Part 13

36 7 41
                                    


Lelaki berdarah Jepang itu berjalan cepat di koridor sekolah. Ia ingin segera sampai di kelas dan menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan. Kakinya terasa lemas diakibatkan kupu-kupu yang tidak berhenti terbang di dalam perut.

Jihoon yang melihat lelaki itu berjalan tergesa ke arah tempat duduknya menatap heran. Apalagi setelah melihat wajah lelaki itu yang seperti kepiting rebus.

"Sa, lo kenapa?"

"Bukan urusan lo."

Asahi menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan setelah mendudukkan dirinya dengan nyaman. Sedangkan Jihoon, lelaki itu tidak berhenti untuk bertanya.

"Ah! Cieee, Asahi bisa blushing," ledek lelaki berwajah mirip seperti panda itu. Ia baru ingat jika wajah seseorang memerah bak kepiting rebus, itu tandanya ia sedang blushing.

"Lo diapain sama Hana sampe bisa kayak gini?"

Mulut temannya itu tidak bisa diam, lelaki itu ingin sekali melakban mulut berisik tersebut agar tidak berceloteh lagi.

"Diem atau kepala dan badan lo kepisah."

Jihoon mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ancaman lelaki itu terdengar mengerikan di telinganya. Ia memilih untuk bertukar pesan pada sang kekasih yang tidak masuk sekolah hari ini.

Pandangannya teralih begitu mendengar tawa gadis yang familiar. Lelaki itu menyenggol lengan Asahi agar anak itu segera melihat apa yang sedang ia lihat juga.

Lelaki itu gemas karena usahanya tidak berhasil. Asahi itu kepala batu memang.

"Sa, liat, deh. Hana gandeng tangan Jaemin."

Mendengar nama kedua orang itu, lelaki berdarah Jepang tersebut dengan cepat mengangkat kepalanya; memastikan bahwa yang dikatakan sang sahabat benar atau tidak. Seperskian detik berikutnya, mengangkat kepala bukanlah pilihan yang tepat bagi ia. Dadanya bergemuruh hebat seperti dihujam beribu pedang.

"Cih, teman katanya," ujarnya miris.

"Lo kalau cemburu, disamperin sana!"

"Ngga. Ngapain cemburu." Mengesampingkan gemuruh aneh dibagian dadanya, lelaki itu memilih untuk menelungkupkan kepalanya kembali.

"Ya, Tuhan. Gemes banget sampe pengen jedotin kepalanya biar sadar."

"Gue denger, ya, Jihoon."

••

Jeno masih setia berdiri di pintu kelas untuk menunggu Jinaa. Mereka akan pulang bersama hari ini, katanya lelaki sipit itu ingin membeli buku dan mau temani sang gadia. Sebenarnya itu hanya akal-akalan lelaki itu saja agar punya waktu berdua. Gadis itu tanpa curiga menyanggupi.

"Maaf, lama. Ayo!"

Jeno memgangguk saja. Keduanya melangkah bersama ke parkiran sekolah. Sesekali ia terkikik geli mendengar celotehan yang keluar dari mulut sang pujaan hati. Nampaknya mood gadis itu sudah membaik, tidak seperti tadi pagi yang terus saja marah-marah.

"No, kalau kita pulang bareng, Jaemin pulang sama siapa?" tanya gadis itu begitu sampai di parkiran.

"Dia tadi bawa motor, tenang aja."

Jeno memberikan helm yang langsung diterima oleh Jinaa.

"Jinaa pulang sama gue."

Lelaki asing tadi kembali menampakkan wajahnya di hadapan Jeno. Lelaki sipit itu tidak suka. Apalagi saat ia mengatakan akan pulang bersama gadis-nya.

Gadis itu mengernyit tak suka pada lelaki yang baru saja datang. "Apa, sih? Pulang aja sendiri."

"Tapi gue nggak hapal jalannya Jinaa. Jangan bilang lo lupa kalau gue baru pindah ke sini."

Asahi My Mine! (AMM) [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang