violet yang mendelik sebal.
• to be continue •
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)
Novela JuvenilMenikah dengan seseorang yang berbeda usia bukanlah hal yang mudah. Apalagi, bagi seorang gadis berusia 19 tahun yang masih sering melibatkan orang tua dalam segala halnya. Levita Kayshila, gadis tomboy manja, anak satu satunya keluarga kaya raya, o...