cerita itu cuma omong kosong.

19 4 2
                                    

"Kenapa harus berakhir seperti itu?" tanya seorang anak perempuan berambut pirang pada wanita di hadapannya dengan dahi mengerut. Netra cokelatnya yang berbinar kini meredup.

Wanita itu berambut cokelat dengan netra hijau. Pakaiannya yang tertutup jubah panjang membuatnya tidak diketahui siapapun. Netranya menatap gadis yang murung karena akhir ceritanya. "Tidak semuanya berakhir bahagia," ujarnya dengan lembut. "Banyak sekali cerita yang berakhir tragis."

"Dan Nona menceritakan salah satunya," sahut seorang anak lelaki berambut hitam legam dengan raut muka tidak senang.

Wanita yang bercerita menoleh ke anak lelaki tersebut sembari tersenyum mahfum. "Karena kehidupan tidak selamanya manis," ujarnya berulang kali.

"Nona," panggil seorang anak lelaki berambut sewarna madu, membuat wanita tersebut menoleh ke arahnya. "Apa manusia dan Maut tidak pernah bersatu?"

Wanita itu tersenyum penuh arti. Pikirannya membayangkan hal tersebut terjadi. "Aku tidak tahu. Mungkin Tuhan bisa memutarbalikkannya," katanya dengan penuh arti.

"Lalu kenapa cerita Nona seperti itu?" cecar berambut pirang yang kali pertama mengeluh.

"Kalau berakhir baik, kalian pasti akan membayangkan yang tidak-tidak." Suara bariton itu muncul di balik ketiga anak kecil yang sedang menanyai wanita itu dengan serius.

"Paman Lucifer terlihat tua," celetuk anak lelaki berambut pirang.

Lucifer, pria yang baru saja datang, menatap anak lelaki tersebut dengan tajam. Jelas, perkataannya menyinggung seberapa lama usianya hingga saat ini. Kata 'tua' belum pernah ada di dalam kamusnya. Dia tidak mau mengaitkan usia kehidupan dengan kesenangan duniawi. "Aku tidak pernah tua," bantahnya sembari menatap anak lelaki berambut pirang dengan tajam.

"Lucifer," peringat wanita berambut cokelat pada Lucifer agar tidak menakut-nakuti anak-anak di hadapannya.

Lucifer tersenyum ke arah wanita itu. "Nona Zhea, Tuan Raphael sudah menunggu Anda," peringatnya sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak Zhea, wanita berambut cokelat yang menceritakan sebuah cerita.

Zhea meraih tangan tersebut dengan senang hati. Dilihatnya anak-anak yang ada di sekitarnya; tampak tidak rela ketika dia akan pergi. "Aku tidak bisa berjanji. Tetapi jika ada waktu, aku akan berkunjung kemari," janjinya sembari tersenyum ramah ke arah anak-anak tersebut.

Anak-anak di hadapan Zhea bersorak ramai dan terdiam seketika saat seorang pria memperingatkan mereka agar tidak berisik.

Zhea tersenyum ramah. Dia berpamitan pada anak-anak tadi dan mengikuti Lucifer yang sudah memimpin jalan.

Lucifer menyejajarkan langkahnya dengan Zhea. Dia melirik ke arah Zhea dengan senyum jahil. "Anda tidak melebih-lebihkan ceritanya, bukan?" tanyanya dengan senyum jahil.

Zhea menoleh ke arah Lucifer dengan tatapan tajam. "Memangnya apa urusanmu dengan cerita itu?" balasnya dengan tanya.

Lucifer menghentikan langkahnya dan menghadap Zhea dengan gelagat tertantang, yang mana dilakukan pula oleh Zhea. "Nama saya menjadi taruhan dalam cerita Anda, Nona," jawabnya dengan santai, masih berusaha memancing emosi dari Zhea.

Zhea mendengus sebal. "Lucifer bukanlah namamu seorang--"

"Manusia mana yang akan menamai anaknya dengan nama Lucifer, Nona?" potong Lucifer dengan pertanyaan. Dia tersenyum miring dengan kilat jahil di kedua netranya.

"Saat aku memiliki anak, aku akan menamai anakku dengan nama Lucifer," bantah Zhea sembari berkacak pinggang. "Dan membuat anak-anak yang lainnya bernama Lucifer."

a little tale.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang