tanda.

7 2 0
                                    

Lucifer benar-benar habis setelah kejadian di mana Leviathan membuat Zhea marah. Dia segera keluar dari rumah Zhea karena aura kemarahan Raphael yang terkendali di dalam rumah tersebut. Dia masih sayang nyawa.

Kini, Lucifer sedang berada di sebuah kelab malam yang menjadi bagian dari perdagangan gelap yang dilakukan oleh manusia. Banyak wanita penggoda, pria hidung belang, bahkan penjahat kelas atas pun ada di sini. Makanya, tidak heran jika Lucifer terus meneguk sampanye yang dituang oleh pramutama bar demi menutupi fakta bahwa dia sedang menyerap aura dosa yang menguar dari manusia-manusia di dekatnya.

Beberapa kali, Lucifer didatangi oleh wanita penggoda untuk berkencan. Iblis itu hanya bisa menolaknya dengan halus dan berkata akan memanggil salah satu dari wanita penggoda yang mendatangi jika dia mau berkencan. Salah satu cara untuk membuat manusia jatuh ke dalam jurang dosa.

Sekali lagi, Lucifer mengenggak sampanyenya dalam sekali teguk. Netranya berkeliling ke seluruh penjuru ruangan. Banyak manusia yang berdansa, memilih duduk di pinggir bar dengan 'berkencan', dan beberapa memilih di dekat dengan bar. Dalam hati, dia bangga karena manusia mau menghambur-hamburkan uang mereka demi kesenangan.

Kalau saja jiwa Lucifer sedang tidak menciut karena kejadian tadi siang, dia akan menikmati gemerlap kelab malam ini. Sayangnya, dia bahkan masih takut dengan aura kemarahan yang dikeluarkan oleh Raphael. Jarang sekali Raphael mengeluarkan aura kemarahannya karena Lucifer selalu menghindari hal-hal yang membahayakan nyawanya. Apalagi setingkat Maut.

Lucifer menghela napasnya dengan perlahan, mencoba menghilangkan segala keluh kesahnya hari ini. Dia kembali menenggak segelas sampanye sembari menghirup aura dosa yang menguar.

Dalam hati, Lucifer berharap Raphael tidak menyusulnya kemari dan menghabisinya. Setidaknya, Raphael tidak akan membuat jiwanya dalam masalah.

Seharusnya, Lucifer tidak pernah khawatir karena sosok seperti Raphael tidak mungkin balas dendam. Makhluk seperti Raphael terlalu suci untuk menyentuh dosa.

Lucifer berjengit ketika ada aura yang lebih kuat dari aura dosa manusia di sekitarnya. Netranya melirik ke samping kanannya, terdapat seorang pria dengan pakaian serba hitam. Persis pria yang ditemui Zhea beberapa waktu lalu.

Kening Lucifer berkerut seketika. Beberapa iblis dengan aura seperti pria di sebelahnya memang sering mendekatinya demi mendapatkan kepercayaan karena Lucifer merupakan salah satu iblis di jajaran penting yang ada di dunia iblis. Tetapi, Lucifer tidak pernah berminat untuk mempunyai tangan kanan karena tidak ingin repot.

"Halo, Lucifer Sang Kebanggaan Iblis."

^°^°^

Untuk kesekian kalinya, Raphael menghela napasnya dengan perlahan. Setelah mengusir Leviathan dengan hebat, dia mengurus Zhea yang tidak sadarkan diri. Bahkan, aura kemarahannya masih tersebar ke sepenjuru rumah. Betapa bersalahnya Raphael karena sudah membiarkan Zhea bersama iblis kurang kerjaan seperti Leviathan.

Raphael menatap Zhea yang masih terbaring lemah di tempat tidurnya. Rongga dadanya terasa sesak, seperti kehabisan oksigen untuk dihirup. Entah kenapa, setiap kali melihat Zhea tidak sadarkan diri, Raphael merasa jiwanya remuk redam. Pikirannya dipenuhi kemungkinan bahwa Zhea akan meninggalkan dirinya saat itu juga.

"Auramu terlalu kuat, Raphael."

Raphael mereguk liurnya dengan kasar. Tenggorokannya terasa kering ketika mendengar suara paling dalam yang pernah didengarnya. Setelah sekian lama menghindar, Raphael kembali bertemu dengan sosok yang paling dihindarinya.

Takdir dan Kenyataan.

Bukan berarti Raphael takut dengan kedua entitas itu, tetapi ranah mereka sudah berbeda dari entitas mana pun. Takdir dan Kenyataan adalah hal paling rumit yang pernah dia temui. Setiap kali percaya pada Takdir, Kenyataan pasti berkebalikan dengan Takdir. Maka dari itu, Raphael selalu mewanti-wanti kedatangan kedua entitas itu dengan tegar.

a little tale.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang