Terpaut Usia [08]

4.5K 327 1
                                    

Bukan Levita namanya jika tidak melakukan hal di luar pikiran Arsen. Beberapa saat lalu, gadis itu mengangkat tabung gas LPG kecil dari luar ke dalam rumah, sampai Arsen memarahi Levita karena itu terlalu berat untuk wanita.

Padahal, Levita sering mengangkat beban yang lebih berat dari itu. Galon isi air pun Levita sanggup, apalagi gas LPG kecil. Tapi itu membuat Arsen sedikit marah. Bukannya apa-apa, Arsen hanya tidak ingin Levita terluka, dia juga yang repot.

Saat bangun tidur, Arsen menatap ke sebelahnya, tidak ada siapa pun di sana, yang artinya Levita sudah lebih dulu bangun. Tapi, saat ini baru pukul 04.55, tidak biasanya Levita bangun jam segini.

'brak'

Mendengar suara itu Arsenio langsung bangkit dari tempat tidurnya dan mencari keberadaan Levita. Saat ia melewati kamar mandi, Arsen mengerutkan keningnya Karena ada sebuah kursi yang ia lihat. Begitu ia lebih dekat, ketemu. Levita ada di sana sedang menaiki kursi.

"Heh, ngapain!" pekik Arsen.

Tentu saja terkejut, gadis itu tengah berdiri di atas kursi dan tengah membenarkan lampu yang kemungkinan mati.

"Lari. Ya benerin lampu, lah," jawab Levita ketus.

Ya iya, dia juga bisa lihat apa yang Levi lakukan, pakai nanya lagi.

"Turun!" titah Arsen.

Gadis itu tidak mendengarkan. Gadis itu malah menjanjikan kakinya agar sampai pada bolongan lampu dan memasangkan lampu itu.

"Levi... Turun!"

"Aduh Kak Arsen, Levi mau benerin lampu ih, mati. Kalau lampu kamar mandi mati itu bahaya Kak, kamar mandi sarangnya... Hantu," katanya membisikan kata hantu.

"Turun sekarang, nanti kamu jatuh!"

Memang keras kepala Levita ini. Sudah berkali-kali di kasih tahu tetap saja tidak akan mendengar dan tidak akan turun, selain Arsen yang turun tangan.

Pria itu mendekat ke arah Levita, dan menggendong gadis itu agar turun, di bawanya ke ruang tengah dengan Levita yang terus menggerak-gerakan kaki dan tidak bisa diam.

Sampai di ruang tengah, Arsen mendudukkan Levita di sofa, lalu berjongkok di depan Levita dan menatap mata Levita dalam.

"Kamu gak mau dengerin aku? Kalau kamu jatuh gimana? Lantai kamar mandi tuh licin," protes Arsen.

"Kak Arsen, aku mau benerin lampunya ih, belum selesai," rengek Levita.

"Kamu, kan, bisa nyuruh aku. Aku masih bisa," kata Arsen.

Levita tahu, pekerjaan seperti itu bisa di lakukan oleh Arsen. Tapi ia tidak mau merepotkan Arsen. Apalagi Arsen tadi tengah tertidur nyenyak, mana bisa Levita membangunkan untuk menyuruh membenarkan lampu.

"Selagi aku bisa ngerjain, aku gak perlu minta tolong Kakak," jelas Levita.

"Aku tahu, kamu gak mau nyusahin aku. Tapi itu bahaya buat kamu, kalau kamu jatuh? Siapa juga yang repot," ketus Arsen.

Levita diam. Akhir-akhir ini mood nya sedang tidak baik. Mungkin karena sedang datang bulan, jadilah ia selalu sensitif dan merasa tersinggung dengan ucapan Arsen tadi.

"Iya, aku selalu ngerepotin Kakak kok, aku selalu bikin Kakak emosi, selalu gak pernah dengerin Kakak. Aku tahu," ucapnya pergi ke kamar dan menutup pintu keras.

Arsen hanya diam, mengingat apa yang ia ucapkan sampai-sampai gadis itu tiba-tiba marah padanya. Tapi seingat dia, tidak ada kata-kata yang menyinggungnya. Ia kira Levita akan berbeda dari wanita lainnya, tapi nyatanya sama saja, selalu marah tiba-tiba.







°°°





Arsen menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga Renaldi. Kali ini pulang dari kantor, ia mampir ke rumah Renaldi dan kumpul bareng sahabatnya. Sudah lama rasanya ia tidak kumpul seperti ini, padahal beberapa waktu lalu mereka ingin pergi bisnis bareng, hanya saja Arsen tidak ikut.

"Kenapa muka Lo kusut banget," celetuk Sandi yang tengah nyemil es batu.

Sahabat Arsen memiliki kebiasaan yang aneh-aneh, Sandi saja contohnya. Dan masih banyak keanehan dari sahabatnya.

"Levita ngambek, gak tahu dia ngambek karena apa," kata Arsen.

"Wah gak di kasih jatah nih," celetuk Adul.

Arsen mendelik. "Kasih jatah pala Lo, selama gue nikah sama dia, gue gak pernah ngelakuin apa-apa, kecuali pegang tangan dia sama gendong dia, itu juga baru sekali," jelas Arsen.

Semua orang yang ada di ruangan mendadak hening dan diam.

"Hah? Kok bisa?" tanya Topan.

"Kalian gak tahu, ya. Gue sama Levi itu cuma nikah kontrak, kalau satu tahun gue sama dia masih belum cinta, terpaksa kita cerai," jelas Arsen.

Lagi-lagi semua diam. Tidak habis pikir dengan kehidupan sahabatnya itu. Padahal, Sena, Adul dan Topan selalu iri dengan Arsen yang memiliki istri cantik seperti Levita. Tapi nyatanya, mereka hanya nikah kontrak.

"Apa karena Lo masih cinta sama perempuan yang udah ninggalin Lo?" tanya Sena.

Arsen diam. Tapi ia tidak bisa memungkiri apa kata Sena tadi, memang dia masih cinta dengan wanita itu. Wanita yang tiga tahun lalu pergi meninggalkannya, tanpa alasan dan sebab apa pun, membuat Arsen patah hati dan enggan untuk membuka hati sebelum wanita itu kembali.

Tapi nyatanya, sekarang Arsen tidak bisa membuka hati untuk wanita itu, karena ia sudah memiliki hati yang harus dia jaga, walau nyatanya belum meyimpan rasa.

"Kalau emang Lo masih sayang sama perempuan itu, Lo jangan bersikap seolah Lo sayang sama Levi. Lo jangan kasih harapan buat dia. Lo tahu, hati cewek itu mudah luluh, gue takut, nanti perempuan itu datang, dan Levita bakal terluka," kata Sena mencoba menceramahi Arsen.

Pertemanan mereka memang tidak semuanya satu umur. Umur mereka berbeda-beda, hanya saja karena sudah saling nyaman dan percaya, jadilah mereka selalu memanggil tanpa embel-embel 'Kak'.

"Gue tahu, tapi perasaan gue ke Levi kaya perasaan Kakak ke Adek. Kalian tahu, umur Levi sama Adek gue Naufal cuma beda satu tahun dan tuaan Naufal."

"Gue cuma ngingetin aja. Jangan sampe Levita berpaling sama cowok lain, karena yang suka sama Levita banyak, secara dia itu muda, cantik sama ceria," jelas Sena.

Arsen diam. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi sekarang.

Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang