21. Baby

14.8K 938 61
                                    

"Gue gak tau Alkan... Gue gak tau harus gimana sayang sama bayi ini hiks.. Karena-- karena gue gak dapet kasih sayang dari orang tua gue dari kecil.. hiks..." ucapnya dengan sesenggukan.

"Gue benci sama bayi ini. Gue gak suka.. Gue gak tau harus ngelakuin apa." Hana mencoba melepaskan pelukannya tapi Alkan mendekapnya semakin erat.

"Gue gak bakal jadi orang tua yang baik." Alkan menggeleng tanda tak setuju dengan ucapan Hana.

"Lo udah ngalamin hal itu, dan pasti gak mau kan kalo anak kita mengalami hal yang sama kayak lo?" Alkan tidak berniat menyindir Hana, sungguh. Lelaki itu hanya ingin Hana bisa menyayangi bayinya, meski kehadirannya tidak di inginkan.

Hana masih menangis sambil mencerna ucapan Alkan.

"Gue tau pasti lo gak bakal mengulang apa yang udah lo rasa selama ini, Hana." ucapnya tepat di telinga Hana membuat perempuan itu membayangkan apa yang akan terjadi pada anaknya nanti. "Apalagi itu anak lo sendiri."

"Lo kalo mau benci, benci gue aja. Jangan benci bayi ini."

"Bayi ini gak bersalah, Na."

"..." Hana masih bungkam.

Satu tangan Alkan beralih mengangkat dagu Hana.

"Lo percaya takdir 'kan? Lo percaya nggak kalo setiap kesedihan pasti datang kebahagiaan?" Hana tak merespon, ia hanya menatap mata Alkan.

"Ini takdir yang udah digariskan oleh Tuhan, meski dengan cara yang salah. Gue percaya kalo setelah ini bakal ada kebahagiaan yang menggantikan."

"Gue gak percaya ada pelangi setelah hujan. Lo liat aja contohnya, gue. Setelah ortu gue meninggal, kehidupan gue malah tambah hancur. Malahan lebih parah lagi. MBA. Gak gue nyangka Alkan bakal separah ini."

"Gue tau. Gue tau banget. Gue mau lo percaya satu kali lagi. Mungkin setelah ini bakalan benar-benar ada pelangi." ucap Alkan.

Sunyi beberapa saat sebelum Hana berucap. "Bimbing gue Alkan. Bimbing gue biar bisa sayang sama bayi ini. Sekaligus jadi ibu yang baik." ucap Hana walau sedikit ragu.

Senyum Alkan terbit. "Always," Ia juga mengusap air mata Hana.

Lelaki itu mengelus perut Hana yang masih rata. "Hi baby, sehat terus di perut Mama ya."

Entah dorongan dari mana, Alkan mengecup perut Hana membuat sang empunya mematung tak percaya.

Ini Alkan bukan?

Biasanya Hana akan memukul orang yang bertindak tak pantas kepadanya. Tapi ini, entahlah. Bahkan ia hampir terbawa suasana.

Hana berkedip saat Alkan menyodorkan sendok ke mulutnya. "Lo harus makan banyak."

Terkesiap ketika Alkan mengisyaratkan agar Hana menerima suapannya. Dengan wajah yang merah bagai tomat, ia menerima suapan itu.

"Ini dari siapa?" tanya Alkan di sela-sela menyuapinya.

"Dari Oma."

Alkan menyicipi makanan itu. Enak, pikirnya.

"Lo ngapain?!" pekik Hana sambil melotot.

Kesal dengan pertanyaan Hana. "Nyobain lah." jawabnya dengan nada sebal.

"Ini kan sendok bekas gue." ujarnya gregetan. Baru saja manis, sekarang kembali menyebalkan.

"Emang kenapa?"

Apa Alkan tidak merasa jijik dengan bekasnya? Lagian bukankah sama saja dengan ciuman tidak langsung? Ah entahlah, pikir Hana.

Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang