9 :: Pain

10.3K 941 98
                                    

Di dalam kamar yang dingin, seorang pemuda bergelung di atas kasur, kakinya melipat rapat dengan tangan menyatu di depan dada. Melindungi diri dari rasa dingin yang menusuk kulit dan mencari kehangatan.

Hari masih gelap, namun Haechan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia sudah mencari kain yang setidaknya dapat menutupi tubuhnya di lemari, namun tidak ada lagi. Tak mungkin dia menggunakan kain kotor untuk menutupi tubuhnya.

Mata bulat itu melirik jam dan masih satu jam berlalu dia terus bergulat dengan rasa dingin. Jika di tanya mengantuk atau tidak maka jawabannya tentu mengantuk. Dia tidak tidur lebih dari 24 jam.

Brak!

Haechan terlonjak kaget karena pintu kamar di buka dengan kasar. Dia duduk di atas kasur sambil meremat sprai,"M-mark... ada apa?"

"Kau tidak lihat sekarang jam berapa? Ini sudah pagi, jangan bermalas-malasan."

"Aku tahu... tapi aku belum tidur sama sekali, Mark."

Kedua mata Mark menyipit dan melangkah mendekat pada Haechan yang merangsek mundur hingga punggungnya menyentuh dinding. Mark naik ke atas kasur dan membelai kaki Haechan yang langsung di hadiahi tepisan yang cukup kasar.

Haechan benar-benar reflek melakukan itu karena sebelumnya dia tidak pernah di sentuh oleh siapapun dengan cara seperti itu,"Maaf, Mark... a-aku tidak sengaja."

"Kau tahu tugasmu adalah melayani," nada bicara Mark berubah rendah,"Jadi yang perlu kau lakukan adalah diam dan biarkan aku melakukan semua yang aku mau."

Haechan menggelang,"Aku tidak mau."

"Tidak mau? Kau menolak untuk aku sentuh? Baiklah jika itu maumu. Lagipula aku hanya main-main saja. Aku straight jadi seleraku bukan dirimu,"

"Aku juga straight," balas Haechan.

Mark tertawa kencang,"Ya, kau bisa mengatakan itu saat ini. Tak lama kau akan tergila-gila dengan penis pria dan berlagak seperti seorang jalang,"

Ingin sekali Haechan memukul wajah Mark sekencang mungkin, namun dia urungkan, dia tak mau hal buruk terjadi padanya. Perkataan Mark memang menyakiti hatinya, namun dia masih lebih sayang nyawa.

"Sekarang bangun dan buatkan aku sarapan." Ujar Mark sambil menarik lengan Haechan hingga terjatuh dari atas kasur.

"Agh!" Haechan meringis kala siku kanannya terasa perih. Dia yakin ada luka sobek disana.

Wajah datar Mark sama sekali tak berubah kala melihat Haechan menahan sakit seolah menontonnya lebih asik di banding menolong dan meminta maaf. Kaki kanannya menendang-nendang kecil lengan Haechan,"Cepat. Jangan lambat. Aku harus kerja setelah ini,"

Terpaksa, Haechan bangun secara perlahan dan berjalan ke dapur dengan kantuk yang sama sekali tidak bisa ia tahan. Kejam. Dia belum tidur dan di paksa untuk membuat sarapan. Bukannya mengeluh atau apa, tentu dia harus melaksanakan tugas dan melayani pasangan, hanya saja apakah Mark tak berpikir dan memberi rasa simpati sedikit padanya?

Selama tangannya sibuk memotong daun bawang, punggungnya entah mengapa terasa dingin, Haechan tahu bahwa dia sedang di perhatikan. Ekor matanya melirik sedikit, betul saja, Mark tengah menatapnya sekarang.

"Apa yang kau lihat?"

Nada dingin Mark membuat Haechan menahan nafas. Dia merasa aneh, memangnya kerja apa?

Apa perusahaan milik Jaehyun sudah secara sah menjadi hak milik dan di jalani oleh Mark?

Di tambah apakah Mark mengerti tentang hal seperti itu?

Fragile Heart [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang