i don't deserve all of this.

10 0 0
                                    

Zhea menatap Raphael dengan binar penuh harap bahwa Raphael akan membawanya pergi dari sini. Gadis itu terus berusaha membuat kontak mata dengan Raphael. "Raphael," lirihnya, berharap bahwa Raphael akan menoleh padanya dan memeluknya.

Namun, tidak.

Raphael mengabaikan kehadirannya. Lelaki itu tidak lagi peduli dengan Zhea. Tidak ada lagi Raphael dengan tatapan lembutnya. Tidak ada lagi Raphael yang selalu memanjakannya.

Netra Zhea beralih pada Lucifer. Sang iblis hanya terdiam di samping Raphael tanpa mau membantu Zhea agar Raphael tidak memgabaikannya. Bahkan, sikapnya yang sebelumnya selalu hangat pada Zhea, menguap entah kemana. Tergantikan oleh sikap dingin khas sesosok iblis.

Zhea menggigit bibir bawahnya ketika melihat punggung Raphael dan Lucifer yang menjauh. Zhea ingin mengejar, tetapi langkah tegap Raphael dan Lucifer seakan menyuruhnya untuk tetap diam di tempat.

Netra Zhea sudah sembab ketika melihat mobil Raphael dan Lucifer melewati gerbang. Bahkan, jika Zhea berlutut pun Raphael dan Lucifer tidak akan berbalik.

"Zhea," panggil Kairo. Netra sendunya menatap Zhea dengan iba. Bahkan jika Zhea mau, Kairo akan menghajar dua makhluk yang mengantar Zhea kemari.

Zhea menoleh ke arah Kairo sembari menghapus air matanya dengan kasar dan tersenyum. "Ya?" sahutnya dengan serak.

"Jangan menangis," lirih Kairo seraya mengusap air mata Zhea yang tersisa. Bagaimana bisa Raphael dan Lucifer mencampakkan gadis seperti Zhea?

Zhea membalas tatapan iba dari Kairo dengan senyum getir. Tanpa aba-aba, dia memeluk Kairo dengan erat. Setidaknya, ada yang masih mau menampung dirinya.

Kairo terkejut dengan pelukan Zhea. Tangannya menggantung di udara, hendak membalas pelukan Zhea tetapi dia ragu. Netranya menangkap bahu Zhea yang bergetar. Dengan perlahan, dia menepuk-nepuk punggung Zhea dengan penuh kasih sayang.

Meskipun Kairo harus kehilangan pasangannya di masa depan, dia tidak peduli. Senyuman Zhea adalah hal yang harus dia pertahankan selama masih bisa menghela napas.

^°^°^

Zhea melirik Kairo yang bersandar pada pohon besar di belakangnya. Netra lelaki itu tertutup rapat, entah tidur atau tidak. Lelaki itu tampak damai.

Sudah dua jam mereka berada di tengah hutan tanpa melakukan apapun. Zhea yang memintanya karena bosan berada di mansion milik Kairo. Zhea juga ingin mencari udara segar.

Hutan adalah opsi pertama bagi Zhea, tetapi opsi terakhir bagi Kairo.

Sembari bermain dengan rumput yang didudukinya dengan bosan, Zhea nenatap ke sekelilingnya. Kata Kairo, ini masih dalam wilayahnya. Yang artinya, tidak ada apa-apa. Tidak ada hal yang menantang adrenalin.

Zhea menguap. Selama ini, setelah dia pindah ke mansion milik Kairo, tidak ada hal yang menantang adrenalin. Paling menantang adalah mengerjai Kairo hingga lelaki itu melakukan perang dingin dengannya.

Perang dingin bukanlah hal menantang bagi Zhea. Lagipun, perang dingin yang dilakukan oleh Kairo tidak sampai satu minggu. Lelaki itu tidak tahan jika harus berjauhan dengan Zhea karena Zhea adalah mate jadi-jadian bagi Kairo.

Mana mungkin sepasang kekasih akan berjauhan?

Wilayah ini masih termasuk wilayah Kairo. Zhea mengulangnya dalam hati. Gadis berambut cokelat itu bangkit dan menatap ke sekitarnya. Netra hijaunya jatuh pada Kairo yang masih setia menutup mata dengan damai.

Zhea tersenyum tipis. Dengan langkah anggun nan tidak bersuara, dia meninggalkan Kairo.

Jemari lentik Zhea bergerak menyentuh dedaunan yang dilewatinya dengan anggun. Senyum senang nan penuh kemenangan terukir. Netra hijaunya berkilat kehitaman yang memercikkan warna violet.

a little tale.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang