BAB 23: FIRST OR SECOND

18 1 1
                                    

Lapangan kompleks perumahan Johan memang selalu sepi. Rupanya makin kesini, orang-orang lebih menyukai berolahraga dibawah terpaan AC daripada sinar matahari pagi. Diantara rumput-rumput yang semakin meninggi, Johan merebahkan tubuhnya. Matanya menyipit, menatap mentari yang porak poranda mendobrak rasa lelahnya. Tiba-tiba, satu telapak tangan menggambang meneduhkan pandangannya. Lelaki itu tersenyum, digapainya tangan manis itu kepelukan.

Sang pemilik tangan tertawa, "Baru sepuluh puteran aja udah K.O." ejeknya.

"Ye, dari pada kamu baru dua puteran udah berhenti!"

Gadis itu melepas paksa tangannya dan memukul lengan Johan, "Enak aja, aku empat putaran ya!" jawabnya tak terima.

"Lima putaran ditempat maksudmu, Nan?"

Kinan tertawa, "Tumben pinter."

"Dari dulu kali." Ujarnya sembari bangkit dan mengacak rambut Kinan gemas, "Jadi belajar basket gak?"

Gadis yang rambutnya kini benar-benar berantakan itu diam saja, matanya memicing menatap Johan penuh amarah. Meskipun sadar ditatap semenakutkan itu, Johan tertawa puas. "Ululu, cantiknya hilang." Godanya yang membuat Kinan makin berdecak kencang.

Pantas bila gadis itu sangat marah, sudah kali kesekian ia menjailinya hari ini. Johan tersenyum tipis, berjongkok menjajarkan pandang pada Kinan. Ditatapnya dalam dua mata bersinar yang menyembunyikan begitu banyak luka itu. Senyumnya mengembang sempurna. Jemarinya perlahan mengusap kepala Kinan, membenarkan letak anak rambut Kinan yang semburat menutupi wajahnya. Diam-diam, jantung Johan berdebar begitu kencang pada tiap helai yang berhasil ia singkap. Sejak kapan Kinan begitu cantik?

Mata Johan berhenti pada bekas luka Kinan yang entah mengapa tidak kunjung pudar. Jemarinya bergerak mengusap halus ujung ke ujung luka itu. Hatinya ngilu, membayangkan bagaimana seorang gadis yang begitu ingin ia lindungi terluka begitu dalam. Penyesalanpun terbayang dimatanya, Kenapa kita tidak dipertemukan lebih cepat?

Kinan menangkap kelabu dimata Johan, "Jadi ngajarin basket nggak?" tanyanya.

Johan mengangguk sembari menyampirkan sebagian rambut Kinan kedepan untuk menutupi bekas lukanya. Sebuah perlakuan kontras dengan Alan –yang selalu menyibakkan rambut Kinan. Ia memasangkan airpod miliknya ditelinga Kinan. Satu lagu kesukaan mereka pun mengalun sendu.

Kinan bangkit, meregangkan kedua tangannya.

All my bags are packed, i'm ready to go

I'm standing here, i hate to wake you up to say goodbye

But the dawn is breaking it is early morn

The taxi's waiting, he is blow his horn already

Im so lonesome i could die

(Leaving On The Jet Plane – Chantal Kreviazuk)

"So kiss me and smile for me. Tell me that you'll never let me go." nyanyi Kinan lirih.

"Cause im leaving on a jet plane, i dont know when i'll back again." Sambung Johan.

"Oh, babe i hate to go." Dendang dua remaja itu hampir bersamaan, lantas diam sejenak, tertawa menatap satu sama lain.

"Lagunya kayak gini, terus kita dancing in the pouring rain pasti seru!" seloroh Johan.

"Seru gundulmu (kepalamu)!" jawab Kinan dengan nada lucu, "Yang ada masuk angin."

Ketika Semesta Sedang BercandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang