Sudah empat hari setelah kejadian Arsenio di panggil oleh rektor universitas Levita. Mereka berdua malah jadi seperti orang asing, pernikahan satu Minggu bukannya semakin dekat, malah saling menjauh. Arsenio kesal dengan sikap kekanakan Levita seperti itu. Menandakan, bahwa Levita belum dewasa, dan memikirkan setelahnya.
Levita hanya memuaskan emosinya saja. Memang niat Levita baik, ingin membantu sang sahabat, tapi caranya itu yang membuat Arsenio kesal. Apalagi, Arsenio sangat tidak suka seseorang yang bermain kekerasan.
Terlihat Levita tengah memberikan alkohol dengan kapas pada sudut bibirnya yang masih terasa nyeri. Sudut bibirnya tak sengaja terkena kuku gadis itu yang sangat panjang, membuat robekan kecil di sudut bibir Levita.
Merasa mendiamkan Levita terlalu lama dan ia pun tidak tega melihat gadis itu keksusahan memberikan obat, membuat Arsenio berinisiatif membantu Levita.
"Sini!" kapas yang baru di tetelkan itu langsung di rebut oleh Arsen.
Tentu saja Levita terkejut. Selama empat hari ini, boro-boro ingin membantu, menyapa saja tidak. Bahkan Arsenio sering pulang malam saat Levita sudha tidur.
"Om, masih marah?" tanya Levita.
Tidak di jawab oleh Arsenio, ia sibuk meneteskan alkohol pada luka di kaki Levita yang belum kering.
"Om... Masih mar— aww... Sakit," rengek Levita ketika lukanya di tekan keras oleh Arsen.
"Bisa diem gak sih?" cerca Arsenio.
Akhirnya Levita diam walau sambil mendelik kesal. Sepertinya Levita sudah kembali, tidak seperti empat hari belakangan ini yang sering murung.
"Beres," ucap Arsenio kemudian membenarkan posisi duduknya.
"Ommm..." Rengekan itu membuat Arsenio menghela nafas.
"Udah di bilang jangan panggil Om."
"Abisnya aku bingung mau manggil apa. Bodo amat, yang penting, Om jangan marah lagi ya. Soalnya aku gak ada temen bicara kalau Om ngambek, apalagi Om pulang malem, Levi takut," adu Levita dengan tatapan sendu.
Biasanya Arsenio tidak akan mempan di bujuk oleh siapapun dengan tatapan seperti itu. Tapi kali ini berbeda, karena Levita yang melakukan itu.
"Tapi Lo janji gak bakal kaya gitu lagi. Karena gue gak suka," kata Arsen.
Di angguki semangat oleh Levita.
"Levi janji, gak bakal berantem lagi. Tapi Om jangan marah, ya." Ia menjulurkan jari kelingkingnya.
Di gelengi oleh Arsen, karena selalu saja Levita bersikap kekanakan.
Tapi akhirnya jari kelingking mereka bertaut.
"Udah gue bilang, kan, jangan panggil Om!" Arsenio tetap saja menolak di panggil Om.
"Setuju. Tapi, kita gak boleh pake lo-gue. Kita pake aku kamu aja," usul Levita.
Awalnya Arsenio ingin menolak, tapi melihat Levita menaik turunkan alisnya, ia pasrah dan mengangguk.
"Yey... Om Arsen baik," serunya. "Eh, Kak Arsen maksudnya," ralatnya sambil terkekeh.
°°°°°°
Niat Violet tadinya ingin mengunjungi rumah Levita. Tapi, sahabatnya itu langsung melarang dan mengancam jika pergi ke rumahnya, ia akan marah. Karena terlanjur di luar, akhirnya Violet pergi ke mall hanya untuk sekedar jalan jalan menghirup udara segar.
Pikirannya akhir-akhir ini sedang kacau, selain pertengkaran Levita dengan selingkuhan Gilang, belum lagi Raya yang masih terluka. Di tambah, hubungannya dengan Jingga di ambang perpisahan.
Karena Jingga terlalu sibuk dengan kuliah, sehingga tidak ada waktu untuk Violet yang selalu ingin bermanja dengan sang kekasihnya itu.
Brak!
Violet panik, saat ia tak sengaja menyenggol orang sampai orang itu terjatuh. "Maaf," ujar Violet membantu pria itu bangkit.
"Maaf banget, gak sengaja. Ada yang luka? Apa perlu di obatin? Perlu ke rumah sakit? Aduh, maaf banget," cerocos Violet sambil membungjuk-bungkuk.
Pria itu malah terkekeh dan tersenyum melihat kelakuan gadis di hadapannya ini.
"Gak papa, Mbak. Cuma pantat doang ciuman Ama lantai," ujarnya.
"Bagus deh, biar pantatnya tambah gede, Mas," kekeh Violet kemudian pergi setelah berpamitan dengan pria yang ia tabrak.
Pria itu malah di buat penasaran dengan wanita tadi, pasalnya, ia belum pernah melihat gadis cantik, bertubuh tinggi memiliki selera humor yang sama dengannya.
Pria itu melanjutkan perjalanannya ke tempat parkir dan pergi ke rumah sang kakak.
Sementara Violet, ia pergi ke bioskop untuk menonton sendiri, menatap iri pada pasangan yang duduk di sekitarnya. Utang saja Violet bisa sabar dan tahan hingga akhir tayangan.
°°°°°
"Ngapa lu senyum-senyum kaya orang gila," celetuk Levita yang sudah dekat dengan Naufal, adik Arsenio.
Naufal dan Levita hanya berbeda satu tahun saja, lebih dulu Naufal.
"Kak, masa gue tadi ketemu cewek cantik, tinggi, senyum manis, sama selera humor yang sama kaya gue!" jujur Naufal pada Levita yang menyodorkan minuman dingin pada adik ipar.
Sementara Kakaknya Naufal, Arsenio sedang berada di kamar mandi karena belum membersihkan badannya sepulang dari kantor.
Meskipun Levita lebih muda dari Naufal, tetap saja Naufal memanggil Levita dengan embel-embel 'Kak' karena ia adalah istri dari kakaknya.
"Sumpah, siapa? Seumuran Lo, kah?" tanya Levita.
Mereka sudah seperti sahabat saja. Ngobrol asik dan saling berbagi tawa. Apalagi, tawa Levita sangat lebar ketika bersama Naufal, membuat Arsen yang melihat itu sedikit tidak suka.
Pasalnya, tawa Levita tidak selepas itu dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)
Teen FictionMenikah dengan seseorang yang berbeda usia bukanlah hal yang mudah. Apalagi, bagi seorang gadis berusia 19 tahun yang masih sering melibatkan orang tua dalam segala halnya. Levita Kayshila, gadis tomboy manja, anak satu satunya keluarga kaya raya, o...