17. Bukan maling!!

62 33 55
                                    

Ekspresi Fabiano berubah ketika mengetahui siapa yang berkunjung ke tokonya. Gadis kecil yang selama ini ia tunggu-tunggu. Pria paruh baya itu mengerjap beberapa kali, beranjak keluar dari meja kasir. Betapa terkejutnya ia sampai sulit membedakan apakah ini nyata atau mimpi belaka.
 
"Apa kabar, Ayah?" Perempuan yang mengenakan pakaian casual itu terus tersenyum. Matanya tak bisa berbohong betapa rindunya dia kepada pria yang disebutnya ayah.
 
"Kamu—" ucap Fabiano bergetar hentak meraih kedua pipi anaknya.
 
"Maaf karena terlalu lama," ucap gadis itu diiringi air mata yang mengalir begitu saja tanpa ia sadari.
 
"Meira?" Fabiano semakin tak kuasa untuk menahan air mata ketika jari-jarinya menyentuh dengan lembut wajah perempuan itu.
 
"Iya, ini Mei ... Mei di sini, Ayah." Perempuan itu balas mengusap punggung tangan Ayahnya yang terlihat sudah keriput.
 
"Mei-nya Ayah, putri kesayangan ayah," ucapnya lebih meyakinkan.
 
Mendengar itu, Fabiano langsung memeluk erat putrinya. Telah lama ia menantikan hari ini setelah belasan tahun berpisah dan tak terasa anaknya sudah sebesar ini.
 
"Bagaimana kabar kamu selama ini? Baik-baik saja, kan?"
 
“Semuanya baik-baik aja berkat Ayah." Meira memeluk kembali Fabiano.
 
"Oh ya Ayah, sekarang nama Meira sudah bertambah dua huruf. Meira Ayudia, S.H." ucapnya bercerita penuh semangat. Cita-citanya untuk menjadi seorang hakim tinggal selangkah lagi.
 
Ada perasaan bangga bercampur sedih yang Fabiano rasakan saat ini. Akibat kecerobohannya di masa lalu, keluarganya harus menanggung resiko itu.

"Maafkan Ayah—"
 
"No no, jangan salahin diri Ayah atas kejadian masa lalu. Lagipula Meira sudah ikhlas menerima semuanya sekarang bukan kata maaf yang Meira butuhkan tapi pelukan." Meira merentangkan tangannya.
 
Puncak kepalanya dielus oleh sang Ayah, Meira merasa nyaman sekali berada dalam dekapan itu. Dekapan yang menghilang selama 12 tahun. "Meira kangen banget."
 
"Ayah, Myesha di mana? Dia baik-baik saja, kan?"
 
"Ada, sebentar lagi juga dia akan ke sini."
 
"Serius?!”
 
"Kenapa?" tanya Fabiano, bingung mendengar suara Meira seperti orang yang panik.
 
"Lebih baik Myesha jangan tahu dulu, Ayah. Yang dia tahu, Meira meninggal akibat kecelakaan itu. Meira belum siap ceritain semuanya, takut dia marah. Dia pasti menganggap kita semua membohongi dia.”
 
"Kamu yakin?"
 
Meira mengangguk. "Sebaiknya Meira pergi sekarang sebelum Myesha datang."
 
"Yaudah kalau itu mau kamu."
 
"Nanti Meira hubungi lagi,” ucap Meira sambil mengepalkan secarik kertas ke tangan ayahnya. Ketika dilihat terdapat 12 angka nomor telepon.
 
Meira pergi menyebrangi jalan bersamaan dengan itu mobil Alphart putih berhenti tepat di depan toko Fabiano. Diketahui mobil itu milik Hanum, tak lama kemudian Hanum dan Myesha turun dari mobil.
 
"Myesha, kamu udah datang?" tanya Fabiano, namun gerakan matanya ke arah lain.
 
"Ada apa sih, Yah?"
 
Fabiano masih mencari kemana perginya Meira.
 
"Ayah!" teriak Myesha, ia kesal karena dicuekkan.
 
"Nggak ada apa-apa."
 
"Aneh. Yaudah sana biar Myesha yang jaga," ketus Myesha.

Lebih tepatnya Myesha canggung berada di posisi seperti ini. Berbicara berdua pada orang yang telah lama menghilang dalam hidupnya.
 
"Terima kasih ya, Nak. Ayah mau antar pesanan dulu, titip ya."
 
"Iya," jawab singkat Myesha dan langsung menyerobot masuk ke dalam.
 
"Eh Hanum, mau nginap lagi?" tanya Fabiano baru menyadari adanya Hanum di sana.
 
"Iya om. Seminggu hehe," Hanum cengengesan.
 
Sebenarnya Fabiano agak kaget mendengar Hanum akan menginap selama itu, tetapi ia izinkan selagi Myesha tidak kesepian. "Oh, Bagus dong. Jadi ada yang menemani Myesha. Tapi sudah izin kan?
 
"Sudah, Om."
 

Sesaat setelah itu Fabiano bergegas pergi mengendarai sepeda motornya. Dengan perasaan yang masih senang akhirnya dapat melihat wajah cantik buah hatinya yang semakin mirip dengan ibunya.
 
"

Myesha kayaknya aku harus pergi lagi deh. Ada yang mau diomongin sama mamah aku. Kamu nggak masalah kan kalau aku tinggal sendiri?” izin Hanum dari luar toko, sementara Myesha sudah tumpang kaki di atas meja.
 
"Iya sana. Emangnya gue anak kecil apa."
 
Hanum terkekeh. "Oke, hati-hati loh nanti ada—"
 
Myesha menyergah kalimat Hanum dengan sedikit tawa hinaan. "Gak takut gue sama hal mistis kayak gitu."
 
"Aku cuma ngingetin aja, good bye."
 
Gadis sok berani itu menyunggingkan senyumnya kemudian bersedekap dada seolah-olah meremehkan bahwa hantu tidak akan mengganggunya. "Apa yang harus di takutin? setan? Malah setan yang lari terbirit-birit karena takut ngeliat muka gue."
 
Sepuluh menit kemudian ...
Bosan dan suntuk karena tidak ada pembeli yang mampir. Berulang kali Myesha mengecek notifikasi yang masuk, tetapi yang muncul bukan dari seseorang yang ditunggu-tunggu melainkan dari layanan iklan aplikasi.
 
"Mending tidur dulu dah." Myesha menidurkan kepalanya di atas meja, perlahan matanya terpejam, membiarkan toko terbuka begitu saja.
 
Disisi lain, lelaki dengan jaket levis menyelimuti punggung lebarnya berjalan santai seraya mendengarkan musik melalui earphone. Ia melewati banyak toko kelontong, tetapi di antara jejeran toko itu Kairav belum menemukan toko yang ia cari.
 
Kairav menghentikan langkahnya, menoleh ke sekitar. "Toko buah yang Bunda maksud ada di sebelah mana sih? Dari tadi gue muter-muter nggak liat ada tukang buah."
 
"Itu kali ya?" tangan cowok itu menunjuk salah satu toko yang terlihat jauh dari pandangannya. Ia pun bergegas sebelum hari semakin sore.

Kairav mengetuk pintu beberapa kali. Namun, tidak ada yang merespon. "Permisi, mau beli."
 
Ia berjalan ke dalam sambil mencari buah yang ia inginkan. "Mangga berapaan nih?"
 
"Ini toko ga ada yang jaga? Wah ngasih kesempatan buat maling nih."
 
“Halo... Ada orang? Saya mau beli buah. Ini buahnya di jual kan ya?
 
Tidak ada yang merespon sama sekali.
 
Kairav menyusuri tiap keranjang yang tersusun rapi dalam toko tanpa menyadari akan keberadaan Myesha yang tengah tertidur pulas di bawah lantai, tertutup meja kasir. Tadinya Myesha tidur di kursi, karena cuaca panas ia pindah ke lantai.
 
"Sekalian beli mangga sama buah naga deh. Kayaknya enak kalau buat jus.” Kairav mengambil keranjang kecil di depan toko, lalu memasukkan buah pilihannya.
 
"Mbak atau Mas nya yang jaga, saya beli buah ya bukan maling." Sambil memilih buah, sengaja Kairav mengatakan demikian agar tidak dicurigai.
 
"Pisang mana ya?" gumamnya setelah mengambil mangga dan buah naga. Ia lanjut membuka kotak buah yang ternyata tidak ada isinya, hanya meninggalkan debu yang berterbangan.
 
Ha... Hatsyi!
 
Sial, ini yang paling Kairav benci. Alerginya pasti kambuh. Cowok itu bersin berkali-kali, hidungnya sampai memerah. Tanpa masker, ia hanya bisa menutupi hidungnya menggunakan tangan.
 
"Bujuk dah."
 
"INI NIAT JUALAN NGGAK SIH?!
 
Walaupun dalam keadaan bersin-bersin, Kairav tetap mencari pisang di setiap sudut ruangan. Barang kali buah itu belum di display, ia masuk ke area paling ujung.
 
Sementara Myesha, gadis itu masih setia di posisi awalnya. Sebelum akhirnya benda jatuh membuatnya terbangun.
 
Gedebuk! Gedebuk!
 
"Ayah udah pulang?" tanyanya masih setengah sadar. Mengucek matanya kemudian menguap lebar. "Hanum? Itu lo?
 
Bruk!
 
"Ha!!! Siapa tuh!"
 
Seketika bulu kuduk Myesha terangkat, ia meneguk salivanya. "Kok gue jadi merinding."
 
"Hanum lo jangan nakut-nakutin gue dong, bercanda lo nggak lucu!"
 
"Eh mbak saya di sini," panggil Kairav setelah mendengar ada suara orang. Begitupun dengan Myesha, bukannya menyahut dia malah mengambil sapu ijuk untuk berjaga-jaga lalu menghampiri asal suara itu.
 
Gedebuk!
 
"Ahh... Jatuh mulu, diem-diem kenapa sih!" gerutu Kairav yang sedari tadi selalu menyenggol peti kosong bekas buah-buahan.
 
Setelah lama ia mencari akhirnya ia berhasil menemukan buah pisang. Tetapi, ia harus kecewa.

"Yailah busuk." Pantas saja buah itu berada dalam kotak.
 
"Maling!" teriak Myesha.

"What?"
 
Dengan mata terpejam, gadis itu memukuli Kairav tanpa ampun menggunakan gagang sapu andalannya. Sejujurnya ia masih trauma dengan teror beberapa hari lalu.
 
"Woy, gila lo ya, sakit!"
 
"Tolong ada maling!"
 
"Maling?!"
 
"PERGI LO DARI SINI!"
 
"Stop!" Kairav berbalik, menahan tangan Myesha. Terasa gemetar tangan gadis itu ketika Kairav pegang. Dan lebih terkejutnya lagi ketika mengetahui bahwa dia adalah gadis kecilnya, Bella.
 
"Gue bukan maling coba buka mata lo.”
 
Myesha meneguk salivanya dan perlahan memberanikan diri untuk membuka mata.
 
"Gue mau beli.” Kaivan menunjukkan selembar uang seratus ribu.
 
Sontak mata Myesha membulat sempurna ketika menemukan sosok yang telah ia pukuli habis-habisan, ternyata ....
 
Kairav merotasikan bola matanya. "Ketemu lagi kita.”
 
"Kaivan?”
 

Tbc...

Nah kan salah orang lagi si Myesha hadeuh😑
 
 
 

Myesha (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang