Aku akan selalu mencintaimu, walaupun penantian itu begitu lama. Jika kamu memang bukan takdirku, setidaknya aku bahagia telah mengenalmu.
___
Sore hari yang tidak nampak begitu cerah. Awan hitam pekat, air hujan yang deras, turun bersamaan dengan gemuruh petir yang keras.
Ara terdiam di balkon rumahnya. Matanya yang menatap sendu air yang jatuh, sembari menengadahkan kedua tangannya menampung air hujan.
Raut wajah Ara, tak terlihat bahagia seperti biasanya. Kesenduan yang bisa diartikan, mengisyaratkan jika pikirannya masih tetap sama, memikirkan seseorang yang sangat ia rindukan, kehadirannya.
Pandangan matanya, mengarah ke pintu yang terletak di bawah. Pintu yang sudah dipenuhi debu itu, terkesan menyimpan banyak kenangan.
Sejak usia ara menginjak umur 15 tahun, Ara meminta pada ayahnya, untuk membuatkan satu ruangan sederhana disamping rumahnya. Hanya untuk mengabadikan semua momen kebahagiaannya.
"Masa lalu itu, tak bisa diulang kembali." Lirih Ara
Ara memalingkan pandangannya sebentar. Tanpa banyak pikir, Ara berjalan keluar kamar. Dia berjalan menuruni satu persatu anak tangga, hingga tidak sadar Bundanya sedang duduk di Ruang Tv.
"Ra! Kamu mau kemana? Kok buru-buru?"
Ara menghentikan langkahnya, "Eh, Bunda. Ara mau ke ruangan yang disamping rumah,"
"Tumben, udah lama banget loh kamu gak kesana. Lagian ini hujan Ra, tunggu nanti aja kalau udah berhenti hujannya!"
"Gak papa Bun, Ara pake payung kok,"
"Yaudah, kalau gitu."
Ara menatap lekat rintihan air hujan yang jatuh. Meski Ara takut dengan gemuruh petir, untuk kali ini dia tetap tidak mengurungkan niatnya sedikitpun.
Langkah yang diiringi dengan rasa bercampur aduk, membuat air mata jatuh dari kelopak mata Ara. Dia mengambil kunci yang dia simpan di bawah pot bunga, dan lekas membukakan pintu itu.
Ara mendekati sebuah Majalah Dingding yang pernah dia isi. Ara mengambil sebuah foto kebersamaanya.
Ara tersenyum, "Kamu, apa kabar? Aku masih sama, masih menunggu janjimu dulu. Aku masih menanti kehadiranmu. Kamu adalah sahabat pertamaku, sahabat yang mau menerima semua kekuranganku."
"Meski dulu kita berteman sebatas teman masa kecil, tapi kamu begitu bertanggung jawab menjagaku. Menjaga agar aku tidak kecapean saat kita main lari-lari, menjagaku agar aku tidak bermain hujan, karena selain aku takut petir, kamu paling tahu, kalau posisi tubuhku rentan terkena air hujan."
"Kamu, sosok pertama yang tahu tentang keadaanku. Dari sekian ketakutan yang ku alami tentang sakit ini, kamu orang pertama yang selalu mendukungku, jika kelak aku akan sembuh, dan aku akan baik-baik saja."
"Tapi, kini kamu hilang. Semenjak perpisahan itu, aku tidak menemukan pelindungku lagi. Tapi aku yakin, janjimu yang akan kembali, kita akan dipertemukan lagi nanti."
Helaan nafas yang Ara rasakan, rasanya tak setenang seperti biasanya. Ada sesak, dan air mata yang Ara tumpahkan. Merindukan sosok sahabatnya dari kecil, yang kini mereka terpisahkan memang menyakitkan.
"Tempat ini, aku sengaja membuatnya hanya untuk mengabadikan semua kenangan kita. Semoga kamu baik-baik saja."
...
Mentari memancar dengan cahayanya yang terang. Selepas hujan kemarin, dedaunan masih terlihat basah. Air embun masih terlihat segar di pagi hari.
Jam masih menunjukan pukul 06:45, Tapi Shafa sudah rapi dengan pakaian kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlasku Merelakanmu (END)
SpiritualKamu tidak perlu khawatirkan Do'aku. Karena saat aku tahu bahagiamu adalah dia, semuanya sudah menjadi kerelaan yang sudah aku ikhlaskan🥀 _ Bagaimana rasanya jika kita terus terfokus pada satu nama, yang selalu menjadi aamiin paling serius disetiap...