Zhea menonton berita hancurnya tiga kota senbari memakan camilan yang tersedia. Entah bagaimana rasanya, yang terpenting masih bisa mengunyah sesuka hati.
Atensi Zhea beralih pada seorang pria di sampingnya. Bukan Lucifer. Entitas yang pekerjaannya hanya tidur tetapi mendapat gelar 'Yang Termasyhur'.
"Kupikir apa yang dikatakan Lucifer benar," lirih Zhea sembari mengunyah.
"Anda yakin tidak masalah jika Anda di sini, Yang Termasyhur?" tanya Zhea sembari menoleh ke arah Pangeran.
Zhea senang karena dia punya perlindungan yang lebih meyakinkan ketimbang harus Lucifer sendirian yang melindunginya. Namun, kedatangan Pangeran seperti akan mendapatkan musibah.
Kehadiran Pangeran berarti ada yang salah dengan lingkungan di sekitarnya. Apalagi, kemarin Zhea dan Pangeran terjalin perjanjian dengan Raphael sebagai penunjang perjanjian mereka. Entah musibah atau untung dengan kedatangan Pangeran hari ini, Zhea tidak tahu.
Zhea menonton lagi televisi yang masih menayangkan berita yang sama. Kehancuran tiga kota dalam semalam tanpa aba-aba.
Kali ini, ada sebuah video amatir lagi yang ditayangkan dari Dubai. Berbeda dengan sebelumnya, video amatir ini lebih ke dalang dibalik pengeboman tiga kota tersebut. Dalam video yang ditayangkan tersebut, ada cetakan berbentuk burung elang sebesar lapangan sepak bola. Samar, namun masih bisa diilustrasikan ke dalam bentuk yang bisa dijelaskan oleh manusia. Cetakan benda itu terbang di atas kota Dubai.
Sama seperti spekulasi penduduk bumi saat ada piring terbang, banyak berita yang menayangkan opini masyarakat terhadap benda berbentuk elang tersebut. Selain itu, dengan adanya pengeboman yang terjadi, pihak pemerintah di seluruh negara pun turut menurunkan sejumlah pasukan militer demi keamanan negara masing-masing.
Mulai bosan, Zhea beralih pada jendela besar di samping kanannya, beberapa meter dari tempatnya. Matahari mulai terik namun Zhea masih belum melihat tanda-tanda Raphael akan pulang.
"Ini bukan bumi."
"Bohong," sangkal Zhea seraya memasukkan satu biskuit kecil ke dalam mulutnya. "Matahari masih bisa dilihat selama kita berada di bumi." Zhea lalu memasukkan dua biskuit kecil sekaligus.
"Tidak juga."
Zhea menoleh. Kemudian, dia beranjak dan menuju ke pintu. Semuanya masih sama seperti ketika dia berada di bumi. Bahkan ada manusia yang melewati dirinya seraya menyapa. Hal tersebut membuat Zhea menghela napas lega.
"Jangan bohong. Di luar masih ada manusia," ujar Zhea sembari masuk dan duduk kembali di tempatnya.
Pangeran menegakkan punggungnya, membuat Zhea menegang. Tatapan tajam Pangeran terarah pada Zhea. "Kau benar-benar belum pernah masuk ke ranah entitas," katanya dengan tatapan menelisik ke arah Zhea.
"Anda pasti juga tahu kalau saya tidak pernah menyentuh ranah entitas," jawab Zhea dengan tegas.
"Lalu, di mana Lucifer?"
Zhea tersadar. Sejak tadi tidak ada Lucifer di sekitarnya. Bahkan jika ada tamu, Lucifer akan membantunya menyajikan makanan dan minuman untuk tamu tersebut. Namun, kali ini, Lucifer tidak terlihat di manapun. Iblis itu seakan lenyap seketika.
Zhea kembali berdiri. "Jangan bilang kau adalah Azazel," katanya dengan napas yang menderu.
"Sejak?" tanya Pangeran dengan dahi berkerut.
"Bisa saja Azazel menyamar menjadi Pangeran, bukan?" Zhea berbalik bertanya. Matanya berkaca-kaca.
Keberadaan Lucifer tidak dia ketahui dan Althius, sebagai pelindung yang dikirim Pangeran sebagai perjanjian, juga tidak ada. Bahkan, Raphael tidak ada di sekitarnya. Pikiran negatif yang pudar segera muncul lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
a little tale.
FantasíaMaut hanyalah entitas yang dibuat untuk menyadarkan makhluk Bumi. Bahwa mereka tidak abadi dan tidak ada yang abadi. Digambarkan sebagai entitas yang berpenampilan suram nan dingin, banyak Maut yang menyamar menjadi manusia dan berbaur demi perintah...