Hampa yang tertinggal.

10K 990 63
                                    

"Pergi selalu jadi solusi pasti ketika adamu kurang di sadari, mungkin sedikit hampa yang di tinggalkan akan membuatnya sadar betapa kamu itu sangat berharga."


***

Menatap sederet nomor tertera di layar ponselnya, Aska masih duduk termenung di mobil yang telah menepi di sisi jalan, mesin masih hidup dan kaca pintu di sebelahnya sudah terbuka, sebelah tangan terulur melewati jendela sesekali menyugar rambut atau mengusap wajahnya. Dia belum terlalu jauh dari rumah tempat menemui tante Ina.

Beberapa kali ibu jarinya bersiap untuk menekan tanda hijau di sana, namun ada perasaan meragu hingga sebuah tanda tanya besar datang di benaknya-bagaimana jika sesuatu yang di rasanya ini tak hilang meski setelah memastikan keberadaan sahabatnya itu?

Aska tersenyum kecut dengan pikiran itu.

Menarik napas dalam-dalam, rasanya lucu melihat dirinya mau menelepon saja rasanya canggung, serba salah seperti ini.

Ini cuman Nana, sahabat sedari kecil. Pikirnya.

Baru akan menekan tanda hijau, tepat ketika sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Nona, tunangannya.

"Kamu di mana?" Suara Nona tak pernah setegas ini biasanya, terjadi karena sejak mengantarkan wanita itu pulang siang tadi, tak ada satu pun Chat darinya yang Aska balas.

"Di jalan, nanti aku telepon kamu kalau sudah sampai rumah."

Nona tak biarkan Aska menutup teleponnya. "Apa ada hubungannya mencari tahu kabar Nana?" Tebaknya.

"Hm, Ya. Aku baru ketemu tante Ina." Aska pilih jujur.

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu."

"Harus sekarang? Nggak besok saja?"

"Ya, sebelum aku nggak punya keberanian untuk bicarakan ini sama kamu."

Aska mengerutkan kening, terganggu dengan kalimat ambigu tunangannya itu. Nona sebelumnya tak pernah seperti ini.

"Pembicaraan apa yang butuh keberanian?"

"Perasaan." Jawabnya singkat tapi entah mengapa terasa dalam, seperti sebuah sindiran mengusik dirinya.

Tentu saja Nona benar karena ketika bicara soal perasaan butuh keberanian agar bisa keluar di ungkapkan. Sebagian orang ada yang tak punya keberanian juga di dukung oleh keadaan lain. Mereka pilih menyimpannya meski pada suatu hari sadar ternyata perasaan itu masih ada, yang pas bukan di simpan, tapi di buang, di lupakan saja.

"Kita punya banyak waktu untuk bertemu, aku benaran capek banget malam ini, besok aku masih libur." Bukan alasan saja, Aska benar-benar merasa lelah seharian ini. rasanya tak punya kapasitas lebih untuk pembicaraan apa pun nanti.

Nona menghela napas, Aska bisa memahami sedikit banyak karakter wanita itu. Dia bukan orang yang suka memaksa dan sangat pengertian.

"Aku nggak tahu apa yang bikin kamu beda belakangan ini, Aska." Kata Nona sesaat kemudian dengan nada serius buat Aska coba pahami maksud kalimatnya.

"Beda? Aku?"

"Iya, ya sudahlah ini nggak akan selesai dengan benar jika kita bicarakan di telepon dan kamu lagi capek."

KITA [Pernah Singgah, Sebatas Teman]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang