Pagi ini rumah Athaya sedikit ricuh perihal kakinya yang semalam terluka. Ayahnya melarang dirinya untuk sekolah namun Athaya kekeuh ingin berangkat.
"Kaki lo masih bengkak, gausah banyak tingkah disekolah," ucap Cakra menatap Athaya disebrang meja makannya.
"Iya iya bawel"
"Thaya berangkatnya sama abang dulu," Tian turun dari tangga kemudian menghampiri mereka. Vany masih sibuk menata piring dimeja.
Athaya menatap Tian, "Kenapa?"
"Mau nganter mama," timpal Vany sambil menuangkan nasi dan lauk pada piring suaminya.
Athaya menanggapinya dengan tersenyum geli "kemana?"
"Anak kecil gaboleh kepo" Cakra melempar bungkus permen pada adiknya itu.
"Aku udah gede ya!"
"Udah udah, Athaya nanti langsung pulang dan gausah latihan dulu," ucap Vany melerai sambil memperingati gadis itu, ia khawatir jika nanti Athaya nekat untuk berlatih marching. Bisa bisa kaki anak bungsunya itu dipasang gips.
"Assalamualaikum! THAYAA.." pekikan dari seseorang diluar sana hampir saja membuat Athaya tersedak makanannya.
Mereka semua menoleh ketika sahabat dari Athaya ini menyelonong masuk ke rumahnya.
Vany tersenyum, sedangkan yang lain menggeleng geleng saja melihat kelakuan Acha. Wajar saja karena Acha sudah dekat dengan keluarga sahabatnya ini, jadi ia tidak perlu repot repot disambut jika berkunjung.
"Pagi Sahabatku, Tante, Om, Bang Cakcak," sapanya sambil menyalimi Tian juga Vany bergantian.
"Gak sekalian Tokek?" protes Cakra kesal, sedangkan Acha juga Athaya terkekeh, puas sekali ia melihat Abangnya ini kesal.
"Acha makan bareng ya" ajak Vany namun gadis itu menggeleng kemudian menatap kaki Atau yang terbungkus perban.
"Aku udah makan Tante, kesini mau liat kakinya Thaya"
Acha mengetahui kaki sahabatnya ini dari semalam setelah ia menelepon Athaya untuk menanyakan pr nya, untung saja ia tidak mengatakan siapa yang telah menolongnya. Bisa bisa kupingnya sakit karena mendengar kehebohan Acha.
"Om titip Athaya ya Cha" ucap Tian, see bagaimana ia sangat menjaga dan menyayangi anak gadisnya ini. Acha tersenyum kemudian mengangguk.
***
Gibran melangkahkan kaki jenjangnya dengan tergesa dikoridor sana, membuat beberapa siswa seangkatannya menatap cowok ini bingung. Tidak ada Guntur, Rangga, Arsen atau Putra yang biasanya berbarengan setiap pagi. Cowok itu bahkan mengabaikan beberapa sapaan dari teman gengnya, bukan apa apa, hanya saja ia merasa dari semalam tidak ada yang beres. Jadi Gibran memilih berangkat lebih awal.
Menghela nafas kemudian cowok itu memasuki kelasnya, dilihatny hanya ada Yolanda juga beberapa teman kelasnya.
"Hana.. belum berangkat?" tanya Gibran pada Yolanda, gadis itu menatap dirinya dengan... entahlah yang pasti Gibran merasa kalau gadis dihadapannya ini tengah menahan kesal.
"Peduli apa lo sama dia?"
Gibran menghela nafas kemudian memilih duduk dibangkunya dan mengotak atik gitar yang sengaja ia tinggalkan dikelas.
Disisi lain Athaya juga Acha barusaja turun dari mobil Kakaknya yang kini telah menjauh. Acha membantu Athaya yang sedikit kesusahan berjalan memasuki gerbang sana. Susana sekolah sudah agak ramai hingga sebuah klakson motor mengagetkan kedua gadis itu juga beberapa siswa yang tidak jauh dari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHAYA GIBRAN - 01
Teen FictionAthaya Zevanny, gadis yang selalu membuka lebar hatinya untuk laki-laki labil yang menyebalkan. Sejauh apapun Gibran pergi, ia akan selalu pulang pada sosok yang selalu ada dalam pelukannya. Mendekapnya erat tak akan melepasnya lagi, menggenggam t...