Trauma Bualan

6 0 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

"Pernah berpikir untuk pergi aja gak sih?"

Doyoung menoleh. Seakan tidak peduli lagi dengan tetesan air dari rambutnya, dia melangkah mendekat. Menggigit bibir bawah, dia kemudian menganggukkan kepala.

"Sering. Banget," tuturnya.

Bukan bermaksud untuk memaki Tuhan, tetapi kali ini aku benar-benar akan menyalahkan keadaan. Berusaha memberinya senyuman sebelum menyudahi tatapan, aku bangkit dari pembaringan.

Berdiri berhadapan, aku kembali memberinya pertanyaan. "Benar-benar nunggu aku ngomong minta dipulangkan?"

Untuk beberapa detik Doyoung terdiam. Setidaknya sebelum menemukan ucapan yang akan membuatku bungkam.

"Ngomong aja sekarang. Maka aku akan izin nggak jaga. Aku antar kamu sekarang juga. Tenang aja. Aku nggak akan ngomong macam-macam. Aku pastikan nggak akan ada yang nyalahin kamu di sini."

Merasakan bibirku bergetar, aku memaksa kepala ini menunjukkan anggukan. Oh, ternyata dia sudah menyiapkan skenario agar terlihat benar. Mau sampai kapan dia akan mengungkit kesalahan lawan hanya agar membuat dirinya menang, tanpa berusaha mencari penyelesaian dari inti permasalahan?

Segampang itu melepasku?
Sejijik itu dia terhadapku?
Semalas itu dia mempertahankanku?
Sebesar itu salahku?

Lantas mengapa dia bersedia untuk menikah buru-buru ketika sebelumnya tahu benar bagaimana keadaanku?

Merasa tidak sanggup lagi berdiri menghadapnya, aku bergegas meninggalkan kamar. Rasanya benar-benar menyakitkan ketika sadar bahwa orang yang mengerti lara lamaku ternyata menjadi sosok penambah luka.

Traumaku sungguh menjadi guyonan di matanya hanya karena aku sering tampak bahagia dan melepas tawa saat bersama. Mungkin takutku dianggap bualan semata, sesakku tidak parah, atau justru berpikir hatiku tidak hilang arah hanya karena mata ini tidak lagi terlihat mengeluarkan airnya.

Seandainya saja dia tahu doa yang senantiasa kupanjatkan pada-Nya.

Please, jangan seperti ibu yang berpikir aku baik-baik saja hanya karena fisikku nggak terluka.

Please, jangan seperti ibu yang berpikir aku baik-baik saja hanya karena fisikku nggak terluka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

MERAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang