KITA [Pernah Singgah, Sebatas Teman]

Cinta Untuk Nona

Cinta Untuk Nona
...
Blurb

Winona Tasmirah sempat merancang pernikahan impian yang indah dengan pria bernama Askara Bachtiar. Ia tak menduga dalam satu detik segalanya tak berarti kala tahu kalau Aska tersesat dalam membaca hati.. Yang di cintai Aska adalah wanita lain.

Belum terlambat, dibanding Nona hidup dibalik bayangan wanita lain. Menyerah dan merelakan pernikahannya batal dengan Aska. Marah, kecewa dan terluka terasa wajar sebagai manusia biasa yang punya hati.

Di situasi patah hati, Nona tak pernah menyangka akan menangis di depan orang asing. Herannya orang tanpa nama itu malah berhasil memberi ketenangan hanya dengan tatapan.

Hari-hari berlalu, Nona belajar tertatih menyembuhkan luka, bersamaan takdir membawa pertemuan kedua dengan orang asing yang sama. Nona akhirnya tahu nama pria tersebut.

Atha Shareef.

Pertemuan kedua, bukan sekedar singkat tanpa arti. Kebaikan serta ketenangan Atha membuat Nona perlahan kembali menyembuhkan luka dalam dirinya. Namun, bagaimana bila ternyata Nona yang salah mengerti maksud baik lelaki itu? Dia berharap tak sedang menciptakan luka kedua.

Bagian 1

.
.

Ada yang salah di sini, bukan hanya sekedar firasat yang ragu menjelang pernikahan yang tinggal menghitung hari. Meski kata banyak orang bilang menjelang hari pernikahan ujian akan datang. Tapi, bagaimana bila ternyata ini sebagai pertanda kalau memang aku dan Aska bukan jodoh.

Gelisah, membuat aku tak lagi bersemangat mempersiapkan pernikahan ini. Terlebih Aska yang temani aku, malah terlihat hanya raga saja yang di tempat. Hati dan pikiran terbawa sahabatnya, Nana.

Aska berubah, dan aku jadi wanita pencemburu bukan saat Aska bersama Nana. Justru ketika Nana pergi dari hidup Aska. Aku tak punya masalah akan kedekatan kekasihku bersama sahabatnya, walau terkadang aku merasa keduanya sangat serasi bukan untuk sebagai hubungan sahabat.

Aska selalu meyakini aku kalau, Nana tak seharusnya jadi alasan cemburu. Aska dan Nana berteman baik, dari jaman anak-anak sampai dewasa sekarang ini.

Malam ini aku tak lagi bisa menahan diri, maka aku pamit pada keluargaku dengan alasan untuk tidur lebih dulu. Padahal, aku ingin telepon Aska.

Berada di kamar, aku duduk di sisi ranjang dengan ponsel sudah di genggaman. Belum apa-apa tanganku sudah gemetar. Tahu bila yang akan kulakukan jadi sebuah pintu penentu hubungan kami di detik-detik menuju hari pernikahan.