aura dosa yang tidak terdefinisikan.

8 2 0
                                    

Ejekan dari Lucifer tiada hentinya menerjang Zhea bagai badai di tengah lautan. Setiap hari, tanpa henti Lucifer memanggil 'Luna' pada Zhea, seperti hendak mengingatkan setiap hari kejadian di mana Zhea menjadi Luna.

Zhea yang mendengar ejekan yang dilontarkan Lucifer tidak tinggal diam. Sesekali, dia melempari barang-barang yang ada di sekitarnya pada Lucifer tanpa terkecuali pisau. Sesekali pula, dia akan menyahuti ejekan itu dengan ejekan lainnya.

Sementara itu, Raphael hanya akan melihat Zhea dan Lucifer saling melontarkan ejekan. Tidak jarang pula, dia terkena imbasnya. Lalu, dia akan melerai mereka meskipun diabaikan.

"Anda tidak rindu dengan Alpha Kairo, Nona?" tanya Lucifer dengan senyum jahil yang selalu menghiasi wajahnya ketika mengejek Zhea.

Zhea ada di dapur. Kebetulan, dia sedang memegang pisau. Sehingga, pisau itu melayang ke arah Lucifer dan menancap tepat di sebelah kepala Lucifer. "Berhenti mengejekku, Iblis," geramnya.

"Lemparan yang bagus," komentar Lucifer, melupakan ejekan yang dilontarkannya. "Tidak sia-sia saya mengajari Anda."

"Kau mau kemana?" tanya Zhea pada Raphael, membuat atensi Lucifer teralihkan. Dia melahap dua buah anggur sekaligus sembari menunggu jawaban dari Raphael.

"Aku ada perlu di luar," jawab Raphael selagi memakai jubah hitamnya. "Jangan kemana-mana."

"Tidak," tolak Zhea. "Aku akan ikut." Sekali lagi, dia melahap dua buah anggur sekaligus seraya beranjak dari dapur dan mengambil barang yang hendak dibawanya.

Raphael hanya diam di tempat sembari netranya mengikuti arah tujuan Zhea, kebingungan. Netranya beralih pada Lucifer yang sudah rapi, lalu mengernyit bingung. "Kau mau kemana?" tanyanya pada Lucifer, masih dengan kernyitan bingung di dahinya.

"Tidak lengkap jika aku tidak ikut," balas Lucifer dengan senyum pongah.

"Kenapa?"

Lucifer berdeham. "Aku adalah iblis, kau adalah malaikat, dan Zhea adalah manusia--satu paket lengkap dalam sekali jalan. Maka dari itu, kita harus terus bersama," jelasnya dengan pongah.

Satu paket lengkat--mengingatkan Raphael akan kosmetik yang dibeli Zhea tetapi tidak pernah dipakai. Tidak. Bukan itu maksud Lucifer. Raphael menangkap apa yang dimaksud oleh Lucifer. Iblis itu menjelaskan jika kebaikan dan kejahatan akan selalu berjalan beriringan dengan pihak yang mudah dihasut. Kebaikan dilambangkan malaikat, kejahatan dilambangkan iblis, dan pihak yang mudah dihasut dilambangkan manusia. "Jangan cantumkan kata 'harus' di dalam kalimat yang membawa namaku, namamu, dan nama Zhea," tekannya.

Tidak lama kemudian, Zhea keluar bersama dengan sebuah kotak ukuran sedang. Di dalam kotak tersebut, berisi kosmetik yang baru dibelinya beberapa waktu yang lalu. "Ayo," ajaknya.

"Untuk apa membawanya?" tanya Raphael dengan tatapan tertuju pada kotak yang dibawa Zhea.

Mengerti arah pandang Raphael, Zhea menjawab, "Mau kubuang. Aku tidak mau memakainya."

"Itu--" Ucapan Lucifer dibungkam oleh Raphael yang menatap tajam ke arahnya.

"Kenapa kau membelinya?" tanya Raphael dengan nada menginterogasi. Menghambur-hamburkan barang yang masih bisa dipakai adalah hal yang tidak baik, maka dia mencoba memperingatkan Zhea dengan halus.

"Aku akan menyimpannya kembali," lirih Zhea sembari berbalik guna menaruh kotak kosmetiknya.

"Kau curang!" tuduh Lucifer ketika Zhea sudah tidak terlihat. "Tidak ada yang melarangku menghasut! Kenapa kau melarangku?!"

Raphael mengernyit bingung dan keheranan. "Kenapa kau menurut?" balasnya dengan bertanya.

Lucifer terperangah. Dia tidak sadar jika dia menurut pada tatapan tajam yang diberikan oleh Raphael. Betapa bodohnya dirinya ini. Kenapa juga dia harus bungkam ketika Raphael menatapnya dengan tajam? Seharusnya, dia tertantang untuk menghasut Zhea, bukannya diam saja.

a little tale.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang