"Om, mau kemana?" tanya Levita yang melihat Arsenio sudah berpakaian rapi di hari Minggu.
Meskipun sudah beberapa kali ia di tegur karena memanggil Om, tetap saja Levita tidka bisa mengubah kebiasaannya itu.
"Oh iya, aku lupa bilang. Aku dua hari ini bakal ke luar kota," jawab Arsenio.
Mendengar ucapan Arsen, Levita diam. Bukannya apa-apa, kenapa Arsen tidak memberitahunya. Kalau memberitahu, mungkin Levita akan bersiap dan nginep di rumah orang tuanya. Jika mendadak gini, mungkin orang tuanya akan menyangka kalau ia dan Arsen berantem.
"Kenapa gak dari malem, sih," ketusnya.
"Udah di bilang lupa. Kamu bisa nginep di rumah Papah-Mamah atau Ayah-Bunda aja," usul Arsen.
"Bunda sama Ayah, kan, lagi di luar kota juga dari Minggu lalu," jawab Levita.
"Ya udah, di rumah Mamah-Papah aja. Aku Anter sekarang, biar aku yang jelasin."
Akhirnya Levita mengangguk, lalu bersiap untuk nginep dua dari di rumahnya tercinta.
Tapi saat sudah selesai dengan bawaannya, tiba-tiba ibunya menelepon, bilang kalau saudaranya yang ada di Tasik akan menikah, dan mereka sedang ada di jalan sekarang.
Levita menghela nafas, kenapa di saat seperti ini semua orang pergi ke luar kota barengan, kenapa gak gantian aja, kan, Levita gak ada temen.
"Ommm..." teriak Levita sambil menghampiri Arsenio yang tengah menyantap sarapan.
"Hmm?" Hanya di balas deheman oleh pria itu.
Levita menyodorkan handphone pada Arsenio yang hanya menatap kebingungan. Akhirnya pria itu membawa ponsel milik Levita, lalu membacanya.
"Yah, terus gimana?" tanya Arsenio.
"Aku gak bisa kalau sendirian, takut," rengeknya.
"Kamu panggil aja Violet, Raya atau Salsa biar kamu ada temen," usul Arsenio.
Itu sih yang ia pikirkan tadi. Tapi mana bisa, ini rumah Arsen bukan rumahnya, jika sahabatnya kesini, mereka akan tahu kalau ia sudah menikah. Ingin pergi ke rumahnya, semua kunci di bawa oleh ibunya.
"Naufal gak ikut, 'kan?" tanya Levita.
Arsenio menggeleng. "Dia ada kelas, jadi gak ikut. Kenapa?"
"Suruh Naufal kesini aja, suruh temenin aku," kata Levita antusias.
"Serius? Gak papa sama Naufal?"
"Iya, lagi pula dia adik kamu. Ngapain takut, dia gak bakal ngapa-ngapain. Kalau ngapa-ngapain, aku tendang aja tuturnya," bangga Levita.
Arsen hanya menggeleng, kemudian menelepon sang adik dan menyuruhnya ke rumah setelah beres semuanya.
"Ya udah, buruan sarapan!" titah Arsenio di angguki oleh Levita yang duduk di hadapannya.
Gadis itu melahap masakannya dengan sangat rakus. Seperti tidak menemukan makanan beberapa hari.
"Pelan-pelan!" Tangan Arsenio terulur mengusap bulir nasi yang tersisa di sudut bibir Levita.
Levita merasa biasa saja, detak jantungnya pun masih normal, suhu tubuhnya juga. Berarti, ia belum merasakan jatuh hati dengan pria ini.
"Om, ternyata Om bisa romantis juga ya. Pasti mantan Om itu beruntung miliki Om," katanya sudah payah karena sedang mengunyah.
Arsenio diam. Tapi memang benar apa yang di katan Levita barusan, mantannya itu beruntung mendapatkan pria seperti Arsenio yang sampai sekarang masih menunggunya kembali.
"Ya udah, aku berangkat dulu, ya," pamit Arsen.
"Iya Om, hati-hati, ya. Aku bakal beres-beres sambil nungguin Naufal," kata Levita antusias.
Arsen tidak menghiraukan itu, ia pergi ke luar dan memanaskan mobilnya sebentar, kemudian bergegas ke bandara setelah melihat Levita melambaikan tangan untuknya.
°°°°°
"Naufal, akhirnya Lo datang juga, gue takut. Si Om malah ninggalin," adu Levita saat Naufal sudah datang.
Naufal membawa beberapa kantong keresek, pesanan levita tentunya. Saat dalam perjalanan tadi, Levita meminta Naufal untuk membelikan makanan dan cemilan, mau tidak mau Naufal harus menuruti itu.
"Lo masih aja manggil Abang gue Om," kata Naufal.
"Nih ya, gue belum terbiasa gitu, ngerti lah Lo," tutur Levita.
Keduanya menyantap makanan sambil mengobrol dan menonton televisi yang memutar film yang sudah di pilih oleh Naufal. Ya begitulah jika bertemu, mereka akan menonton film dan nyemil bareng, walau sesekali menggibah.
Walau keduanya berbeda kampus dan beda angkatan, tapi tetap saja Naufal tahu siapa saja yang di bicarakan Levita, seperti Gilang yang sudah membuatnya emosi hingga berantem sampai Arsenio marah padanya juga.
Saking asiknya dengan film dan obrolannya, sampai-sampai handphone berbunyi pun Levita tidak sadar, karena ia menggunakan mode hening, supaya tidak ada yang menganggunya.
'ckrek'
Levita dan Naufal saling menatap satu sama lain, terkejut dengan suara pintu yang terbuka sendiri. Kemudian mereka dengan kompak melirik jam, menunjukkan pukul 18.32, yang mana jika itu Arsenio tidak mungkin. Pasti pria itu sudah sampai di tempat tujuannya sekarang.
Tapi, langkah kaki besar dan kemunculan sosok pria itu membuat keduanya mengerutkan kening dan kebingungan.
"Pulang sana!"
"Lah, gak jadi?" tanya Naufal.
"Gak, udah sana Lo pulang, Levita udah ada temen," usir Arsenio.
Yup, Arsenio kembali ke rumah.
"Dih, tadi aja Lo mohon-mohon supaya temenin Levi, sekarang gue di usir. Ya udah, gue pulang dulu ya, Vi, bye!" Naufal pergi dan melambaikan tangan.
Setelah kepergian Naufal, Levita beranjak dari sofa dan menghampiri Arsenio.
"Om, gak jadi? Katanya mau dua hari?" tanya Levita yang ingin tahu.
"Di batalin, udah aku mau mandi," katanya sambil melengos pergi.
Beberapa jam yang lalu...
"Gue kira Lo gak bakal ikut," celetuk Renaldi.
Arsenio yang baru saja sampai sudah di kasih pertanyaan seperti itu.
"Levi sama siapa, Sen?" tanya Adul.
"Sama Naufal."
"Lo biarin aja gitu?"
"Lah, kenapa emangnya? Dia adik gue."
"Tapi Naufal udah gede, Levita juga. Mereka cuma terpaut satu tahun doang. Apalagi yang gue liat dari instastory Naufal, mereka berdua bahagia banget Lo gak ada."
Memang, mereka ini bukannya membuat sahabatnya tenang, malah di panas-panasin.
"Apaan sih, pikiran Lo kejauhan," ketus Arsenio tidak perduli.
Perjalanan bisanis kali ini pergi ke kota Surabaya, yang mana dari mereka sama-sama memiliki pekerjaan yang sama juga.
Di perjalanan menuju bandara, Arsenio tidak hentinya memikirkan Levita dan Naufal, ia bahkan bulak balik akun Instagram nya Naufal dan Levita, tapi tidak ada yang menupload apapun.
Menelpon Levita pun tidak di angkat oleh gadis itu, membuat Arsenio tidak dapat berpikir jernih.
"Eh Pan, gue balik aja deh," ucap Arsenio tiba-tiba.
"Eh, kenapa?" tanya Topan yang menyetir.
"Gak papa, gue berhenti sini aja, nanti gue ke rumah Adul dulu bawa mobil. Sorry ya, gue gak bisa ikut. Ren, urusan perusahaan gue serahin ke Lo, ya. Gue gak bisa ninggalin Levita sendiri. Gue duluan," katanya keluar dari mobil Topan, dan menghentikan taxi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)
Novela JuvenilMenikah dengan seseorang yang berbeda usia bukanlah hal yang mudah. Apalagi, bagi seorang gadis berusia 19 tahun yang masih sering melibatkan orang tua dalam segala halnya. Levita Kayshila, gadis tomboy manja, anak satu satunya keluarga kaya raya, o...