Waktu berlalu. Sebulan lebih berlalu semenjak Jonathan meminta maaf kepada Tarin. Sudah sebulan pula Jonathan berusaha untuk berubah untuk Tarin dan Tristan.
Setiap pagi Jonathan akan pergi mengantar Tristan terlebih dahulu ke sekolah sebelum ia pergi ke kantor. Jonathan memundurkan jam masuknya hanya untuk mengantar Tristan ke sekolahnya.
Ia juga selalu menghabiskan waktunya di rumah. Satu-satunya waktu yang digunakan Jonathan di luar rumah yaitu saat ia bekerja. Jonathan membagi waktu kerjanya sehingga ia tidak terlalu sibuk dan dapat menghabiskan waktunya bersama Tristan.
Seperti malam ini, Jonathan baru saja menyelesaikan ritual terbarunya. Ia menutup pintu kamar Tristan perlahan. Mencoba untuk tidak membangunkan putranya yang baru saja terlelap.
Akhirnya Tristan tertidur juga setelah dua jam lebih Jonathan berusaha membuat Tristan tidur. Anak itu senang menceritakan banyak hal pada Jonathan.
Sama seperti Jonathan saat kecil. Hal yang lumrah dilakukan semua anak pada ayahnya.
Hubungan Jonathan dan Tristan memang membaik. Mereka seperti ayah dan putranya yang sangat dekat. Tapi tidak dengan Jonathan dan Tarin.
Jonathan bisa merasakannya. Tembok penghalang yang dipasang oleh Tarin. Ia tidak memberikan kesempatan bagi Jonathan untuk kembali mendapatkan posisi khusus di hatinya.
Tarin sekarang hanya menganggapnya sebatas teman. Tidak lebih dari itu. Jonathan pun tidak mengerti. Ia berusaha mendekati Tarin. Tapi tidak berhasil.
Bukankah dulu Tarin menginginkan dirinya? Sampai hadirlah Tristan di tengah mereka? Mengapa sekarang tidak seperti itu? Apa Tarin terlalu tersakiti sampai ia menutup rapat kesempatan Jonathan?
Tatapan Jonathan jatuh pada dapur mereka. Lampu dapur itu menyala, menandakan seseorang yang ada di sana. Pasti Tarin.
Jonathan berjalan menuju dapur, benar saja. Ia melihat Tarin yang tengah duduk di kursi pantry sambil menatap layar laptopnya. Aroma kopi mulai menggelitik indera penciuman Jonathan sejalan dengan langkahnya yang mendekat.
Sebuah buku dan pulpen tergeletak di samping tangan Tarin. Ia sedang mengerjakan sesuatu yang Jonathan tak tau itu apa.
"Belum tidur?" tanya Jonathan pada Tarin.
Tarin menolehkan pandangannya, mendapati Jonathan yang berjalan mendekatinya. "Belum. Masih ada yang mau gue kerjain."
"Tristan udah tidur?" tanya Tarin berbalik. Jonathan mengangguk mengiyakan.
Jonathan menarik kursi pantry yang kosong di samping kursi Tarin. Layar laptop Tarin berisikan katalog barang-barang high-end yang cukup familiar bagi Jonathan.
"Apa ada yang lagi lo mau beli?" tanya Jonathan penasaran. Tarin menggeleng pelan.
"Terus?" tanya Jonathan.
"Mau liat aja kemauan pasar kayak gimana," jawab Tarin.
Tangan Jonathan kini teralih pada buku catatan yang ada di depannya. Ia membuka buku itu. Melihat berbagai catatan Tarin. Kening Jonathan mengkerut.
Pesanan? Harga? Kurs Rupiah? Biaya shipping + kirim? Beacukai? Keuntungan? Apa Tarin lagi buka usaha?
"Lo buka usaha?" tebak Jonathan. "Lagi coba sih. Terus kemarin udah trial, kayaknya lumayan juga," jawab Tarin.
"Usaha apa?" tanya Jonathan. "Jatuhnya kayak jasa titip. Kirim ke Jakarta terus nanti di sana baru di proses. Lumayan bisa jadi income gue selama tinggal di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Turning Back At You [COMPLETED]
RomanceKesalahan terbesar seorang Tarin membuat suaminya membencinya. Seperti semua yang dilakukannya adalah kesalahan yang tak bisa diampuni. Keegoisannya menyeret Tarin untuk hidup di dalam neraka terdalam yang diciptakan Jonathan. Hingga suatu saat Jon...