CHAPTER 26

110K 12.4K 1.5K
                                    

Sensian.
Satu kata itulah yang umumnya digunakan untuk mendeskripsikan seorang perempuan saat tengah datang bulan. Dan itu terjadi pada Alvena, dia menjadi super sensitif seharian ini akibat tamu bulanannya tiba-tiba datang tanpa tanda.

Alvena meremas perutnya yang terasa nyeri. Tulang rusuknya seperti dilindas hingga remuk dan perutnya yang sakit seakan ditusuk-tusuk oleh pisau. Karena itulah sekarang Alvena berada di tempat ini, di dalam ruang jaga, berbaring dan terus bergerak ke sana-kemari karena merasa tak  nyaman dengan posisinya.

Alvena sampai meminta Naufal untuk menggantikan dirinya saat operasi. Alvena tak ingin mengambil risiko untuk melakukan operasi saat kondisinya sedang seperti ini, hal itu akan sangat membahayakan nyawa pasien jika ia tidak fokus hanya karena tamu bulanannya. Alvena tak ingin kehilangan izin praktiknya hanya karena hal konyol.

Sejak satu jam yang lalu, Alvena tak berhenti berguling-guling di atas ranjang ruang jaga, berusaha menemukan tempat terbaik yang dapat membuatnya merasa nyaman. Tak lama, kegiatannya seketika terhenti ketika seorang lelaki berjubah putih tiba-tiba masuk ke dalam sana.

"Arsya?"

Dengan wajah prihatin, Arsya melangkahkan kakinya mendekati Alvena. Terlihat jelas ia juga begitu mengkhawatirkan kondisi gadis itu.

"Perut lo masih sakit?" tanya Arsya.

"Banget!!" rengek Alvena sampai hampir menangis.

Arsya duduk di pinggir kasur lalu menyodorkan sebuah cangkir berisi jahe hangat. "Nih, minum dulu..."

Alvena melirik Arsya sekilas sebelum pada akhirnya menyambut secangkir jahe hangat tersebut dan meminumnya hingga setengah cangkir.

"Lo istirahat aja. Kalo ada butuh sesuatu, telepon aja."

Entah mengapa setelah mendengar kata-kata Arsya, perut Alvena yang tadinya sakit setengah mati kini tiba-tiba menghilang dalam sekejap. Alvena mengulum senyuman lalu mengangguk mengiyakan.

"Ya udah, gue tinggal dulu." Cowok itu beranjak bangkit dari tempat berniat untuk berjalan menuju ke luar ruang jaga, tetapi sebelum ia benar-benar pergi, Alvena lekas menahan tangannya.

"Kenapa?"

Alvena memberikan sebuah senyuman manis lalu berucap, "Makasih, ya..."

Arsya sempat terdiam selama beberapa detik, ia membuang muka ke arah lain kemudian bibirnya ikut mengukir senyuman tipis. "Sama-sama... "

Usai Arsya keluar dari ruang jaga, Alvena seketika menggulingkan tubuhnya di segala sisi kasur. Dia bahkan berteriak histeris di dalam hati saking senangnya. Sikap Arsya belakangan ini berubah total, lebih baik, lebih perhatian, dan lebih sering memberikan senyuman mahalnya itu pada Alvena. Dan semua itu tak pernah gagal membuat Alvena salting sampai ingin pingsan. Agak lebay memang, tetapi begitulah kenyataannya.

* * *

Dengan penuh semangat, Alvena melangkah masuk ke dalam ruangan kerjanya bersama sebuah kotak berisi pizza yang baru saja dia order lewat delivery. Alvena mengernyit bingung setelah melihat ruangan kerjanya yang kosong melompong, tak ada orang. Bisanya, Arsya jarang keluar dari ruangan kecuali saat ada operasi atau jam tertentu saja.

"Mungkin ke toilet," gumam Alvena. Ia berjalan mendekat ke arah meja dan meletakkan kotak pizza tersebut di atas sana. Namun, perhatiannya seketika beralih pada sebuah kanvas lukisan yang tampak tak asing di matanya.

Alvena mengamati lukisan tersebut dengan kening berkerut dalam. Ini adalah lukisan wajah Arsya yang ia lukis beberapa waktu lalu dan dibeli oleh Inara. Kenapa sekarang ada di sini?

My Devil Doctor ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang