10 :: Careless

9K 967 197
                                    

Haechan merasa was-was di dapur. Selama membuat beberapa cangkir teh, kepalanya tidak berhenti menoleh ke belakang dimana para tamu yang mengaku sebagai bodyguard duduk disana. Walaupun benci untuk mengakui, Haechan berharap Mark cepat pulang. Mau bagaimana pun bukti chat yang di tunjukan tadi tak mengurangi rasa kekhawatirannya atas kehadiran orang asing tersebut.

"Aku akan menelpon Renjun," dia cepat-cepat mengambil handphone dan mencari kontak yang mau di tuju.

Syukur lah panggilan tersambung, Haechan menggigit kuku jarinya sambil menunggu panggilan di angkat,"Renjun, cepat angkat!" Jeritnya tertahan.

"Sedang apa?"

Deg!

Saat itu juga Haechan merasa jantungnya jatuh hingga ke perut. Sepasang tangan bertumpu pada meja dapur, mengurung tubuhnya. Pria manis itu sama sekali tak berkutik atau pun membalikan badan hingga dia dapat merasakan nafas beraroma asap rokok menerpa tengkuk lehernya.

"Ada apa Haechan?"

Panggilan sudah terangkat, namun bibir Haechan bergetar untuk menjawab.

"Tutup telfonnya," bisik pria besar itu.

"A-aku... salah menelpon sepertinya, hahaha!" suara tawa penuh paksaan menyambut telinga Renjun.

"Haechan, kau tidak apa-apa?"

"Lama,"

Pria itu merebut handphone Haechan dan membantingnya ke lantai. Lelaki mungil itu terkejut bukan main, punggungnya bergetar kecil bahkan hanya untuk membalikan badan saja tidak mampu. Firasat buruk menghantui, merasa bahwa sebentar lagi akan ada kejadian yang sama sekali tidak ia inginkan.

"Tuan Mark sungguh tidak menginginkanmu? Menyebalkan jika itu sebuah candaan karena aku merasa ingin segera menjadikanmu milikku, berlian yang tidak terurus lebih baik di berikan kepada oranglain,"

Hembusan nafas menerpa tengkuk terbuka Haechan, cukup membuat tubuhnya meremang. Belum sempat dia melawan balik, pria itu sudah lebih dulu membekap mulut dan memeluk tubuhnya erat. Kedua matanya membelalak kaget dan sebisa mungkin bergerak tanpa henti guna melepas pelukannya.

"Ayo bermain sebentar," bisiknya.

Pria itu melonggarkan pelukan dan mengangkat tubuh mungil Haechan ke atas meja, mendudukannya. Pukulan demi pukulan sudah di beri, namun pria itu menahan sakit hanya demi mencicipi bagaimana rasa hangat di dalam sana. Dia mau mendului.

"Menjauh dariku!" Haechan akan menendang perut pria itu namun lebih dulu di tahan.

"Kau nakal, ya?" Pria itu tertawa kecil dan membuka pengait celana jeans Haechan.

Dia mau berteriak meminta tolong, namun di sisi lain hal itu merupakan hal bodoh untuk di lakukan karena akan menarik perhatian para pria di ruang tamu. Tidak lucu jika dia akan di gilir. Rasa trauma pasti akan terus membekas di hatinya. Saat celana telah terlepas, pria itu kembali membekap mulut Haechan. Mendorongnya hingga kepala lelaki manis itu terbentur oleh meja, meninggalkan rasa pening.

Jeritan tertahan terus terdengar kala pria itu mulai membuka beberapa kancing baju Haechan. Sungguh, dia merasa jijik dengan diri sendiri. Di sentuh oleh orang yang tidak memiliki hak atas dirinya, walaupun tahu Mark tak mungkin menyetubuhi. Tapi hak tetap lah di genggam oleh pria tak berperasaan itu.

Di saat seperti ini dia malah mengingat papanya, pria luar biasa itu selalu menjaganya dari orang jahat mana pun yang mengganggu. Rasa tanggung jawabnya besar, namun saat tanggung jawab itu berpindah pada Mark, dia malah menelantarkannya, melepas tanggung jawab itu. Haechan merasa tak bisa menjadikannya sebagai tempat perlindungan. Justru jika dia mendekat, bahaya lah yang menjemput.

Fragile Heart [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang