Hana kembali merasa mendapatkan kasih sayang sang ibu dari Meria. Wanita itu tipe ibu yang penyayang, baik hati, dan perhatian. Sungguh, Hana ingin juga seperti Meria untuk anak-anaknya kelak.
Ia juga sudah mulai tidak canggung dengan keluarga Alkan. Banyak hal-hal yang diperbincangkan kemarin.
Tentang opini Hana yang mengira keluarga Alkan galak, emosional, adalah salah. Ternyata keluarga itu sangat humoris dan tidak kaku seperti keluarganya.
Kemarin juga gagal untuk bertemu dengan keluarganya, selain karena berbincang tak tahu waktu, itu juga karena ia lupa memberitahukan kepada neneknya agar menyuruh keluarganya berkumpul. Karena jika bukan neneknya yang menyuruh, pasti anak cucunya pasti malas menuruti. Anak neneknya yang gila kerja dan cucu-cucunya yang mengais pendidikan di luar negeri.
Setelah di panggang di lapangan yang panas, kelas Hana sudah khidmat saat kedatangan Bu Sri.
"Di kumpulkan tugas kemarin!" kata Bu Sri tanpa basa-basi. Kebiasaan.
Mampus gue kayaknya belum kata Hana dalam hati. Kebanyakan masalah membuatnya lupa akan kewajibannya sebagai murid.
"Dys, Gladys!" Gladys yang merasa dipanggil, memutar badan ke belakang.
"Kenapa Hana?" tanya Gladys dengan gerakan mulut. Karena tempat duduknya pas didepan Bu Sri, takut jika guru itu mendengar.
Hana mengangkat buku tulis seraya menunjuknya, "Liat punya lo."
"Mau dikumpulin." ujar Gladys saat melihat teman sekelasnya maju kedepan mengumpulkan kertas sobekan.
Gadis berambut sebahu itu mendengus kesal. "Aku kumpulin ya Hana?" tanya Gladys takut. Hana mengiyakan dengan kode matanya.
Ia kembali berpikir. Jika ia ngebut hari ini, pasti tidak akan selesai, karena jawaban sejarah itu pasti akan memakan waktu setengah jam saking banyaknya kata demi kata.
Ia memutuskan untuk menyusul saja mengumpulkannya.
"Eh, halaman berapa ya tugasnya?" tanya Hana pada cewek di bangku sebelahnya.
"56-57." jawab cewek yang tidak Hana kenal namanya.
Hana tidak akan bersusah payah mengenal orang yang tidak penting bagi kelangsungan hidupnya. Dikelas ini, Hana tertutup. Duduknya pun di pojok belakang sendirian.
Jumlah murid dikelasnya yang genap, tidak memengaruhi Hana untuk duduk sendiri. Karena ia menolak untuk duduk bersama. Jadilah siswi itu duduk sendirian juga. Memang meribetkan saja Hana ini.
"Thanks."
Membuka halaman sesuai dengan yang diberitahu cewek itu, dan ia hanya akan mencari jawabannya dulu. Menulisnya nanti saja. Paling-paling juga nanti tanda tangan yang ia dapat setelah mengumpulkan tugas. Itulah Bu Sri. Sering memberi tugas yang jawabannya sebanyak dosa, tapi hanya menandatangani sebagai bentuk apresiasi.
"Hana Rembulan? Mana tugas kamu?" Ia membenci ini bukan karena malu akibat belum mengerjakan tugas. Tapi ia membenci saat semua mata mengarah kepadanya.
"On the way, Bu."
"Kamu ini kenapa selalu terlambat buat mengumpulkan tugas?" Sialnya, dia sudah terlihat buruk di pelajaran ini.
"Pas itu nggak denger kalo Ibu beri tugas."
"Alasan saja kamu! Cepat ibu kasih waktu sampai jam kedua buat dikumpulkan."
Hana menghembuskan nafas. Sial, ini terjadi lagi.
-*-
Tangan Hana terasa pegal setelah menulis hampir tiga puluh menit. Ia memutuskan untuk tidur sebentar di kelas yang sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident
Teen Fiction"Makasih lo udah bikin hancur gadis yang udah hancur ini." Hana itu gadis yang berandalan, anak geng motor, bejat, tapi sebejat-bejatnya dia, tidak pernah ia sebejat sekarang. Alkan, ketua geng motor King yang sangat kejam jika sudah berhadapan deng...