Seorang gadis cantik dengan surai hitam panjang yang sangat berantakan, duduk di atas kasur sembari memeluk erat kedua lututnya. Mata yang sembab, serta kantong mata yang terlihat samar, semakin memperburuk keadaan gadis itu.
Kanaya terjaga semalaman. Bagaimana bisa ia tertidur dengan semua kekacauan yang terjadi di rumahnya? Kanaya lelah. Kanaya tak tahan dengan semua ini. Tapi apakah dia punya pilihan? Ingin melindungi bundanya saja, Kanaya harus merasakan tamparan keras.
Lalu Kanaya bisa apa?
"Kenapa malah menyalahkan aku?!"
"Ini masih pagi loh mas, kamu tidak usah memulai perdebatan!"
"Ooh jadi kamu mau menyalahkan aku karena ulah anak kamu itu?"
"Dia selalu pulang malam seperti itu gara-gara kamu tidak becus mendidik dia!!"
Kanaya terkekeh hambar. "Pake saling menyalahkan, gue kayak gini karena ulah kalian berdua," gumam Kanaya kemudian gadis itu beranjak ke kamar mandi dan bersiap untuk ke sekolah.
•••
"Good morning, Jane!" sapa Kanaya sembari merangkul sahabat satu-satunya itu. Namun, lama kelamaan rangkulan itu semakin erat sampai membuat Jane terbatuk-batuk.
"Uhuk uhuk."
"W-woy, lepasin! Susah napas nih gue." Jane berusaha melepaskan rangkulan Kanaya yang kini mencekiknya.
"Halah lebay lo!"
Kanaya melepaskan rangkulannya lalu berlari ketika Jane sudah memelototinya. Bisa-bisanya Jane sudah terbatuk-batuk seperti itu dan Kanaya hanya mengatainya 'lebay'. Dasar, Kanaya memang suka sekali mencari gara-gara. Jane pastikan Kanaya tak bisa lari darinya.
"JANGAN LARI LO, NYET!"
Teriakan Jane membuat siswa-siswi menoleh. Mereka menyimpulkan bahwa pasti itu adalah ulah Kanaya lagi. Sungguh sangat merusak suasana pagi.
"Ck, masih pagi tuh pembuat onar udah ribut aja," ucap salah satu siswi dan diangguki oleh kedua temannya.
"Biasalah, caper," sahut siswi lain dengan senyum merendahkannya.
"Cih, beraninya ngomong di belakang."
Ucapan itu menarik atensi beberapa siswi yang baru saja membicarakan Kanaya tadi. Mereka dikagetkan oleh ucapan seorang cowok jangkung yang tiba-tiba muncul dan mampu membuat mulut mereka tertutup rapat.
Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya lalu berjalan santai dengan tatapan yang tidak pernah berubah, tajam dan menusuk. Kemudian, bisikan-bisikan pun terdengar.
"Heh, itu bukannya Ar-"
"Syutt, jangan keras-keras bego, entar dia dengar."
"Eh, tapi dia ganteng banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya
Teen Fiction[DIWAJIBKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!!] [Cover by pinterest] Kanaya kira, dia bisa menyentuh kebahagiaan. Kanaya kira, rasa sakit yang dia rasakan hanyalah sementara. Kanaya kira, kasih sayang yang ia dapatkan adalah nyata. Ternyata tidak. Sayangnya...