16 :: Hendery

7.7K 778 75
                                    

Ringisan menahan sakit terpatri di wajah Haechan, tangannya terasa sakit dan pergelangan tangannya lecet. Hari sudah pagi, namun janji Mark untuk melepaskan borgol tidak di tepati hingga dia tidur sepanjang malam dengan tangan tergantung karena borgol yang terhubung dengan kepala kasur.

"Kemana orang itu?!"

Sebelumnya dia sudah memanggil Chenle untuk meminta tolong namun pintu kamar ternyata di kunci. Akhirnya dengan berat hati, Haechan harus menunggu Mark pulang. Punggungnya bersandar lelah di kepala kasur. Pria manis itu tak henti memperhatikan sekitar, kamar Mark memiliki kesan classic yang tentu tidak akan membuat mata bosan.

Sekitar dua jam Haechan menunggu, suara pintu yang di buka membuatnya senang bukan main.

"Mark!" Tanpa sadar Haechan berseru layaknya anak kecil yang mendapatkan mainan baru.

"Apa?"

"Buka borgol ini. Semalam kau janji ingin membukanya jika aku sudah tidur, tapi nyatanya-"

"Maaf," ujarnya sambil membuka kunci borgol.

Haechan mengedipkan matanya beberapa kali karena merasa tak percaya dengan satu kata namun bermakna yang di ucapkan oleh Mark. Jika di perhatikan, pria itu tampaknya memang sedang kelelahan.

"Kamu baik-baik saja?"

Mark melirik sekilas,"Mungkin."

"Jika butuh teman untuk cerita, aku bisa-"

"Kapan Chenle akan pulang?"

"Ehm, kenapa? Aku minta maaf jika kehadirannya membuatmu tidak nyaman. Nanti aku akan coba bicara padanya."

Mark duduk di sofa dan memejamkan mata,"Bukan begitu. Saat dia pulang, kita akan mengantarnya."

"Ah, tidak perlu repot-repot. Chenle sudah dewasa untuk sekedar pulang ke rumah," Haechan mendengus lucu.

Suara kekehan pelan menyita perhatian Haechan. Tak pernah dia melihat senyum tulus seperti itu dari Mark.

"Kita bukan sekedar mengantar, tapi akan menginap juga disana. Aku yakin kau merindukan orangtuamu,"

"Benarkah?! Kita menginap disana?"

Anggukan pelan membuat senyum Haechan mengembang. Dia senang bukan main. Namun perasaan heran juga mendominasi, tak biasanya Mark bersikap begini apalagi mengajak dia untuk ke rumah orangtuanya. Haechan sadar betul bagaimana berbahayanya pria ini. Selalu nekat dan melakukan segala hal untuk mencapai tujuan, tak perduli harus menyakiti bahkan menghilangkan nyawa oranglain.

Haechan mengepalkan kedua tangan yang bertumpu di atas lutut.

"Mark,"

"Hm?"

"Kau melakukan ini bukan untuk mencapai suatu tujuan, kan?"

Mark menaikan sebelah alisnya,"Tujuan?"

Keheningan berlangsung selama sepuluh detik, sebelum akhirnya Haechan berdiri dan berjalan mendekati pintu,"Lupakan. Terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menginap."

Pria manis itu keluar, menyisakan Mark yang kini tengah menutup mulutnya dengan tangan,"Pfft! Ah, bodoh sekali."

Tenang saja, saat ini Mark tidak berniat untuk menyakiti orang yang dia curigai. Ada beberapa hal yang harus dia lakukan sebagai pemastian, lalu jika dugaannya benar, perkataan yang sempat dia katakan pada Hendery bukanlah main-main dimana dia akan mematahkan leher pelaku dengan tangannya sendiri.

《♤•♤》

"Kalau makan jangan mengecap!" Haechan memukul pelan tangan Chenle, kebiasaan buruk adiknya ini tidak pernah berubah. Bukannya menurut, justru Chenle menjulurkan lidah untuk meledek.

Fragile Heart [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang