20. Dia Orang Istimewa

37 20 26
                                    

Kaivan mengintip keluar jendela. "Si Kairav kemana, Is?" tanya Kaivan pada teman sebangkunya yang tak lain adalah Louis.

"Tadi katanya ke perpus mau minjem buku SBMPTN sama apa tadi ya, lupa gue." Mata dan tangan Louis bergerak cepat menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia dengan cara mencontek tugas milik Kaivan.

Tak ada hari tanpa mencontek. Kata Louis kalau ada yang pinter kenapa harus capek-capek untuk mikir. Hidup itu simple kalau cerdik menjalaninya. Itulah pentingnya berkawan dengan murid yang pintar.

"Bagus. Selagi nggak ada Kairav, gue aman ke kelas sebelah." Kaivan mengambil buku catatan dan cokelat yang semula ia letakkan dalam laci meja.

"Lo minggir dulu deh gue mau lewat," suruh Kaivan karena posisi meja mepet dengan dinding.

Tangan Louis yang terus berkutat dengan tugasnya enggan untuk berhenti. "Mau kemana sih?"

"Nggak usah banyak tanya. Stop dulu dong nulisnya. Minggir!"

Louis pun menyampingkan kakinya agar Kaivan dapat keluar. "Gue sekalian nyontek tugas Bahasa Jepang sama MTK boleh ya?"

"Iya. Ambil aja di tas," jawab Kaivan sesaat sebelum keluar kelas.

Louis mengernyit heran sekaligus bahagia tak tertolong. "Wow, impresif."

Aneh, tak biasanya Kaivan memperbolehkan Louis meniru hasil kerjaannya sampai sebanyak itu. Biasanya untuk mencontek satu pelajaran saja Louis harus merengek dulu seperti orang konyol baru diizinkan oleh Kaivan. Sudah jelas, ada yang membuat suasana hati Kaivan bahagia hari ini.

Sementara itu, langkah jenjang Kaivan terpantau menuju 12 MIPA 3. Mata elangnya mencari tempat duduk Myesha dari jendela berjalan ke arah pintu. Setelah ketemu dan keduanya sama-sama menyadari, Kaivan refleks malah melambaikan tangan sehingga menimbulkan kesalahpahaman cewek-cewek di kelas MIPA 3.

Mengetahui kelasnya heboh gara-gara ulah Kaivan. Hanum langsung memberi kode kepada Myesha dengan menyenggol lengannya. "Ciee... dicariin DOI tuh."

"Ishh ngapain sih?" bisik Myesha sambil menutupi wajahnya menggunakan buku tulis.

"Sana samperin. Kasian dia nungguin."

Myesha terdiam sejenak, memandangnya yang tak lagi menghadap kelas melainkan telah membelakangi jendela. Otomatis hanya punggung lebar cowok itu yang terlihat.

"Apa dia mau ungkit masalah kemarin ya? Apa lukanya makin parah?"

Di satu sisi Kaivan terus menatap buku catatan dan sebatang cokelat yang sudah diberi label berwarna merah muda bertuliskan sesuatu. Seharusnya buku ini sudah diberikan dari semalam, tetapi Kaivan menyadari bahwa Kairav diam-diam mengikutinya. Terpaksa Kaivan harus naik taksi dan pergi ke tempat lain untuk menghindari kecurigaan Kairav.

"Van, lo mau ketemu gue?" tanya Myesha.

Hal itu seketika merubah kericuhan yang terjadi dalam kelas menjadi hening. Mereka saling berbisik, mata mereka juga mendelik tajam seakan-akan menyiratkan reaksi tak suka pada Myesha.

"Ini..." Kaivan menyodorkan buku catatan sementara sebatang cokelatnya masih disembunyikan. "Maaf gue baru kasih sekarang, lo pasti nungguin ya semalam?"

"Nggak kok, tenang aja. Anyway makasih ya, Van."

"Sama-sama. Oh iya..." Kaivan lantas mengeluarkan dan memberikan cokelat itu pada Myesha. "Ini juga buat lo. Biar tambah semangat belajarnya."

"Jangan lupa dimakan. Katanya bagus buat balikin mood yang bad. Gue sengaja Cuma kasih satu kalau banyak nanti sakit gigi."

Myesha menahan rasa ingin tertawanya ketika membaca deretan kalimat di atas label itu. "Ada-ada aja lo. Thanks ya."

Myesha (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang