Part 21

19 4 11
                                    

Malam itu begitu bising dengan suara celoteh dari dua orang lelaki yang sibuk mencari huru-hara. Sang Tuan rumah nampak murka. Namun, tidak bisa membuat kedua lelaki tersebut untuk berhenti membuatnya pusing.

"Jeno, astaga! Itu meja rias gue jangan dibongkar!"

"Jaem, makan yang bener. Liat itu keripiknya berantakan ke mana-mana!"

Menyetujui permintaan Jeno agar mereka menginap di rumahnya ternyata membawa bencana besar. Jinaa entah sudah beberapa kali memijat pangkal hidung guna mengurangi rasa kesal karena dua sosok tersebut. Ini pertama, mungkin juga akan menjadi terakhir kalinya ia mengijinkan dua lelaki tak waras itu menginap.

Di tengah bisingnya suara-suara tersebut. Hana masih saja terdiam. Membiarkan pikirannya melalang buana entah ke mana. Ruangan itu bising, tetapi ia masih saja merasa sunyi. Ruangan itu ramai, tetapi ia masih saja merasa sendiri.

Pikirnya terpecah belah. Beberapa fakta yang mencuat begitu saja hari ini, mampu membuat gadis tersebut diam seribu bahasa. Raganya seakan terbang, menyisakkan tubuh tanpa tuan.

Dering ponsel pun ia hiraukan. Puluhan panggilan tak terjawab tertera jelas di layar kunci. Namun, gadis itu memilih untuk acuh. Masih saja memilih berdiam diri.

Hana tidak tahu kesalahan apa yang ia perbuat di masa lalu sampai hidupnya kini penuh dengan masalah. Tengah asik dengan dunianya yang abstrak, sepotong keripik kentang yang disodorkan Jaemin mau tak mau membuatnya beralih ke dunia nyata.

"Muka lo pucet. Makan, ya?"

"Masih kenyang," tolaknya.

Tak kehabisan akal untuk membujuk sang pujaan, Jaemin mengambil boneka berbentuk kelinci. Menaruh di depan wajahnya, lantas menggoyangkan ke kanan dan kiri sembari mengatakan kata yang cukup membuat Hana tersenyum.

"Kak Hana yang cantik. Mam, ya? Banyak yang sedih tahu kalau kakak ndak mau mam."

"Ck, iya, iya. Makan, nih," kata gadis tersebut sambil menyuap potongan keripik ke dalam mulutnya.

Jaemin tentu saja senang karena usahanya berhasil. Meski gadis itu masih menampakkan guratan sedih. Tidak apa, ia akan selalu menghibur, sekaligus mengisi waktu dua tahun yang terbuang begitu saja.

"Jen," panggil Jinaa.

Perasaan Jeno berubah menjadi tidak enak. Tidak dengan pandangan sayu itu. Apa lagi permohonan ajaib yang akan dikeluarkan gadis itu dari mulutnya? Mengapa menolak permintaan seseorang bukan jadi passion nya saja?

"Coba kayak Jaemin tadi, dong. Heheh."

'Kan, lelaki itu sudah duga akan jadi begini. Ia sangat anti bersikap imut, sungguh. Bisa berubah jadi butiran debu tidak, sih?

"Kamu tahu sendiri aku ngga bisa begitu, 'kan?"

"Ya, udah, deh. Tapi, habis ini silahkan tidur di teras ya, Jen. Hehe."

Jeno melongo. Tega sekali gadis satu ini. Harus bagaimana? Tidak mungkin dia harus bersikap imut, 'kan? Membayangkannya saja membuat ia bergidik ngeri sendiri.

"Nggak apa-apa, No. Cuman kami bertiga yang liat."

Jaemin ini benar-benar. Bukannya menolong, malah mendorong Jeno ke pinggir jurang kesengsaraan. Untung ia lelaki sabar yang menghadapi segala situasi dengan senyum bulan sabitnya.

Lelaki dengan tahi lalat di bawah mata itu menarik napas pelan. Ia meyakinkan diri sendiri terlebih dahulu. Benar kata sahabatnya, di sana hanya ada mereka. Walau tidak ikhlas, akan ia lakukan. Asalkan tidak tidur di teras.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asahi My Mine! (AMM) [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang