"Aku akan bawa baju ini, lalu ini... Oh! Ini juga," Haechan sungguh bersemangat menyiapkan pakaian untuk menginap. Entah benda apa yang menghantam kepala Mark, tapi ini merupakan kesempatan emas untuk melepas segala beban pikiran yang sungguh membuat mentalnya tertekan.
Jika kalian menanyakan apakah Haechan akan melaporkan segala perbuatan Mark pada orangtuanya, maka jawabannya adalah tidak. Tak terbesit niat sama sekali untuk dia melakukan hal itu. Haechan hanya tak mau hal buruk terjadi pada Mark, entah apa alasannya.
"Ah iya! Aku perlu membawa baju kesukaanku juga." Haechan bangkit dan mengambil baju dari lemari sambil bersenandung ria.
Mark yang baru selesai makan dan hendak membantu Chenle membawa koper sampai menghentikan langkahnya. Dia bersandar pada tiang pintu dan memperhatikan senyum Haechan yang tampak cerah. Kapan terakhir kali dia melihat senyum tulus seperti itu?
Ingatannya abu-abu.
Tampaknya saat Mark masih kecil dulu. Kalau tidak salah dia merasa pernah memiliki teman baik bahkan tak jarang mereka bermain dan berbagi cerita. Namun sayang, suatu hari saat Mark dalam perjalanan pulang sebuah mobil menabrak mobilnya. Hantaman keras di kepala mengakibatkan Mark kehilangan sebagian memorinya. Dia tak bisa mengingat seperti apa rupa dan wajah temannya ini, segala hal yang telah di lalui seakan hanya sebuah mimpi indah dari tidur panjang.
Padahal Mark jatuh cinta padanya, dimana sosok itu lah yang pertama kali mengajarkannya apa arti dari hangatnya kebersamaan.
Ya, dia masih mencintainya sampai sekarang.
"Mark?"
Suara Haechan menginterupsi pikirannya yang tengah melayang jauh.
"Kenapa kamu berdiri saja disini?"
Mark mengusap wajahnya sambil menghela nafas,"Sudah siap?"
"Belum. Maaf jika aku memakan banyak waktu, tapi aku janji tak lama akan selesai."
Mark mengangguk kecil,"Take your time," lalu melanjutkan langkah menuju kamar Chenle.
"Iya Ma, nanti aku ceritakan lengkapnya."
Suara Chenle terdengar, Mark sengaja berdiri sejenak untuk mendengar percakapan Chenle dan dapat dia yakini bahwa lawan bicaranya adalah Ten.
"Aku hanya merasa ada yang aneh, Ma. Hubungan mereka tidak seperti pasangan pada umumnya."
Dalam hati, Mark tertawa mendengar penuturan Chenle. Walaupun anak itu hanya menggunakan kata 'mereka', dia tahu betul kalau dia dan Haechan sedang di bicarakan. Jika seperti ini, Mark jadi berpikir kalau Chenle menginap hanya untuk memata-matai lalu melaporkan semuanya pada Ten.
Bermain kotor sekali, untung saja dia tidak melakukan hal aneh pada Haechan selama Chenle disini.
"Aku rasa Mark hyung menyukai cara sex yang... ehm kasar. Waktu itu aku melihatnya menyeret Haechan hyung dan memborgolnya."
Oke, Mark rasa dia cukup mendengar hal ini. Jadi dia mengetuk pintu kamar yang terbuka setengah, saat itu juga Chenle buru-buru pamit dan mematikan sambungan telepon.
"Masuk hyung,"
"Kopermu?" Ujarnya sambil mendorong pintu lebih lebar lagi.
"Oh iya! Maaf hyung, aku jadi merepotkan. Saking semangatnya, banyak sekali pakaian yang aku bawa."
Mark tersenyum tipis,"Tak apa. Kamu bisa tunggu di mobil dulu, hyung harus mengecek Haechan lagi."
Chenle mengangguk dan berjalan lebih dulu. Mark menarik koper, lalu kembali berhenti di depan kamar Haechan. Alisnya tertaut bingung, pria mungil itu hanya berdiri membeku di depan lemari. Di tangan tampak selembar kertas yang telah kusam. Secara inisiatif Mark melangkah mendekat dan berdiri tepat di belakang Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragile Heart [Markhyuck]
FanfictionSaat masa sekolah, Haechan seorang pembully dan salah satu korban yang sering dia perlakukan jahat adalah Mark Lee, seorang murid biasa yang tak banyak bicara dan di sayangi oleh para guru. Tak ingin menyebarluaskan kenyataan bahwa dia adalah seoran...