Pagi kembali menyapa. Namun, Hana masih asik meringkuk di bawah selimut tebal. Rasa malas menggerogoti tubuhnya, padahal masih pagi. Mengalihkan perhatian ke arah jam dinding yang terpajang rapi di atas nakas. Jarum jam kecil berhenti di angka enam, sedangkan jarum panjang berhenti di angka satu. Hana terkesiap seketika, dia baru ingat jika Asahi akan datang ke rumhanya untuk berangkat bersama.
Mengacak rambut kesal, lalu berjalan ke kamar mandi dengan langkah yang sengaja dihentakkan. Kenapa dia bisa lupa jika Asahi akan ke rumahnya?!
Untung lah Hana tidak suka berlama-lama mandi. Sepuluh menit kemudian, Hana sudah ke luar dari kamar mandi dan menuju ruang ganti. Setelah selesai dengan urusannya, Hana segera turun ke bawah untuk sarapan sebentar sebelum Asahi datang menjemput. Cukup dengan roti tawar berselai coklat serta segelas susu.
Tepat setelah ia menyelesaikan acara mari makan cepat, bel rumah berbunyi. Hana buru-buru ke luar, karena tau itu adalah Asahi.
Tangan Hana sudah siap menarik gagang pintu, namun setelah pintu terbuka, bukan Asahi yang didapati. Melainkan Jaemin. Hana membatu. Walau sudah memaafkan orang yang sedang berdiri di hadapannya kini, rasa canggung masih saja ada.
"Hai,"
Sapaan Jaemin membuyarkan lamuan Hana. Dengan kikuk dia terseyum sebagai jawaban. Kedua sudut bibir Jaemin ikut terangkat.
"Ada apa ya, Na?" tanya Hana hati-hati.
Baru kali ini Jaemin menginjakkan kakinya di rumah Hana setelah insiden itu. Sudah lama sekali mereka memutus kontak. Angin apa yang membawa Jaemin pagi-pagi ke rumah Hana?
"Jemput lo ...?" jawab Jaemin. Nadanya seperti orang bertanya.
"Aduh, g–gimana ya," Hana menggaruk tengkuknya kikuk, tidak tau harus menjawab apa. "Bukannya gue nggak mau, t–tapi," Hana menjeda ucapannya.
"Tapi?" tanya Jaemin.
"Tapi–"
"Hana berangkat bareng gue," ucap Asahi yang baru saja datang.
"Enak aja! Gak bisa gitu, gue lebih dulu datang ke rumhanya."
Jaemin menarik satu lengan Hana agar segera pergi dari sana, namun sebelah tangan Hana di tahan oleh Asahi. Pergerakan Jaemin terhenti karenanya.
Dengan tenang, Asahi berucap, "Gue udah dari semalam janjian sama dia,"
Jaemin terkejut. Sial! Dia kalah start dari Asahi. Ini tidak benar! Bagaimana pun, Hana harus berangkat ke sekolah bersamanya. Genggaman tangan kini makin erat, Jaemin terbakar emosi sampai ringisan kesakitan Hana tidak terdengar olehnya.
"Dia. Bareng. Gue." terdengar penekanan disetiap katanya, menandakan Jaemin tengah serius sekarang.
"Nggak." Bantah Asahi, tatapannya beralih menatap Hana yang meringis, "lepasin tangan kotor lo dari dia," perintah Asahi.
Jaemin tidak terima dikatai seperti itu. Dia menarik Hana dengan kasar.
"A–aww, s–sakit, Na." Hana sedari tadi menahan ringisan, air mata sudah di pelupuk, namun sekuat tenaga ia menahannya. Genggaman, ah, sepertinya sudah bisa dikatan cengkeram tangan Jaemin makin kuat, kulitnya sampai memerah.
Jaemin seakan tuli, dia tidak mengindahkan ringisan Hana. Dia hanya ingin Hana berangkat bersamanya tanpa gangguan dari orang lain.
Asahi nampak emosi, tangannya sudah terkepal. Jika Jaemin tidak segera melepas cengkeramannya, sudah bisa dipastikan akan ada sesi baku hantam antara mereka berdua.
"Gue bilang, lepasin. Tangan. Lo. Na Jaemin." Nada suara merendah, siapa saja akan merasa merinding mendengarnya. Asahi benar-benar marah.
"N–na, s–sakit. Lepas," mohon Hana. Dia memberanikan diri menatap Jaemin, air matanya lolos begitu saja. Dia sudah tidak sanggup menahan sakit lebih lama lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asahi My Mine! (AMM) [ON GOING]
Fanfiction[PROSES REVISI] -ft. 00L Bucin Asahi, hayuk merapat~ . . . "Dari banyaknya manusia, kenapa aku justru jatuh ke kamu yang jelas-jelas ngga tertarik sekalipun padaku?" . . . . Publish: 13 Februari 2021 End: ...