Terlambat

10.4K 975 59
                                    

Happy Reading ♡

***

Rasa sesal akan suatu hal yang terjadi dalam hidup di sadari ketika sedang termenung. Aska lebih menyesali karena sesuatu yang harus dilakukan dari dulu, tapi dia malah pilih lewati begitu saja. Rasa sesal itu adalah pastikan perasaan untuk sahabatnya sendiri.

Tiga kali lakukan panggilan, tapi tak juga ada satu pun yang di jawab Nana di seberang sana.

Aska mendesah untuk ke sekian kalinya.

"Please Nana, jawab!" Meski sia-sia mengatakannya karena Nana sudah pasti tidak akan dengar lalu kabulkan ucapannya.

Aska melempar ponsel ke sisi, dia pun merebahkan diri di ranjang. Beberapa hari atau bahkan sejak kepergian Nana, rasa gelisah itu mencekiknya beriringan dengan perang batinnya. Di tambah Nona yang menuntut dia untuk tegas dalam jatuhkan pilihan. Orang tuanya juga sudah mulai curiga ada yang tidak wajar menjelang hari pernikahan, terlebih Nona tidak pernah datang ke rumahnya lagi. Aska tidak ingin semua akan makin rumit dan berbuah masalah besar.

Aska tidak pernah menyangka dirinya ada di titik tergalau seperti sekarang. Hanya satu penyelesaian dari semua resahnya, satu-satunya itu malah terlalu sulit. Waktu seakan mengejek dirinya, bahwa semua sudah sangat terlambat untuk cari tahu sekarang. Kalau ternyata nama Nana yang tepati tahta hatinya, Aska harus berbuat apa? Selain yang ada hanya Nana sudah pergi, lalu dia akan lukai Nona bahkan keluarga yang lain.

Perasaan yang tak pasti, selalu timbulkan luka di banyak hati. Aska tahu dirinya salah, walau dia sendiri tak indahkan perbuatannya. Jika bisa pilih jalan hidup, Aska tidak berharap ini terjadi.

Tangan Aska bergerak meraih ponsel, untuk terakhir kali dia mencoba. Setelah pastikan nomor tersebut di hubunginya, dia menempelkan ponsel di telinga.

Satu...

Dua...

Tiga...

Dan seterusnya nada tunggu hingga panggilan berakhir, Nana tetap tidak mengangkatnya. Aska yakin dia tidak salah nomor ponsel Nana, tertera di layar ponselnya benar nomor yang di berikan tante Ina, orang tua Nana.

"Astaga Na, kenapa susah banget hubungi lo." Monolognya kembali, Aska bingung harus berbuat apa, apa perlu dia menyusul Nana ke London untuk dapat jawabannya?

Aska menatap layar ponsel, tak ada yang istimewa dari walpaper di sana. Lalu ibu jarinya bergerak membuka galeri foto. Dia tersenyum kecut, melihat foto bersama Nana dari waktu ke waktu jauh lebih banyak di banding foto bersama Nona. Wajar jika Nona kini mulai pertanyakan perasaan Aska karena wanita mana pun tidak ingin di bagi melalui bentuk apa pun, perhatian apalagi porsi hati.

Setelah puas menjelajah dari satu foto ke foto terakhir yang di ambil ketika Aska mengajak Nana ke tempat rekreasi permainan waktu itu, di ambil malam hari ketika mereka berada di posisi teratas saat menaiki bianglala.

Aska merasa hatinya makin sesak. Ada satu hasrat yang bernama rindu untuk wanita itu.

Aska menutup galeri kemudian beralih ke akun Instagram. Menggeser halaman depan, mulai dari post terbaru teman-teman dunia maya hingga jari Aska berhenti di sebuah foto baru diunggah lima belas menit lalu. Dia mengerjap, bahkan untuk pastikan matanya normal di dekatkan ponselnya.

Sebuah rasa sama ketika di waktu silam pernah ada, kini kembali. Perasaan tak suka dan asa karena terlambat dan Nana datang bersama seseorang. Sama seperti di lihatnya kini secara tak langsung. Sekian lama Nana tidak aktif di Instagram, wanita itu muncul melalui post foto bersama seorang pria asing.

KITA [Pernah Singgah, Sebatas Teman]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang