KRING!
Bel pulang berbunyi nyaring. Semua siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Kanaya dan Jane berjalan beriringan menyusuri koridor.
Saat keduanya melewati lapangan basket, Kanaya melihat Arkan sedang men-dribble bola dengan sangat lihai dan dengan mudah memasukkannya ke dalam ring. Kanaya yang melihat itu tanpa sadar tersenyum tipis. Namun detik berikutnya senyum itu luntur seketika, Kanaya kembali menatap lurus ke depan.
"Naya cantik," panggil Jane menatap Kanaya sedikit berbeda.
Dahi Kanaya mengerut samar. "Dih ngapain lo manggil gue pake embel-embel cantik? Pasti ada sesuatu nih," tebak Kanaya.
"Hehe tau aja, sebelumnya gue mau ucapin permohonan maaf gue yang sebesar-besarnya, karena—"
"Udah sana, kebiasaan!"
Kanaya sudah menduganya, pasti Jane ada urusan mendadak lagi. 'Urusan' yang dimaksud adalah Omanya. Pasti Jane harus menemani Omanya untuk berbelanja atau melakukan hal lainnya.
Jane tersenyum manis. "Ah, lo emang paling peka, love you, Nay!" teriak Jane sembari berlari kecil menjauhi Kanaya.
"Najis!" balas Kanaya tak kalah keras.
Setelah Jane berbelok menuju ke parkiran, Kanaya akhirnya berjalan sendiri menuju gerbang sekolah.
Selang beberapa menit berjalan, Kanaya pun sampai di halte bus. Hari ini ia memutuskan untuk pulang dengan menaiki bus saja. Saat sedang menunggu bus datang, tiba-tiba deru mesin motor seseorang menarik perhatiannya. Seorang lelaki membuka helm full face-nya dan langsung membuat Kanaya tersenyum.
"Kai?" gumam Kanaya.
"Lo kayaknya suka banget nongkrong di sini? Nggak punya teman, ya?" ucap Kai sembari turun dari motor dan duduk di samping Kanaya.
Kanaya memutar bola matanya malas, lalu berkata, "Nongkrong apanya, orang gue lagi nunggu bus dateng kok. Lagian temen gue tuh banyak, secara kan gue paling terkenal di sekolah," kata Kanaya menyombongkan diri. (Dia bercanda ya manteman)
"Terkenal karena prestasinya?" tanya Kai.
Kanaya terdiam sebentar. "Hmm... kalau itu sih mustahil."
"Atau terkenal karena cantiknya?" tebak Kai lagi. Namun, kali ini mampu membuat Kanaya salah tingkah.
"Halah nggak mampan gue sama rayuan buaya kayak gitu." Kanaya tersenyum miring, berusaha menutupi saltingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya
Teen Fiction[DIWAJIBKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!!] [Cover by pinterest] Kanaya kira, dia bisa menyentuh kebahagiaan. Kanaya kira, rasa sakit yang dia rasakan hanyalah sementara. Kanaya kira, kasih sayang yang ia dapatkan adalah nyata. Ternyata tidak. Sayangnya...