"KANAYAAAAAAA!""Ck, kenapa sih?! Lagi cosplay jadi Tarzan lo makanya teriak-teriak kayak gitu, hah?" Gadis yang sebelumnya sedang menenggelamkan kepalanya di atas meja, kini menutup telinganya yang nyaris tuli karena teriakan keras itu.
"Ihhhh sebel gue sama lo!"
"Liat nih! Ini pasti ulah lo kan?!"
Secarik kertas, kini ditempelkan ke wajahnya, membuat kepala gadis itu terdorong ke belakang.
"Gelap Cil, nggak bisa lihat apa-apa gue," sahut Kanaya karena memang kertas itu menutupi wajahnya sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa. Cila- siswi dari tetangga kelas Kanaya langsung memundurkan kertas yang dipegangnya beberapa senti dari wajah Kanaya, agar Kanaya dapat melihat jelas tulisan yang ada di sana.
Kanaya mengerjap beberapa kali lalu memfokuskan matanya pada tulisan yang ada di kertas itu. " 'Saya mirip ondel-ondel'. HAHAHAHA." Tawa Kanaya pecah mengisi penuh ruang kelas. Air matanya sampai keluar saking merasa lucunya.
Padahal tanpa membacanya pun Kanaya sudah tahu, karena dia lah yang menulis itu dan menempelkannya di punggung Cila.
"IHHH MALAH KETAWA LAGI. GARA-GARA LO TADI GUE DIKETAWAIN SEKELAS TAU NGGAK?!" pekik Cila dengan sorot mata yang seakan ingin memakan Kanaya hidup-hidup.
"Nggak usah marah kali, emang kenyataannya kok," tutur Kanaya tanpa dosa.
Cila semakin dibuat kesal. "Lo-"
"Udah-udah, Cil, mending lo sembunyiin make-up lo deh. Gue denger sebentar ada razia tuh," ujar Jane yang tiba-tiba muncul dan menghentikan Cila yang sedang mengomel.
"Tau darimana lo?" tanya Cila tidak percaya. Bisa saja ini hanya tipuan Jane saja agar Cila berhenti memarahi sahabat 'Tersayangnya' itu.
"Yaudah kalau nggak percaya, entar kalau disita juga lo bisa beli yang baru. Lo kan orang kaya." Cila menatap Jane yang nampak serius. Karena mau cari aman, akhirnya Cila pun langsung keluar dari kelas Kanaya dan bergegas untuk menyembunyikan make-up kesayangannya.
Setalah memastikan Cila sudah pergi, Jane dan Kanaya ber-tos ria lalu tersenyum senang.
"Lo emang the best Jane," puji Kanaya dengan memberikan Jane dua acungan jempol.
Jane menepis tangan Kanaya sembari geleng-geleng kepala kemudian duduk di samping gadis itu. Kanaya dan Jane memang sudah bersahabat sejak kelas satu SMP. Ya, jadi wajar jika mereka sangat dekat satu sama lain.
"Emang bener mau ada razia?" tanya Kanaya memastikan. Ia sendiri kurang yakin. Sementara Jane, ia mengangguk memberi jawaban. " Iya, tadi Johan bilang sama gue."
Kanaya manggut-manggut mengerti. Dan, sedetik kemudian.
"Johan siapa?"
"Dih, tadi manggut-manggut, gue kira lo tau." Jane lagi-lagi menggeleng pelan. Kanaya memang sangat aneh. "Itu loh Johan anak OSIS," lanjutnya.
Kanaya kembali mengangguk paham, walaupun sebenarnya ia benar-benar tidak tahu siapa orang yang Jane maksud. Namun, untuk menghindari kemarahan Jane, Kanaya pura-pura tahu saja.
"Nay, lo emang nggak bosan ngejahilin orang terus?" tanya Jane penasaran, bahkan sangat penasaran. Dirinya saja sudah bosan mendengar amarah korban-korban Kanaya.
Kanaya menggeleng cepat. "Nggak sama sekali," jawab Kanaya enteng sembari tersenyum.
Ya, itulah Kanaya Putri Michela. Itu nama lengkapnya, tapi kalau mau terdengar lebih akrab, panggil saja Naya. Satu fakta tentang Kanaya, dia punya hobi yang buruk. Ia sangat suka membuat orang lain kesal.
Karena hobi yang buruk itu, membuat Kanaya tidak disukai banyak orang. Dia sering disebut beban, tak berguna, tukang caper, pembawa masalah, dan masih banyak lagi. Bahkan pernah sekali, ia dimusuhi oleh satu kelasnya, termasuk Jane. Itu semua tak lain disebabkan oleh ulahnya sendiri. Entah hal apa yang mampu membuatnya kapok.
Namun, bagaimana jika itu semua hanyalah cara Kanaya untuk menutupi semua lukanya dalam-dalam? Karena dengan itu, semua orang akan menganggapnya baik-baik saja.
•••
Prolog finish 😍
Gimana, gimana?
Satu kata buat Kanaya?
Ayok jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca part selanjutnya ☺️
Thank you my readers 🤍
See you<3Salam, Cippau
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya
Teen Fiction[DIWAJIBKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!!] [Cover by pinterest] Kanaya kira, dia bisa menyentuh kebahagiaan. Kanaya kira, rasa sakit yang dia rasakan hanyalah sementara. Kanaya kira, kasih sayang yang ia dapatkan adalah nyata. Ternyata tidak. Sayangnya...