#Happyreadingkawan<3
•••
Kanaya mengerjap beberapa kali ketika sinar mentari perlahan masuk melalui celah jendela kamarnya. Tak terasa sudah pagi lagi, dan tak terasa ia harus menjalani hari yang melelahkan lagi.
Gadis itu bangkit dari tidurnya lalu bersiap untuk ke sekolah. Tak memakan waktu lama, kini Kanaya sudah siap dengan mengenakan seragam sekolahnya yang rapi. Setelah itu, gadis itu turun ke bawah untuk berpamitan kepada bunda dan papanya, kalau-kalau mereka ada di rumah.
Dan sungguh keajaiban, Kanaya tidak menduga kalau papa dan bundanya sudah menunggunya di meja makan.
Seketika rasa sesak kembali merayap di dadanya. Bagaimana tidak? Perkataan Dirga kemarin begitu melekat di kepalanya sembari terus merobek hatinya.
"Duduk," ucap Dirga dingin.
Kanaya hanya mengikut tak berniat untuk menjawab. Kanaya mengambil duduk di samping bundanya. Lona melirik putrinya sekilas lalu kembali pada aktivitasnya. Tatapan sendu itu membuat Lona kembali merasa bersalah.
"Papa dengar kamu sering buat masalah di sekolah?" tanya Dirga tiba-tiba.
Kanaya tentunya terkejut. Dari mana Dirga bisa tahu? Apakah Bu Siska memberitahunya? Karena tak tahu harus menjawab apa, alhasil Kanaya hanya bisa terdiam.
"Kenapa nggak jawab? Betul kamu sering buat masalah?" Dirga kembali bertanya tegas.
Lona berniat untuk mencegah terjadinya perdebatan. Harusnya pagi-pagi begini Kanaya mendapatkan pagi yang indah, bukan malah kata-kata kasar dari papanya.
"Udah, Pa. Ini masih pagi lho, nggak enak kalau didengar tetangga, pagi-pagi udah ribut," ucap Lona mengingatkan.
Bukannya mendengar, Dirga sama sekali tidak mengindahkan ucapan Lona barusan. Pria itu malah marah. "Harusnya bilang sama anak kamu ini, jangan terus-terusan buat masalah kalau tidak mau ada keributan!"
Kanaya sedari tadi hanya bisa terdiam. Bahkan ketika dia dijadikan sebagai sumber dari masalah, Kanaya tetap diam. Karena buat apa bicara kalau ujung-ujungnya akan dianggap salah?
Melihat Kanaya yang diam tak berkutik membuat Dirga kembali bertanya dengan nada tegas. "Papa tanya sekali lagi, kamu sering buat masalah di sekolah?! Mau cari perhatian? Kamu pikir bagus seperti itu? Yang ada Papa tambah malu punya anak kayak kamu!"
Lagi-lagi Kanaya mendengar kalimat itu. Walau tak diulang-ulang, Kanaya sadar diri, memang tidak ada hal yang bisa dibanggakan dari dirinya. Kanaya hanya bisa membuat malu? Kanaya juga menyadari itu.
Tapi, apakah kalian tahu alasan ia seperti Itu? Itu karena tak seorangpun peduli terhadap apa yang ia lakukan.
Kanaya pernah mencoba sebelum akhirnya benar-benar menyerah. Kenapa? Karena apapun itu, tak ada seorangpun yang melihat usahanya.
Kanaya adalah anak yang selalu mendapatkan juara saat masih SMP. Ia juga beberapa kali mengharumkan nama sekolahnya.
Tapi apakah itu berguna? Ketika Kanaya pulang dengan membawa senyum dan rasa gembira, ketika ia seharusnya memamerkan apa yang sudah ia raih, kedua orang tuanya dengan mudah menghancurkan itu semua dengan segala pertengkaran yang mereka ciptakan.
Lalu untuk apa melakukan itu semua kalau tak ada satupun orang yang melihat dirinya? Kanaya memutuskan untuk berhenti, karena dia pikir itu semua sia-sia.
Karena enggan mendapat semprotan dari Dirga lagi. Kanaya memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Ia benar-benar tak tahan untuk berlama-lama duduk bersama orang yang sangat membencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya
Teen Fiction[DIWAJIBKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!!] [Cover by pinterest] Kanaya kira, dia bisa menyentuh kebahagiaan. Kanaya kira, rasa sakit yang dia rasakan hanyalah sementara. Kanaya kira, kasih sayang yang ia dapatkan adalah nyata. Ternyata tidak. Sayangnya...