Capek

20 0 0
                                    

"Kenapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kenapa?"

Menyudahi tatapan ke kotak pensil warna, aku menggeleng pelan saat kami akhirnya bertemu mata. Memasang senyum terpaksa sembari berharap dia tidak merasa apa yang sedang kurasa.

Dia lantas menggaruk ujung hidung sebelum bangkit dari duduk. "Ayo, ikut."

"Eh? Ke mana?"

"Ada deh, pokoknya. Ayo," ajaknya sambil meraih tangan kananku dengan tidak sabar.

Menyusuri trotoar depan rumah, kurasakan dia mengeratkan genggamannya. Meliriknya, hatiku tak berhenti bertanya. Dia kenapa? Biasanya juga enggan bersentuhan begini kalau bukan aku yang memaksa. Sudah datangnya tiba-tiba, sekarang malah mengajak main keluar rumah. Maksudnya itu apa?

"Doy?"

Yeah, pada akhirnya aku tidak tahan juga diselimuti rasa penasaran.

"Hm?" gumamnya. Sambil terus melangkah, tentu saja.

"Kamu kenapa, sih?"

Lirikan menjadi respons pertama yang kudapat darinya. Lalu helaan napas panjang sebelum akhirnya penghentian langkah. "Kamu yang kenapa?" tuturnya.

Telunjuk kiri langsung kuarahkan ke hidung sendiri. "Aku? Kok aku? Kan kamu yang datang ke rumah malam-malam begini tanpa ngasih tau dulu. Terus sekarang ngajak keluar jalan kaki. Capek," jelasku.

Kepala Doyoung lantas bergerak naik turun dengan pelan. "Saking capeknya sampai diemin aku begitu?"

Giliranku yang menghela napas panjang. Tidak ingin dia salah paham, akhirnya aku menjelaskan, "Tadi terjadi sesuatu yang nggak biasa. Aku kayaknya udah terbiasa sama dia, jadi ketika dia nggak ada rasanya kayak ... kayak takut campur sedih mau nangis gitu. Kamu tau sendiri aku sulit banget berbaur sama orang baru, kan? Aku gak bisa 'ngikutin' obrolan mereka. Nggak tau kenapa jadinya kayak berimbas ke tubuh aku. Rasanya capek banget gitu. Mood-ku jadi nggak tetap. Takut, sedih, mau nangis, tapi ada rasa kesel juga. Aku bingung. Intinya tuh, aku jadi ngerasa capek. Padahal itu juga aktivitas sehari-hari."

Doyoung mengangkat satu tangannya yang bebas lalu menepuk bahu kananku pelan. "Sorry," ucapnya. "Sorry karena aku masih belum bisa bawa kamu sampai bikin kamu kayak gini."

Mengerti ke mana arah ucapan barusan, aku merasa dadaku ditekan. Napas tersangkut di tenggorokan, membuat tidak mampu melakukan pergerakan, dan berakhir dengan pecahnya tangisan.

"Aku capek," ujarku sambil menunduk dalam.

Tidak ada reaksi yang ditunjukkan Doyoung selama beberapa detik. Sebelum akhirnya tangan yang tadi memberi tepukan di bahu kini menjadi melingkari tubuh.

"Aku capek," ucapku lagi. Kali ini membiarkan tangisan itu pecah di pelukan Doyoung.

×××[fin.]×××

20190514
.

MERAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang