Enam Puluh Dua: Ujian

804 145 4
                                    

Hari ujian akhir semester telah tiba. Semua orang sudah mempersiapkan diri untuk berjuang dimasa ujian kali ini.

Tapi, tetap saja ada beberapa oknum yang tidak menganggap bahwa ujian adalah hal yang penting.

Seperti contohnya adalah Biru. Cowok itu terlihat santai tengah bermain game diponselnya. Geraha yang melihat itu geram, untungnya ruangan ujian mereka itu bareng jadi dia bisa pantau Biru.

Sebetulnya Biru sudah pusing belajar sedari kemarin. Bahkan Geraha juga memperbanyak jam belajar mereka sehingga waktu main Biru berkurang. Dan sekarang ia hanya ingin menikmati hidupnya dengan bermain game.

Masalahnya, Geraha ingin nilai Biru meningkat seperti misinya yang dari awal ingin mengajari Biru. Jadi, maklum saja ia agak keras dalam mengatur jam belajar Biru. Dia ingin Biru naik kelas bersama nya dan bisa menutup semua omongan orang diluar sana yang mengatakan Biru menang tampang doang namun otak kosong, alias bodoh.

Selama kurang lebih 6 bulan Geraha mengajari Biru, gadis itu merasa bahwa Biru itu sebenarnya pintar. Hanya saja malas dan metode belajar cowok itu yang berbeda dengan kebanyakan orang.

Biru baru bisa memahami pelajaran ketika mendengar orang membacakan dia materi tersebut. Dan selama beberapa hari ini, Geraha sudah seperti seorang ibu yang mendongengi anaknya.

Ya Geraha selalu dengan senang hati membacakan materi untuk Biru.

"Main game mulu," cibir Geraha.

Keduanya sedang menunggu ujian akan dimulai, mereka diminta menunggu didepan ruangan ujian. Beberapa anak sedang sibuk kembali menghafal materi jadi tidak mempedulikan dua pasangan yang sedang berbincang itu.

"Bentar," jawab Biru acuh.

"Biru taruh handphone nya aku itung sampai 3 kalau gak ditaruh, aku ambil handphone nya." Ancaman Geraha tidak didengar oleh Biru.

Baskara , Arun, Iva dan Bona yang kebetulan seruangan dengan mereka hanya menahan ketawa geli. Pasangan bucin itu benar-benar sangat tidak tau tempat.

"Biru ini serius," ucap Geraha. Lagi-lagi Biru hanya diam.

Geraha lalu mengehela nafasnya kasar. Iva yang melihat itu segera terkikik geli namun beberapa detik kemudian memukul kepala Biru. Yang dipukul pun mengaduh kesakitan.

Iva benar-benar geram dengan sikap acuh Biru, padahal teman sebangkunya itu sudah bawel sekali.

Biru yang dipukul hanya berdecak kesal dan menatap sekilas Iva dengan tajam. Jangan heran kenapa Iva berani dan Biru tidak membalas. Hei, jangan lupakan ada sosok bernama Zaki yang tidak akan memberikan Iva kenapa-kenapa dan Biru juga malas jika harus bertengkar dengan Zaki.

Bagi Biru, Zaki itu golden aset nya Pasukan Biru. Kalau ada apa-apa kadang Biru meminta Zaki yang maju menggantikan nya.

"Biru denger aku ngomong?" Tanya Geraha yang sedang menahan emosinya.

"Kamu ngomong apa tadi? Maaf gak fokus aku," ucap Biru sambil masih memainkan game diponselnya.

"Biru kesabaran aku udah abis. Aku gak peduli kamu marah atau enggak, tapi ini yang terbaik untuk kamu."

Setelah mengatakan hal itu, Geraha segera mengambil ponsel Biru dan kemudian dimatikan lalu dimasukan kedalam tas milik Geraha.

Geraha tau Biru sudah lelah belajar. Tapi dengan bermain game didetik-detik ingin ujian? Itu sama saja Biru menghapus segala memori tentang materi yang sudah ia pelajari dari semalam dan menggantikannya dengan hal-hal berbau game. Lagipun bermain game didekat waktu ujian itu juga membuat Biru akan tidak fokus nantinya.

Biru yang diperlakukan seperti itu hanya melongo, ia hampir saja menang tapi Geraha sudah lebih dulu mengambil handphone nya.

"Mau protes? Protes aja nanti kalau udah pulang,"ucap Geraha dan tepat setelah itu mereka semua sudah diperbolehkan memasuki ruang ujian.

Biru hanya mengehela nafasnya pasrah. Ia tidak bisa marah pada Geraha. Tidak tega. Tapi juga ia tau gadis itu melakukan ini demi kebaikan nya.

--
Hari pertama ujian sudah usai, masih ada 4 hari lagi yang akan mereka lalui. Masih sangat panjang.

Biru mengedarkan pandangannya lalu berhenti saat melihat sosok Geraha yang duduk sedikit jauh darinya.

"Yaelah sinetron banget lo berdua pake sok-sok an ngeliat dari jauh," komentar Baskara.

"Bau bego Ru , bau bucin. Gak usah drama, samperin anjing," ucap Iva sedikit ngegas karena melihat wajah Biru yang masih terus menatap Geraha yang tengah sibuk membereskan buku.

"Geraha! Cowok lo ni," ucap Arun.

Geraha melihat kearah mereka sekilas lalu kembali asik membereskan barangnya.

"Dahlah cabut yuk, bucin bau." Bona kemudian mengajak yang lain pergi dan membiarkan Biru serta Geraha.

Sepeninggal teman-teman nya, Biru segera bangkit lalu menghampiri Geraha.

"Ayo." Ajaknya.

"Sebentar," balas Geraha.

"Ayo!" Ucapnya ketika sudah dirasa tidak ada yang ketinggalan.

Keduanya lalu berjalan beriringan menuju parkiran. Sebenernya rutinitas pulang bersama sudah menjadi aktivitas wajib keduanya. Kalau boleh jujur, itu permintaan Biru. Geraha? Ia nurut saja, daripada bayi besar marah.

Julukan bayi besar itu datang dari Gahari, kakak Geraha. Ia selalu melihat Biru ketika bersama Geraha seperti seorang bayi. Dan akibat itu, Geraha jadi suka memanggil Biru dengan sebutan bayi besar. Dan Biru juga terima-terima saja. Entah emang suka atau seperti yang teman-teman nya bilang, bucin.

"Nih handphone nya," ucap Geraha sambil memberikan handphone milik Biru yang sempat ia tahan sambil keduanya masih terus berjalan.

"Simpen aja sampai selesai ujian," balas Biru.

"Eh? Gak bisa, nanti Mamah atau Papah kamu telfon atau chat karena ada hal penting gimana?" Tanya Geraha.

"Chat dari mereka gak pernah penting. Paling urusan uang bulanan, lagian juga uang bulanan udah dikirim," jawab Biru acuh.

Geraha sudah tau keadaan keluarga Biru, ia tidak ingin menuntut cowok itu banyak cerita tentang hal yang paling tidak disukai nya itu. Geraha selalu menunggu Biru akan cerita dengan sendirinya.

"Ck! Kalau teman-teman kamu chat," balas Geraha.

"Gak penting juga," jawab Biru acuh.

"Kalau aku mau chat?" Ucap Geraha dengan kesal.

"Oh iya, kamu kan suka kangen aku," balas Biru dengan senyum.

Geraha yang melihat itu lalu memukul Biru dan dengan cepat memasukan ponsel cowok itu kedalam saku didada Biru.

"Dahlah males ngobrol sama kamu," ucap Geraha.

"Serius? Padahal setiap malem kamu selalu bilang 'Biru aku kangen ngobrol, kamu jangan tidur dulu.' gitu," ucap Biru mengingat beberapa kalimat yang sering Geraha kirim padanya ketika malam hari.

"Ish au ah," balas Geraha.

Biru bisa melihat warna merah padam diwajah Geraha tanda malu.

"Pake malu segala."

"Bener-bener ngeselin ya!" Ucap Geraha geram dan memberikan cubitan dilengan cowok itu dengan cukup kencang hingga Biru mengaduh kesakitan.

"Aww!"

"Alay! Biasa juga tawuran," cibir Geraha, dan Biru memilih tertawa.

Tapi serius, Biru lebih milih dltawuran dibanding mendapatkan cubitan Geraha. Karena cubitan Geraha itu bikin kebas.

Biru segera merangkul bahu Geraha dan sesekali menggoda gadis itu selama perjalanan menuju parkiran yang rasanya sangat lama, padahal jaraknya tak begitu jauh. Ah apa karena mereka berdua saja yang sengaja berjalan dilama-lama in?

Biasa, bucin.

To be continue...

Pasukan Biru [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang