Alkan dan Hana kembali menghadap ke Rahma memberi tahu keputusan yang mereka ambil setelah perbincangan tadi.
Alkan mengaku jika ia belum mencintai Hana, ini murni karena pertanggungjawaban. Tapi bisa saja cinta itu datang seiring waktu, 'kan?
Hana sendiri juga belum mencintai Alkan, dan ia akan menikah dengan Alkan semata-mata agar ada ayah dari bayinya. Ia juga belum mencintai bayinya, tapi selalu ia ingat jika janin yang ada didalam kandungannya itu adalah darah dagingnya. Bagaimanapun janin itu adalah anaknya.
Rahma menyetujui keputusan mereka, karena ini adalah hak mereka. Yang akan menjalani pun mereka.
Wanita tua itu menghubungi dokter kepercayaan keluarganya untuk lebih memastikan jika Hana hamil.
"Oma kenapa sih pake panggil dokter segala?" tanya Hana kesal.
"Ini buat memastikan."
"Udah di pastiin kok sama testpack."
"Ngalah sih." kata Alkan pada Hana.
Menjelang sore, cowok itu belum pulang ke rumahnya, biasanya ia tidak pulang ke rumahnya karena kedua orangtuanya yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada sih saudaranya perempuan, tapi juga sibuk dengan kuliahnya. Dan jika ia pulang ke rumah pasti ribut dengan kakaknya.
Alkan juga sedari tadi berbincang-bincang dengan nenek Hana, membahas profil lengkap Hana. Ia cukup lumayan akrab dengan nenek Hana yang ternyata ramah. Sedangkan dengan Hana, sekedar berbincang ketika penting dan asik pada waktunya.
"Orang tua kamu gak nyariin?"
"Orang tua saya jam segini mah masih sibuk sama pekerjaannya."
Cukup ragu Alkan untuk memberitahu tentang Hana, karena takut jika orangtuanya tidak akan merestui dan malah mencaci maki Hana. Tapi jika dipikir lagi, ini sudah keputusan yang dia ambil. Dan apapun resikonya pasti akan dia tanggung.
Tok tok tok
"Permisi."
Ketiga orang itu menoleh saat mendengar ketukan di pintu masuk. Rahma menghampiri sang empu yang sudah ia tebak jika dokter Rai, dokter kepercayaan keluarganya.
"Masuk Dok,"
"Ada yang sakit Oma?"
"Enggak Dok, saya cuma mengecek kondisi cucu saya."
"Oh, Hana?"
"Iya Dok."
Hana dan Alkan langsung berdiri dan menyapa dokter cantik itu.
Hana deg-degan setengah mati, bagaimana nanti jika dokter tahu dirinya tengah hamil? Neneknya ini membuatnya malu. Kembali lagi, jika ia malu, berarti ia malu mengakui janin yang dikandungnya. Sudahlah, toh nanti juga cepat atau lambat pasti akan tahu.
Gadis itu melirik Alkan, ni bocah kok santai banget sih?
"Mari ke kamar Hana." kata Rahma.
Alkan ikut membuntuti Rahma ke kamar Hana. Hana menyenggol lengannya, "Lo gak takut?"
"Takut kenapa?" tanya Alkan heran.
Hana menggeram. "Gue kan mau diperiksa bego." Tangannya terangkat ke udara.
"Kasar." Alkan menyentil jidat Hana.
Hana mengusap jidatnya yang tadi di sentil lelaki itu. "Ngapain takut?"
"Si bege. Keong lo."
Alkan tahu maksud Hana. Takut jika dokter itu tahu bahwa Hana hamil, 'kan? Lelaki itu ingin sesekali mengisengi Hana. Alkan tidak takut, sebagai lelaki yang gentleman disini ia harus menerima lapang dada dan mengakui. Bukannya malu atau takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident
Teen Fiction"Makasih lo udah bikin hancur gadis yang udah hancur ini." Hana itu gadis yang berandalan, anak geng motor, bejat, tapi sebejat-bejatnya dia, tidak pernah ia sebejat sekarang. Alkan, ketua geng motor King yang sangat kejam jika sudah berhadapan deng...