Part 9

7.3K 719 17
                                    

Kasih gue kesempatan buat jadi suami yang baik.


Semua usaha lo, sakit lo, perjuangan lo. Gue ga bisa biarin itu sia-sia gitu aja Rin.


Gue mau nyembuhin luka lo, Rin.


Perasaan itu belum ada. Tapi gue bakal coba sebisa mungkin. Gue bakal coba bahagiain lo segimana harusnya.


Kata-kata Jonathan semalam terngiang di kepala Tarin. Bukan pelarian? Yang benar saja? Apa dia harus menerima permintaan Jonathan?

"Ah gila! Gila gue gila lama-lama gini," erang Tarin.

Ia bangkit dari kasurnya. Jonathan tengah tertidur pulas di samping. Pria itu dengan mudahnya tidur setelah pembicaraan konyol mereka dan membuat Tarin tak bisa tidur hari itu.

Jam juga sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Matanya terbuka lebar semalaman karena perkataan Jonathan.


BUGHH


"Aw!" pekik Tarin. Kepalanya terasa berdenyut kencang karena menghantam meja tidurnya.

Terlalu sibuk memikirkan pembicaraan semalam membuat Tarin sampai tersandung saat turun dari tempat tidurnya. Ia mengusap dahinya pelan.

Sampai saat menikmati sarapanpun kepalanya tetap berdenyut kencang. Sesekali Tarin mengusap keningnya yang terasa perih.

Selesai sarapan, Tarin sibuk membuka kotak obat di dapur. Mencari salep atau cream yang bisa digunakan untuk dahinya.

"Lo sakit?" tanya Jonathan pada Tarin yang fokus membuka isi kotak obat mereka.

"Ngga sakit. Cuma butuh sesuatu." Jawabannya membuat Jonathan mengerutkan keningnya. "Coba liat." Jonathan memaksa Tarin untuk menghadap dirinya.

"Eh apasi!" pekik Tarin kaget karena Jonathan yang tiba-tiba menangkup wajahnya dan memaksa untuk menatap Jonathan.

Jemari Jonathan menyingkap anak rambut Tarin. Menemukan area kemerahan yang tersembunyi oleh rambutnya.

Nafas Tarin tercekat ketika wajah Jonathan semakin mendekati wajahnya. Wajahnya terlihat serius menatap kening Tarin. Nafas hangat Jonathan menyapa wajah Tarin.

Detak jantung Tarin mulai berdetak tak beraturan. Wajahnya memanas seketika. Jonathan terlalu dekat. Dia terlalu dekat sampai membuat Tarin hampir menggila.

"Ahh, jadi benjol ya?"

Suara baritone Jonathan terdengar jelas di telinga Tarin. Wajah tampannya tersuguh tepat di depan kedua mata Tarin.

Dia mau apa? Jangan. Jangan buat lebih lagi. Gumam Tarin saat melihat jemari Jonathan yang mulai bergerak dari kedua pipinya entah akan mendarat di bagian lain wajahnya.

"Aww!!" jerit Tarin tertahan seketika.

"Jangan diteken gitu! Sakit tau!" protes Tarin saat Jonathan mencoba menekan pelan area kemerahan itu.

"Tunggu di sini. Gue punya salepnya." Jonathan berlalu begitu saja dari hadapan Tarin.

Begitu Jonathan yang menghilang dari hadapan Tarin, Tarin buru-buru memegang kedua pipinya yang memanas. Ia melihat bayangan dirinya di kaca lemari pantrynya.

Wajahnya memerah padam seakan Tarin baru saja berjemur di tengah teriknya matahari. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya tidak sejauh ini. Reaksi tubuhnya berlebihan sekali. Tarin sudah mencoba membatasi dirinya namun efek dari seorang Jonathan terlalu besar bagi Tarin.

Turning Back At You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang