CHAPTER 4

183K 17.2K 423
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Udah sih, nggak usah nangis mulu!" bentakan sakral menyakitkan telinga itu malah membuat tangisan Alvena semakin menjadi.

"Dokter kenapa sih kejam banget? Nggak bisa apa ngertiin perasaan cewek?! Saya tuh lagi sedih.... Harusnya dokter kasih semangat, bukannya ngomel!" kata Alvena diselingi dengan isakan pelan dan napas yang tersendat.

Arsya tak membalas, ia hanya menghembus napas panjang kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia menatap ke arah jalanan yang tampak begitu ramai jika dilihat dari atas rooftop rumah sakit begini, membuat Arsya ingin cepat-cepat pulang dan kembali berkendara dengan motor ninja kesayangannya.

"Kamu kenapa nangis-nangis nggak jelas kayak tadi? Emangnya kenapa sama Fillan? Dia pernah apain kamu sampai kamu ketakutan kayak tadi?" Arsya bertanya tanpa melirik Alvena sedikit pun.

Alvena tambah manyun dan tangisannya pun terdengar semakin keras sampai kedua bahunya bergetar kuat dibarengi dengan napas yang terdengar tak beraturan. Cewek itu menangis puas sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

"Kamu kenapa?" Arsya menaikkan satu alisnya. "Kenapa malah makin kenceng nangisnya?"

"Sedih tau...." ucap Alvena lalu seenaknya saja menjatuhkan diri ke dalam pelukan Arsya.

"Heh, apa-apaan kamu?!" Arsya menyentuh kedua pundak Alvena, hendak menjauhkan cewek itu dari tubuhnya. Tetapi pelukan Alvena justru semakin erat dan parahnya lagi, sekarang dia membenamkan wajahnya begitu saja di dada bidang Arsya sambil terus menangis kencang.

"Fuck!" Arsya membatin. "Lepas, nggak?!"

Alvena menggeleng. "Nggak mau! Cewek itu kalau nangis butuh banget pelukan. Jadi saya minjem dokter dulu buat dipeluk," kata Alvena dengan entengnya, seolah tak ada rasa bersalah dalam dirinya.

"Jangan manja! Nangis aja harus peluk. Kalau nangis, ya udah cari hal yang bikin seneng. Jangan jadiin orang lain sebagai korban!" Arsya mendadak ngomel.

Alvena menjauhkan dirinya perlahan dari tubuh Arsya lalu menghapus air matanya perlahan. "Udah peluknya. Sebentar doang kok marah-marah?"

"Lagian, ngapain kamu peluk-peluk orang sembarangan?! Memangnya menurut kamu saya nggak risih?"

Ekspresi Alvena berubah cepat. Yang tadinya cemberut seperti tak ada kehidupan, kini tersenyum lebar begitu riang. "Enggak deh kayaknya. Dokter suka kan dipeluk? Kalau nggak suka, kenapa saya nggak didorong aja sampe jatuh kayak kemaren?"

"Dih, sok tau!" cibir Arsya. "Saya cuma nggak mau kuping saya makin panas denger tangisan kamu makin kenceng kalau saya dorong!"

"Halah, alasan!" tuduh Alvena sambil cekikikan kecil.

"Daripada kamu jadiin saya korban lagi, lebih baik kamu ikut saya!" suruh Arsya sambil berjalan duluan hendak memasuki lift.

"Mau ke mana?" Alvena mengernyit bingung.

My Devil Doctor ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang