Kacau

7 0 1
                                    

Menatap cupcake pesanan, pikirannya berkeliaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menatap cupcake pesanan, pikirannya berkeliaran. Sementara jari telunjuk senantiasa membuat ketukan di meja dengan irama beraturan.

Hembusan napas dari mulut merupakan usahanya untuk kembali mendapatkan keberanian yang sempat menciut. Beberapa detik kemudian, dia meraih ponselnya setelah tersenyum kecut.

Doyoung

Lima menit lagi
Jangan pergi
09:58 PM

Rilian K.

Iya
09:58 PM

Sebenarnya, Doyoung sudah melanggar janji. Chat barusan adalah 'lima menit' yang sudah dia kirim sebanyak empat kali. Rilian ... jika saja tidak sedang membutuhkan 'tempat sampah' tidak akan sudi menunggu orang selama dua puluh menit.

Menghela napas pelan, Rilian lagi-lagi menata kembali nyalinya yang sempat berantakan. Menyusun kata-kata yang akan digunakan. Menyiapkan rencana cadangan jika saja gagal melakukan pengakuan.

Sampai akhirnya Doyoung muncul di depannya tidak sampai lima menit kemudian.

Rilian memberi lelaki itu senyuman, meski sebenarnya yang lebih ingin dia lakukan adalah melayangkan pukulan.

"Maaf,"

Rilian mendengkus kasar mendengar kata pertama dari mulut Doyoung. "Mending diem daripada ngucapin kata itu," jawab Rilian.

Doyoung tersenyum rikuh. Lalu meraih gelas Rilian yang berisi jus jambu. Meneguknya dengan cepat sampai tersisa separuh.

"Aku mau ngomong," kata Rilian akhirnya.

"Mending langsung ngomong daripada pakai pengantar gitu." Doyoung kemudian menggerakkan kedua alis, merasa bangga telah membalas perlakuan Rilian sebelumnya. Lalu satu tangannya bergerak cepat ke piring Rilian dan ... dalam sekejap dia sudah berhasil memakan satu cupcake Rilian.

"Aku nggak mau nyesel," ujar Rilian.

Doyoung menelan hasil kunyahannya sebelum berkata, "Semua orang memang nggak ingin menyesal."

Rilian mendecak. "Aku tuh pernah ninggalin seseorang dan kamu tau sendiri berapa lama aku bisa biasa aja terhadapnya, kan?"

Doyoung menggangguk. "Tujuh tahun lebih delapan bulan."

Menatap Doyoung jengkel, Rilian sungguh tidak menyangka kalau lelaki itu akan mengingat healing time-nya sebegitu detail.

"Ya makanya itu aku nggak mau kayak gitu lagi. Apalagi yang sekarang itu bener-bener sosok yang aku impi-impikan sejak dulu. Bener-bener yang ... suami-able banget menurutku. Bisa aku pastikan akan nyesel seumur hidup kalau sampai ninggalin dia cuma karena ibu. Tapi, aku harus gimana sih, Doy? Aku bingung." Rilian kemudian menunduk. Menyembunyikan wajahnya di atas tekukan tangan di meja.

Doyoung meletakkan sisa cupcake-nya. Sadar bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk makan.

Well, Doyoung memang tidak bisa tahu apa yang sebenarnya Rilian pikirkan. Namun, melihat bagaimana anak itu menangis, membuatnya mengerti bahwa masalah yang dihadapi kali ini sungguh di luar kendali. Selama mengenal Rilian, Doyoung tahu benar bahwa gadis itu tidak akan semudah ini menangis di keramaian.

Apa sekiranya yang bisa dia lakukan untuk Rilian?

Sampai akhirnya Doyoung berdiri, berganti posisi di sebelah Rilian hanya untuk memberi sang gadis pelukan; satu hal yang sering diminta Rilian ketika dilanda banyak pikiran dan kesedihan.

"Semuanya akan baik-baik saja, asalkan kamu nggak berhenti berusaha dan berdoa. Percaya saja pada-Nya, ya?"

Rilian tidak memberi jawaban apapun atas ucapan Doyoung barusan.

.

[]

.

20191230

MERAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang