Perkara sesuatu yang ... tak begitu ingin kukeluh.
Soal, manusia-manusia baik hati yang menahan emosi gelapnya rapat-rapat.
Atau yah, manusia biasa.
Kaliankah? Aku tak tahu. Tapi pasti, marah, sedih, dan ego yang benar-benar ingin dimengerti sesekali membludak jika ... sudah waktunya.
Tak ada lagi alasan untuk ditahan.
Begitukah?
Sebab kedua pihak sudah tak saling mendengarkan.
Sedih. Sebab, itu memang manusiawi, aku yang ... terlalu payah dalam berbagai situasi.
Aku, sedih. Aku, marah.
Aku takut.
Emosi yang kerap kali ditekan hingga tawa kita tak lagi terdengar.
Miris.
Sakitnya benar-benar menyempitkan rongga dada.
Sesak.
Pekakah kita jika sudah membuat manusia di sekitar kita merasa seperti itu?
Pernahkah kau pikirkan perasaan mereka yang ... lelah?
Sekali saja, pikirkan betapa sering mereka pura-pura tidak tau. Pura-pura lupa. Pura-pura tidak dengar.
Tapi mata, pikiran, hati. Semua itu melihat.
Tak usah didengar.
Tapi terlihat.
Untuk kalian yang tengah menahan diri.
Untuk kalian yang sudah terbiasa.
Menekan lain sisi hingga membuat hatimu tuli.
Bersikap biasa
Terbiasa
Merasa biasa
Biasa saja.Mau kau teriaki seluruh dunia atau dunia meneriakimu.
Biasa saja.
Sudah terbiasa.
Sudah biasa.
Toh, tidak ada yang mau membuka mata.
Dimana lagi tempat untuk berkeluh kesah?
Biasa saja.
Tidak ada yang perlu ditahan.
Biasa saja.
***
A/N;
Kuketik ini pas lagi bingung.
Terpotong kalimatnya--- berminggu-minggu.
Yah.
Biasa saja.
2-04-21
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Come Here
Poetry[bisikannya tak terdengar] *** Tentang ketidaksempurnaan. Aku dan egoisme. Aku dan menyerah. Aku dan suka duka. Aku dan semesta. Aku dan lelah. Aku dan rasa yang tak pernah terucap kata. Aku dan manusia. Aku dan pemilik semesta. Bagaimana dengan, ki...