(COMPLETED)
Siapa sangka hubungan yang dirajut selama setahun akhirnya kandas begitu saja, belum lagi masalah-masalah lain yang terus datang menghampiri Akela Senarita secara bertubi-tubi berhasil menghancurkan tembok pertahanan yang gadis itu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-DISTRUTTO 27-
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan rumah Akela masih terlihat ramai, gadis itu kedatangan orang-orang terdekatnya, mereka khawatir dengan keadaan Akela saat menerima kabar dari Rega.
"Kela udah baikan? Bagian mana yang masih sakit? Bilang sama Mama," ujar Ana dengan wajah berantakan karena air mata berkeliaran di sana.
Akela tersenyum, keadaanya jauh lebih baik dibanding tadi sore. Setelah diantar Rega ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan mengenai lukanya yang ternyata lumayan parah, gadis itu segera dipulangkan ke rumah. Ia juga sempat beristirahat sebelum Mama dan yang lainnya datang.
"Udah enggak papa kok, Ma. Akela udah baikkan, apalagi ada Mama di sini." Akela memandang Ana dengan senyuman manis, di sekitarnya berdiri orang-orang yang menyayanginya, keluarga, pacar, serta sahabat tersayangnya.
"Kalau lukamu sakit atau badanmu kurang nyaman bilang sama Papamu atau abangmu ya? Atau kamu bisa chat Mama."
Akela mengangguk, kemudian memeluk Mamanya erat. "Makasih, Ma," bisik Akela.
"Akela," panggil Rahman.
Semua pasang mata memperhatikan Rahman, menunggu ucapan selanjutnya.
"Oom minta maaf soal Kei, keadaannya sedang tidak baik."
Akela mengangguk. "Akela ngerti kok dan ini bukan salah Oom."
Rahman semakin merasa tidak enak. "Oom mewakili Kei minta maaf sama kamu."
"Akela maafin."
Rahman mengusap kepala putri istrinya lembut. "Om salah, seharusnya Om lebih cepat menangani masalah ini, kesehatan mental Kei memang terganggu semenjak kematian Mamanya, ia sulit dikontrol ketika hal yang menurutnya salah datang menghampiri. Salah Om juga tidak memperketat penjagaan.
Akela tampak ragu, matanya sesekali menatap sekitar. "Terus sekarang Kei di mana?"
Rahman menjawab, "Dia sedang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa Intan Belinda."
Semua yang ada di kamar Akela mengerti pasti, ada luka di hati Rahman. Nadanya terdengar getir saat menyebutkan keberadaan anaknya. Keluarga yang dulu begitu hangat, hancur begitu saja. Kepercayaan yang dibangun begitu lama, luruh seiring waktu. Tidak ada satupun yang menginginkan hal seperti ini, baik Rahman maupun Ana.
Di sisi lain, Akela tercenung. Dirinya sadar bahwa seberat apapun masalah dihadapannya, selalu ada orang-orang yang melindunginya, sedangkan Kei, ia sendiri, sosok pahlawannya telah lebih dulu berpulang ke pangkuan yang Maha Kuasa. Bahkan sang papa malah berada di sini bukannya menemani Kei di sana. Rasa iba kembali menghampiri, ia tau pribadi Kei tidak baik tapi membalasnya dengan cara buruk hanya akan membuat masalah bertambah rumit dan Akela menghindari itu.
"Om sering-sering lihatin Kei, ya? Dia butuh Papanya karena support keluarga itu obat paling mujarab bagi mental dia." Akela menoleh ke arah mamanya. "Mama jangan larang om Rahman untuk jengukin Kei, ya?"